Hanya kisah sederhana tentang Yuta dan Marsha (Matcha). Dengan keluarga kecilnya yang......
Aneh!
Start: 29 Agustus 2019
End: 24 Mei 2020
Repost:
Start: 18 Juli 2020
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Keluar dari sini, Nabila! Saya nggak mau kamu ada di sini, dan nggak butuh air mata kamu yang udah nyakitin anak saya!"
Nabila merinding mendengarnya. Ia makin menangis ketika Yuta mengusirnya dengan terang-terangan. Seorang wanita yang datang dengan Nabila langsung menghampiri gadis kecil yang terus mundur menjauh karena takut kalau Yuta akan menariknya keluar.
"Pak, sabar. Saya yang bawa Nabila ke sini."
Wanita itu, Laras, salah satu psikolog yang Yuta sewa untuk mendampingi Nabila selama kasus bullying sedang diselidiki oleh pihak berwajib. Yuta tidak begitu mengenal Laras, karena wanita itu direkomendasikan oleh Haris yang diberi tugas mencarikan psikolog untuk mendapingi para pelaku yang sudah mem-bully Yuma.
"Kenapa Anda bawa ke sini? Saya nggak mau ya kalau dia datang. Lihat 'kan anak saya jadi gimana?"
Yuma masih menangis dan menyembunyikan wajahnya di pelukan Marsha. Tidak ingin menatap Nabila sedikit pun karena sudah membuatnya ketakutan. Bahkan sebelum Yuta tiba di rumah sakit, kedatangan Nabila lebih membuat Yuma histeris lagi. Yuma melempar bantalnya sendiri, dan berteriak ketakutan sejak awal melihat Nabila datang.
Yuta berinisiatif untuk keluar dari kamar, dan memberikan kode agar Laras serta Nabila ikut keluar. Laras meminta Nabila untuk diam di ruang tunggu, sementara dia ikut dengan Yuta ke tempat yang lebih sepi untuk bicara berdua. Laras bertanggung jawab atas Nabila sekarang.
"Kenapa harus bawa Nabila ke sini?"
"Karena Nabila mau minta maaf, Pak. Jadi, saya—"
"Minta maaf?" Yuta tertawa remeh. "Lihat gimana reaksi anak saya setelah lihat Nabila?"
Laras mengangguk. "Saya lihat, Pak. Tapi Nabila punya niat baik untuk meminta maaf pada anak Bapak. Saya berusaha untuk kasih dia izin supaya bisa minta maaf sama Yuma. Temen-temennya Nabila yang lain pun akan meminta maaf, Pak."
"Kalau memang mau minta maaf, kenapa nggak dari awal? Kenapa setelah anak saya sakit kayak gini, Nabila dan teman-temannya baru minta maaf?"
Laras hampir tidak sanggup membalas. Biasanya dia bisa membalas lawan bicaranya, tetapi kali ini dia hampir kehilangan kata-katanya. Laras tahu kalau langkah Nabila memang terlambat, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Laras pun sadar kalau momennya salah untuk meminta maaf, tetapi dia tidak menyangka kalau akan benar-benar salah setelah melihat keadaan Yuma.
"Saat saya masih bicara baik di sekolah, saya udah kasih kesempatan anak-anak itu untuk minta maaf. Tapi apa? Mereka nggak ada niat untuk minta maaf. Orangtua mereka pun terlalu angkuh untuk sekadar minta maaf. Sekarang saya mewakili Yuma nggak bisa nerima maaf Nabila dan teman-temannya, apalagi orangtua mereka. Enggak bisa sampai Yuma bisa sembuh dan balik lagi. Mereka udah naruh banyak rasa sakit ke anak saya, dan saya nggak bisa nerima maaf kalau Yuma masih dalam keadaan yang seperti ini."