Semenjak kejadian di Unit Kesehatan sekolah alias UKS tempo hari, aku dan Bian jarang berbincang lagi bahkan sekedar menyapa pun tidak. Bocah tidak jelas, aku sih tidak peduli mau Bian bagaimanapun tapi tetap saja terasa sepi tanpa Si Pengganggu Bian itu. Apa bercanda ku keterlaluan ya? Atau mungkin Biannya saja yang terlalu ambil hati. Ada keinginan untuk kembali akur sih tapi masalahnya aku tak tahu salah apa, lantas aku harus meminta maaf atas dasar apa. Terbayang jika aku minta maaf tanpa sebab, pasti Bian hanya akan tertawa dan mengejekku.
"Raaa anter yokkk ke cowok gue," ajak Shila padaku.
Aku menolaknya dengan mentah-mentah. Tentu karena aku malas, pertama kelasnya jauh dan aku tak mau jadi nyamuk.
"Sopan lu minta anterin ngapel?"
"Ayo dong, Raaa."
Shila terus memelas sampai ia menggelayuti lenganku, aku pun menghelas napas dan menuruti temanku yang satu ini. Percuma saja menolak, ia pasti memaksa. Disepanjang jalan Shila tak henti hentinya membicarakan sang pacar. Aku hanya mengiyakan dengan malas hingga akhirnya kami tiba di depan salah satu kelas.
"Ini kelasnya?" Tanyaku memastikan, Aku dan Shila pun masuk ke dalam kelas tersebut. Mataku langsung tertuju kepada laki laki yang tidak asing bagiku. Albian, ia sedang memainkan gitarnya dengan beberapa siswi yang sedang bernyanyi di belakang kelas. Oh jadi Bian sekelas dengan Reza?
"Cowok lu sekelas ama si, Bian?" Bisikku pada shila.
"Kagak anjir, dia kan temen lu yang dari IPS itu anjir. Emang suka nongkrong di sini dia, numpang ngamen," jelas Shila. Benar juga, kenapa aku mendadak bodoh begini. "Joget buru, Ra. Tar gue sawer," tambah Shila.
Aku tertawa mendengar suruhan Shila tadi, mataku melirik Bian sekilas di sela-sela tawaku begitupun sebaliknya. Aku tidak berniat menyapanya atau hanya sekedar tersenyum, untuk apa? Kalau pun dia ngambek ya siapa peduli, memangnya aku salah? Bian juga nampak cuek dan melakukan hal yang sama, manusia itu melanjutkan nyanyiannya.
Aku dan Shila duduk di bangku kosong dekat Reza. Ternyata Reza membawa bekal. Pasti mereka berdua mau makan bersama. Lumayan, aku bisa mencicipi bekal Reza, ada untungnya juga Shila mengajakku. Kmai mulai berbincang santai sambil menikmati bekal Reza yang berisi nasi dan nugget, rasanya enak. Sialnya mataku terus saja melirik ke arah Bian di sela-sela perbincangan kami, menyebalkan. Rasanya aku ingin mengatai dan menarik rambut Bian yang saat ini memasang tampang sok keren. Lihatlah bagaimana cara ia bernyanyi dan menatap cewek-cewek di sekelilingnya. Jika kalian pikir aku cemburu, maka kalian salah. Aku tidaj cemburu sama sekali, hanya saja hatiku kesak sendiri melihat Bian sekarang. Aneh bukan? Tapi ya sudahlah, mungkin efek dari mentruasi. Aku mencoba kembali fokus ke perbincangan awal dengan Shila dan Reza, menahan kepalaku agar tak menoleh ke arah Bian. Jika Bian tahu aku terus memperhatikannya maka ia pasti semakin besar kepada. Setelah urusan Shila selesai kami segera kembali lagi ke kelas.
________
Malam ini adalah malam minggu. Pergi keluar? Huh tidak, aku lebih memilih bermalas malasan di kamar dengan tenang. Lumayan bosan tapi mau bagaimana lagi. Orang-orang sibuk berpacaran. Aku terus saja mengecek ponselku yang sudah jelas tidak ada pesan dari siapa pun selain grup.
Drrrrtt
Ya ya ya aku sudah tahu pasti notifikasi barusan juga dari grup jadi aku pun mengabaikannya. Namun selang beberapa menit panggilan masuk ke ponselku saat ku lihat ternyata itu dari Bian. Mau apa dia?
Ku tolak teleponnya, aku terlalu malas untuk bicara saat malam entah mengapa. Lagipula selagi bisa chat untuk apa telepon kan?
Napa? Kangen?
Ketikku dalam pesan tersebut.
"Vc buruan. Nggak usah sok sibuk," kata Bian di dalam pesan suara yang ia kirimkan. Kenapa lagi sih dia? Bukannya ia masih ngambek?
Tapi karena aku penasaran aku pun memanggil Bian lewat video call dan Bian langsung mengangkatnya. Pria itu terlihat sedang di luar, nongkrong bersama kawan-kawannya.
"Cie malmingnya di rumah cie." Ledek Bian padaku. "Sini ae join ama kita, kita ngeband." Tambah seseorang yang tiba tiba tersorot kamera itu. Terlihat Bian mendengus kesal aambil memukul kepala temannya itu. Aku pun membalas ajakan tadi dengan kapan kapan.
"Ra, lu nggak mau tau gitu soal kemaren kemaren gue diemin lu?" Tanya Bian.
Aku berpikir sejenak, "Lah emang lu diemin gue?" Tanyaku.
Bian berdecak lalu memutar bola matanya malas. "Mau tau nggak, nih? Kalo mau besok gue ke rumah lu."
Aku terdiam panik, Bian kenapa sih? Tidak jelas, tiba-tiba ngambek, tiba-tiba mau main ke rumah.
"Mau gue usir hah? Bilang ae lu mau ngajak gue jalan, kangen kan lu ama gue? Gengsi amat, ajak langsung ae padahal," ejekku dengan percaya dirinya.
"Heleh, ngapain udah ada cewe gue mon maap nih," katanya lalu menyorot kepada perempuan yang duduk disampingnya.
"Sembarangan, bohong dia cewe gue," kata laki laki yang tadi sambil merangkul kekasihnya.
"Bacot, Idan," kesal Bian. Idan? Apa itu nama dari temannya Bian ya?
Ok ini sukses membuatku tertawa terpingkal. Dasar Bian ada ada saja orang ini.
"Kakak itu capaaa."
Aku mengejat saat tiba tiba adikku ada di sebelahku sampai ponselku jatuh. Sudah seperti hantu saja dia. Aku pun menjawab pertanyaannya dan mengambil ponselku lagi. Video callnya belum terputus, sedangkan Bian sedang tertawa lepas disana.
"Ngapa lu tawa?" Kataku datar.
"Ngakak liat muka lu anjir sumpah."
Aku berdecak sebal dan tidak menanggapi celotehannya.
"Haii kakaaaak. Ganteng ihhh jadi pacal Eca yaa," ucap adikku Eca.
Ku pelototi Eca, apa-apaan dia? Anak umur lima tahun sudah tahu pacaran dan pakai acara genit segala pula.
"Nggak ah, dek. Maunya jadi pacar kakak kamu," balas Bian.
Apalagi ini Ya Tuhan.
"Bacot buaya, besok betumbuk ama gue lu," Ancamku. "Bye mo tidur gue!" Kataku lagi lalu mematikan teleponnya.
Ku taruh ponselku di meja lalu ku tatap adikku yang saat ini sedang menatapku, "Kamu ngapain masih disini? Sono tidur dih bocah," kataku. Eca menggeleng-gelengkan kepalanya lalu memeluk guling. Duh anak ini, aku paling malas tidur dengannya. Tidak bisa diam bahkan saat tidur sekalipun, malah pernah ia sampai jatuh dari kasur dan tentu aku yang dimarahi ibu.
Kenapa malam ini random sekali ya tuhan? Bian yang tadinya ngambek tiba-tiba menelepon bahkan mau main ke rumah. Dan sialnya kenapa aku ladeni?? Aku ini belum lama mengenal Bian, tapi entah mengapa sejak awal kami bertemu rasanya tak asing.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Covered
Teen Fiction"Lu itu kayak Jepang tau nggak, sih? Dateng disambut seneng karena dianggap pembebas dari penjajah Belanda tapi nyatanya Jepang juga ngejajah. Nah kalo lu itu dateng ke idup gue, ngelepasin gue dari seseorang dan masalah gue. Tapi akhirnya gue malah...