Menyendiri, menepi, dari semuanya-21

566 171 14
                                    

Sebelum baca silahkan beri votenya
⭐⭐⭐
Happy reading guys

Diam ku, adalah marah ku. Pahamilah itu!
--violin Valencya

Sudah seminggu lamanya, Vio menghabiskan waktunya dibalkon kamarnya. Menghabiskan waktunya, dengan membisu, menatap kosong hamparan rumah-rumah yang berada didekat rumahnya. Pandangannya selalu saja kosong, pikirannya melayang, entah ke mana. Dia tak menangis, juga tak bahagia.

Setelah mengetahui, bahwa dirinya mengidap penyakit yang mematikan itu. Dia selalu mengurung dirinya, dikamarnya. Tak mau makan, tak mau melakukan apa pun.

Raganya, serasa kehilangan jiwa. Dia bahkan tak ingin, bertemu dengan Keyna dan Qheysia. Dia tak ingin menemui siapa pun.

Senja sore ini, begitu indah. Memanjakan mata para penglihatnya. Awan berwarna orens ke kuning-kuningan, tak ada awan hujan, yang ada hanyalah awan yang cerah.

Vio menekukkan kakinya, dia membisu dipinggir jendela kamarnya. Wajahnya sangatlah kacau nan pucat, dia tak mau apa pun lagi, tak ingin apa pun lagi. Jika akhirnya, hidupnya sudah tak lama lagi. Lalu untuk apa? Kebahagian sementara yang ia dapatkan. Untuk apa menjemput kebahagiaan sementara? Untuk apa?

Kenop pintu, terputar secara berlahan. Menampakkan seorang wanita paruh baya mengenakan pakaian berwarna hitam putih. "Vio sayang, Bunda pulang" ucapnya, memasuki ruangan kamar Vio.

Dia mendekap putrinya itu, membelai rambutnya pelan. "Bagaimana kabarmu, sayang. Apa kau merasa lebih baik?" tanyanya, sembari meletakkan tas laptop di meja.

Tak ada, respon dari Vio

Bundanya, menatap Vio, diam. Dia sebenarnya kecewa akan kelakuan Vio yang seperti ini, tapi dia sadar bahwa putrinya itu sebenarnya tidak begitu. Putrinya berubah semenjak mengetahui bahwa dia takkan lama lagi hidup didunia ini. "Apa kau sudah, makan?"

Tak ada, respon!

Bundanya, menatapnya sedih. Dia merasa gagal, segagal-gagalnya. Sikap Vio, yang seperti ini selalu membuatnya kecewa karna gagal, menjaga putri satu-satunya itu. Selama ini dia berusaha memenuhi kebutuhan Vio, dia berusaha menjadi Ayah dan Bunda bagi Vio.

"Baiklah, Bunda akan masakkan kamu sesuatu. Kamu mau makan apa sayang?" ujarnya, berniat memasak untuk putri kesayangannya.

Vio diam, dia memandang rumah-rumah yang terlihat sunyi. Dia menatap Bundanya, sejenak. Sebenarnya dia juga tak ingin melukai Bundanya. Tapi bagaimana, sampai saat ini sulit bagi Vio, untuk menerima semuanya. Sulit baginya untuk menerima keadaan dan kenyataan yang sebenarnya! "Tidak ada" kata Vio, suaranya terdengar hampa.

"Jangan seperti itu, sayang. Bunda, akan masak sesuatu untukmu. Tunggu sebentar" bujuk Bunda, agar Vio mau makan sesuatu. Sejak pagi sarapan dimeja tak disentuhnya. Bunda tak bisa berada disampingnya 24 jam. Setelah Ayahnya tiada, Bundalah yang menggatikan posisi Ayah.

Ayah adalah seorang pengusaha batu bara. Bunda sering sekali berpergian keluar kota, untuk mengecek tambang milik Ayah. Itulah yang membuat Vio, merasa kesepian dan memutuskan tinggal dengan 2 sobat kucrutnya itu.

"Tidak perlu, aku tak ingin apapun juga" katanya, menjentik-jentikkan kuku putihnya.

Bunda Vio, berusaha membujuknya lagi. Mungkin Vio, akan berubah fikiran dan mau makan walau hanya sedikit. "Nanti kamu, bisa sakit Vi" ucap Bunda, berusah membujuknya.

"Lalu, mengapa? Sakit, memang sudah menjadi nasibku, Bunda" ujar Vio, tersenyum getir. Meratapi nasibnya ini.

"VIO!!" teriak Bunda, telinga Bunda seketika memanas akan ucapan Vio barusan.

Just You And Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang