"Kamu mau nggak jadi pacar aku?"
"Jadi pacar aku, ya? Mau, 'kan?"
"Aku suka kamu. Pacaran, yuk?"
"Kita sama-sama suka, kenapa nggak pacaran aja?"
"Aku suka kamu sejak kita sekelas. Mau jadi pacar aku, 'kan?"
Nakamoto Tama mengembuskan napas berat sembari menatap cermin dengan raut wajah yang gelisah. Rasanya apa yang ia katakan sejak tadi tidak ada yang benar. Semuanya terdengar aneh dan tidak cocok untuk dikatakan pada seorang gadis berhati dingin yang sedang ia taksir di kelas. Sebenarnya, tidak dingin juga. Itu hanya perumpamaan yang Tama buat saja karena gadis yang dia taksir memang sangat keren di matanya.
Bagaimana cara menjelaskannya, ya? Ck. Sulit. Setidaknya bagi Tama. Intinya, gadis yang ditaksir oleh Tama adalah orang yang pintar, keren, dan irit senyum. Tetapi sekalinya senyum, gadis itu akan makin terlihat manis.
"Bingung banget. Tama nggak tahu harus ngomongnya gimana. Takut salah."
Nakamoto Yuta sejak tadi berada di kamar putranya. Mengamati Tama yang berdiri di hadapan cermin dan menyiapkan berbagai kalimat untuk menyatakan perasaan dan mengajak pacaran pada gadis yang ditaksirnya. Bahkan Yuta pun memberi beberapa saran untuk dilakukan Tama.
Salah satunya, jangan terlalu bersikap sok keren karena perempuan belum tentu suka. Yuta memberi saran agar Tama bisa bersikap santai dan tidak menaruh harapan yang banyak. Yuta tidak ingin Tama kecewa kalau sampai ditolak oleh gadis yang taksirnya karena memiliki harapan yang terlalu besar.
"Emangnya cewek yang Tama suka itu namanya siapa, sih?" tanya Yuta sembari menyunyah buah apel yang ada di tangannya. "Cantik nggak?"
"Namanya Aqila," jawab Tama seraya tersenyum. "Dibilang cantik banget sih, nggak juga. Dia tuh lebih cocoknya dibilang manis, apalagi kalau dia senyum. Pokoknya gemesin banget, deh."
Yuta manggut-manggut mendengar deskripsi gadis yang bernama Aqila. Dari namanya saja sudah manis. Apalagi orangnya. Pasti jauh lebih manis seperti yang diceritakan oleh Tama.
"Orangnya sama kayak yang waktu itu ditaksir pas SMP?"
"Beda, Pi. Kalau itu namanya Wanda. Sekarang 'kan kita beda sekolah, Pi."
"Waktu itu aja nggak mau macarin Wanda. Kenapa sekarang mau macarin Aqila?"
"Tama sih nggak terlalu berharap ya, Pi. Kalau ternyata Aqila juga suka dan mau diajak pacaran, berarti Tama beruntung. Kalau Aqila nggak suka dan otomatis nggak mau diajak pacaran, berarti Tama nasibnya jelek."
Yuta hanya bisa geleng-geleng kepala menghadapi lelaki remaja seperti Tama. Yuta akhirnya tahu bagaimana rasanya memiliki anak remaja yang sedang puber, apalagi tahu yang namanya romansa. Tama mulai menyukai lawan jenis sejak SMP, dan memiliki keinginan untuk pacaran saat kelas dua SMA. Bisa dibilang, itu normal-normal saja. Yuta tidak melarang, tetapi Marsha? Entahlah. Yuta dan Tama sama-sama tidak berani untuk mengadu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return
FanficHanya kisah sederhana tentang Yuta dan Marsha (Matcha). Dengan keluarga kecilnya yang...... Aneh! Start: 29 Agustus 2019 End: 24 Mei 2020 Repost: Start: 18 Juli 2020