Keinginan Tama

2.7K 513 85
                                        

Sekarang Tama sudah memasuki kelas 12, sementara Yuma memasuki kelas 8

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sekarang Tama sudah memasuki kelas 12, sementara Yuma memasuki kelas 8. Keduanya sedang menikmati masa liburan semester yang baru dimulai, tetapi Tama tak begitu menikmatinya seperti biasa. Pasalnya dia sudah harus memikirkan ke mana akan melanjutkan pendidikannya. Kalau boleh jujur, sejak dia masuk SMA, Tama sudah memiliki target kampus yang ingin ia capai untuk kuliah. Namun, Tama tak pernah berani untuk mengatakannya karena dia sendiri masih harus mempertimbangkan apakah bisa masuk ke sana atau tidak.

Sekarang setelah dia naik ke kelas 12, Tama makin yakin dengan pilihannya. Sayannya Tama baru berani mengatakan ke Yuta dan belum memiliki nyali untuk mengatakannya pada Marsha. Pasalnya dia khawatir dengan respon Marsha. Ya, khawatir jika Marsha tidak menyukai keputusannya dan malah tidak setuju. Yuta sendiri memberi instruksi pada Tama agar tidak memberi tahu Marsha lebih dulu. Sebagai gantinya, Yuta akan mencoba bicara pada Marsha dan melihat respon yang diberikannya. Jika positif, maka Tama boleh mengatakannya. Tetapi jika tidak, Tama harus menundanya sedikit lagi.

"Matcha," panggil Yuta ketika Marsha baru saja keluar dari kamar mandi setelah selesai dengan kegiatan malamnya.

Yuta sedang mencoba untuk bicara pada Marsha soal Tama, dan dia memilih malam sebagai waktu yang tepat karena biasanya suasana hati Marsha paling bagus saat malam hari.

"Kenapa?" tanya Marsha sembari naik ke atas kasur dan mulai berbaring. "Kamu nggak mau aneh-aneh, 'kan?"

Yuta tertawa. "Aku cuma mau peluk kamu."

Yuta langsung menerjang Marsha dengan pelukannya hingga istrinya tak bisa bergerak dengan mudah. Marsha membiarkan saja karena suasana hatinya sekarang memang sedang baik, dan bahkan tak ragu untuk membalas pelukan Yuta.

"Aku mau ngomongin sesuatu nih. Lumayan penting."

"Kayak gimana tuh sampai penting banget?"

"Ini soal Tama. Kamu tahulah kalau dia udah mau kelas tiga dan harus persiapan dari sekarang buat masuk kuliah."

Marsha manggut-manggut. Benar juga. Tama harus segera mempersiapkan segala hal untuk masuk kuliah. Tama harus mulai persiapan dari sekarang agar hasil yang ia dapatkan sesuai dengan apa yang ia inginkan. Sejauh ini Tama anak yang sangat rajin dan memiliki jadwal sendiri khusus untuk belajar—begitu juga dengan Yuma. Rasanya bukan hal sulit bagi Tama belajar lebih giat lagi untuk persiapan kuliahnya.

"Kamu maunya dia lanjut ke mana? Maksudnya, ada nggak sih kampus yang kamu maunya Tama tuh masuk situ?"

"Kampus pas kita kuliahlah, Yut. Lucu kali ya kalau kita satu keluarga almamaternya sama." Marsha tertawa karena membayangkan bagaimana jika suatu saat dia akan foto keluarga dengan almamater yang sama satu keluarga.

Yuta mengangguk. Dia pun ikut membayangkannya. "Selain itu? Kira-kira Tama bagusnya di kampus mana?"

"Tama tuh pintar. Aku yakin masuk mana aja pasti bagus. Mau swasta atau negeri, itu sama aja. Asalkan emang ke tempat yang dia mau dan jurusan yang bener-bener jadi pilihannya."

ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang