Gara-gara martabak coklat-22

534 162 11
                                    

Sebelum baca silahkan beri votenya
⭐⭐⭐
Happy reading guys

Untuk apa kamu punya mulut, jika kamu tidak bisa mengatakan apa? yang kamu rasakan......
Mengatakan lebih baik, dari pada hanya memberi kode sulit?? Yang hanya akan memperumit
--Keyna Amalia Putri


Malam cukup nyaman, menemani tidur setiap manusia dibumi. Vio masih duduk dipinggir jendelanya, sembari menekukkan kakinya. Setiap hari, hanya tempat itu saja tempat ia merenungi hidupnya.

Menatap bulan yang kini bersinar terang, ditemani bintang-bintang yang bertaburan. Bulan nampak menertawai Vio, yang hanya bisa meruntukki hidupnya. Sudah seminggu lamanya, ia tidak bersekolah, tidak makan dengan teratur, dan tidak ingin bertemu dengan siapa saja. Entah apakah itu juga berlaku dengan, Varo?

Vio merasa lelah, ia berjalan menuju kasurnya, lalu menarik selimut berwarna biru laut, melilitkan tubuhnya dan juga wajahnya. Tak ada cahaya yang menerangi kamarnya, lampu selalu dimatikannya. Kegelapan seakan menjadi teman, yang menemani hidupnya kini, dan mungkin sampai akhir hayat ini.

Ia memejamkan matanya

Tiba-tiba, terdengar suara decitan dijendela kamarnya. Vio, tak memperdulikan hal itu. Dia masih memejamkan matanya

Mungkin, hanya kucing tetangga
Pikirnya.

Namun nihil, suara decitan itu malah semakin keras saja. Vio kesal, ia berjalan tergesa-gesa lalu membuka jendelanya, secepat mungkin. Ingin melihat apakah yang mengganggu tidurnya itu?

Nampak wajah tampan, yang muncul dibalik jendela dan juga sekantong plastik di tangan kanannya.

Aromanya!

Vio, menatapnya datar. Ia duduk disofa kamarnya.

Varo, meloncat menaiki jendela itu, dan yaa! ia berhasil. Ia tersenyum sena, akhirnya ia bisa bertemu dengan Vio, sang gadis pujaan hatinya!

"Hai Vi," sapa varo, namun tak mendapat respon apapun. Hanya tatapan ngeri

Varo melihat tatapan Vio, mengarah bukan pada dirinya, melainkan pada sekantong plastik yang digenggamnya. "Ahk, ini aku membawakan mu martabak coklat, kesukaan mu" ujar Varo, menyodorkan sekantong plastik itu, kepada gadisnya

Martabak coklat!!

Aromanya??

Tak mungkin, aku melewatkannya?

"Gue, nggak lapar. Jadi mending lo pergi sekarang! karna itu percuma saja. Nggak akan ada yang berubah," pekiknya, menahan rasa lapar yang seketika meruntukinya. Martabak, pasti rasanya sangat lezat! Dengan coklat didalamnya! Aku menginginkannya, tapi, tapi?

Vio masih menatap sekantong plastik itu, dia menggigit bibir bawahnya. Menahan air yang akan tumpah dari mulutnya sebentar lagi. Dari aromanya saja, sangat menggoda. Aku menginginkan mu martabak coklat! "Benarkah, kalau begitu baiklah aku akan pulang dan memakan martabak ini sendirian, Vio tak mau memakannya." ujar Varo, melirik gadisnya. Dia tahu bahwa sebenarnya, ia menginginkan martabak coklat yang ia bawa, tapi dia kembali lagi dengan egonya. Ego para gadis memang sulit untuk dipahami!

"Aku pergi," pekik Varo, melangkah secara perlahan sembari melirik Vio.

Vio berfikir sejenak. Dia sebenarnya sedang lapar, tapi martabak itu juga cukup mengiurkan. "Ehk, tunggu" cegah Vio.

Varo menghentikan langkahnya, dia sangat yakin bahwa idenya ini pasti akan berhasil. Dia menoleh ke arah Vio, menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa? Aku harus pulang sekarang, aku akan memakan martabak yang sangat lezat ini"

Vio menatapnya kesal. "Katanya, lo bawain buat gue. Terus kenapa lo pulang? Tanpa memberi gue martabak itu!"

"Kalau begitu, jangan datang lagi" lanjutnya.

"Apa kamu marah? Baiklah kamu menginginkannya, ini untukmu sekuanya" ucao Varo, menyodorkan kantong plastik itu kepada Vio.

Nata Vio seketika berbinar-binar, seaka. Dia mendapatkan hal yang paling berharga. Dia menggigit bibirnya, menahan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya. "Benarkah," tanya Vio, ragu.

"Tentu" jawab Varo, disertai anggukan kepala.

Vio segera mengambil kantong plastik yang berisi martabak itu, dia meletakkannya diatas nakas. Nampak aroma martabak sangat jelas diciumnya lewat indra penciumannya. Dari aromanya saja, sudah jelas bahwa martabak itu sangatlah lezat.

Tanpa menunda-nunda lagi, Vio segera mengukurian tangannya dan melahap martabaknya.

Ehmm, ternyata ini sangat lezat.

Dengan coklat didalamnya!

Martabak ini, lezatt sekalii.

Vio melahapnya tanpa henti, tidak peduli jikalau imagenya dihadapan Varo akan menjadi bagaimana. Yang jelas dia ingin melahap martabak ini. Vio mengambil potongn martabak lagi, dan dia berjiat melahapnya.

Namun entah apa yang dia pikirkan, dia mengulurkan tangannya ke hadapan Varo dengan martabak coklat dalam genggamannya. "Apa ini?" tanya Varo, bingung.

"Gue tahu, lo juga belum makan" ucap Vio, berniat menyupi Varo martabak coklat. Menyuapi?

Varo melahap martabak yang diberikan Vio. Mereka berdua memakan martabak itu bersama-sama.

Vio menyandarkan tubuhnya, pada sofa yang ada dikamarnya. Kini martabak coklat itu sudah habis dilahapnya, meninggalkan rasa kenyang yang melanda.

Vio menatap jam dinding yang ada dihadapannya, menu jukkan jam 11.44 "Baiklah, sekarang lo harus pulang. Bunda bisa datang, kapan saja" suruh Vio, menyur Varo untuk segera pulang.

Varo menatap jam dinding itu, ternyata benar. Sudah larut malam, dia harus segera pulang. Namun sebuh ide terbesit dalam otaknya. "Apa kamu tak membiarkan ku duduk sebentar saja, aku merasa sangat kenyang. Sulit, bagiku untuk meloncat dijendela yang sangat tinggi itu"

"Oh, ayolah cepat pergi. Bunda akan datang" ucap Vio, memaksa. Vio menarik legan Varo agar secepat mungkin meloncat dari jendelanya dan semuanya akan baik-baik saja.

Tiba-tiba terdenhar suara langkahan kaki. Semakin lama, semakin terdengar jelas.

Tok...

Tok...

Suara ketokan dipintu Vio. "Vio, apakah kamu sudah tidur?" ucap Bunda Vio, yang berada didepan pintu kamarnya.

Vio membulatkan matanya, Bunda! "Tuhkan, Varo ayo cepat pergi. Ku mohon, Bunda pasti sangat marah jika melihatmu disini" cetuk Vio, berusaha mengelurkan Varo dari kamarnya. Kalau tidak, kalau tidak--

"Apa bunda mu, selalu marah? Aku kan hanya memberi putrinya makan" ketus Varo, masih bersantai pada posisinya yang nyaman.

Vio mondar-mandir, bagaimana ini? Mengapa Varo tidak mau pulang, jika dia pulang maka semua masalahku akan beres. "Oh ayolah Var, cepat pergi. Sebelum bunda membuka pintu itu. Kumoho--"

Vio segera menoleh, Bunda mebuka knop pintu itu. Dia mengedarkan pandangannya pada setiap sudut kamar Vio. Lalu melangkah kepada Vio, dbgan raut wajah yang sulit untuk diartikan.

"Vio" ujar Bunda, menatao Vio yang masih terdiam tak bergemih sedikit pun.

Bunda menatap ke arah jendela, seperti dia mencurigai sesuatu. "Apa ini?"

"A-apa?" jawab Vio terbata-bata, takut jika Bunda mengetahui semuanya.

"Mengapa kamu belum juga, tidur. Ini sudah larut malam. Dan apa ini, mengapa jendela mu belum kamu tutup. Angin malam tidak baik, untuk kesehatan mu, Vio"

"Baiklah, aku akan tidur. Bunda tidurlah" sahut Vio, berharap Bunda segera meninggalkan kamarnya tanpa rasa curiga sedikit pun.

"Baiklah, jaga dirimu. Bunda ke kamar dulu"

"Ehk, iya Bun"


Thankyou for reading
See you next part

Just You And Me✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang