Tiga puluh satu

1 0 0
                                    

Dengan langkah cepat aku mencoba menyamakan langkahku dengan Bian. Ia berjalan begitu cepat, kami sedang mencari guru pembimbing lomba.

Kami sudah memutuskan mengundurkan diri, karena aku malas hehe... Cukup bilang saja jika aku tidak diizinkan orang tua dan semuanya selesai. Sedangkan Bian akan mengikuti kejuaraan Taekwondo tingkat provinsi. Huhu keren bukan? Bian ditunjuk begitu saja agar ikut lomba dan didaftarkan ke Bu Evi, maka dari itu untuk membatalkannya ia harus menemui Bu Evi.

Sebenarnya hanya Bian sih yang akan mengundurkan diri. Karena aku sudah di diskualifikasi karena tidak datang saat eliminasi antar kelas kemarin. Jadi, aku hanya mengantarnya. Ini juga karena ia memaksa.

Kami pun sampai di ruangan Bu Evi selalu pembimbing lomba nasional tahun ini. Bian mulai menjelaskan maksudnya datang ke sini. Tanpa banyak bicara Bu Evi langsung menyetujui keinginan Bian.

Bian berterima kasih, Bu Evi menatapku tajam. Aku menelan ludah, "Kenapa, Bu?"

"Kamu kemarin kenapa ga dateng?"

Aku terdiam dan berpikir untuk mencari alasan agar tidak diomeli, "Anu, Bu. Lupa, hehe."

Klasik. Tapi bagaimana lagi, aku tidak menemukan alibi yang bagus.

"Nyautin guru aja jago kamu. Giliran di suruh lomba malah ga mau."

Aku menoleh ke arah Bian guna meminta bantuan tapi pria itu malah acuh dan menatapku dengan meremehkan. "Ya gimana ya, Bu. Saya trauma.."

Nah akhirnya alibi yang bagus terbesit di kepalaku. Kerja bagus, "Kalau menang takut pialanya di ambil sekolah."

Bu Evi diam, benar kan? Ini adalah alasan yang sangat bagus, Bu Evi pasti tidak akan bisa membalasnya. Tapi ini bukan hanya sekedar alibi, ini kenyataan. Aku pernah ikut lomba menulis cerpen saat kelas sepuluh dan membawa piala. Dan dengan mudahnya sekolah mengkudeta piala milikku. Aku trauma, tidak lagi.

"Gampang yang sekarang ibu usahakan bikin duplikat jadi piala tetep di kamu, deh." Aku diam, panik! Harus alasan apalagi ini.

"Ga ada alesan lagi, kan? Udah kamu aja ya. Kemarin jadinya cuma seleksi buat yang cowok. Yang cewek tadinya mau anak mipa lima, tapi dia sakit. Jadi ceweknya kamu aja deh ya. Daripada kamu nyaut-nyautin saya mulu, durhaka. Mendingan nyaut di debat," tambahnya.

Ku lirik Bian yang sedang menahan tawa di sampingku. Aku diam lagi, ok ini ultimate. Tidak ada celah untuk membantah. "Ish, yaudah deh. Nyerah saya, Bu. Materi debatnya apa?"

Bu Evi tersenyum senang, "Gampang, masalah remaja."

"Terus partner saya siapa?"

"Cahya."

"Hah? Cahya? Serius, Bu?"

Cahya si mulut lemes? Ini bahaya! Jika aku menjadi rekannya bisa-bisa malah aku dan dia yang berdebat. Mana aku dan Cahya selalu beda pendapat pula.

"Iya Cahya temen sekelasmu. Udah, ah. Ibu ada urusan," jawab Bu Evi lalu keluar dari ruangan.

"Mampus, mamam noh debat," celetuk Bian lalu berjalan keluar. Aku mengikutinya.

"Lu kenapa malah diem mulu, sih? Mana malah nahan tawa, bukannya bantu," sebalku.

"Apa? Mau nyalahin gue?" Ucapnya sambil membalikkan badan ke arahku.

Aku berdecak kemudian mendorong pelan tubuh Bian yang menghalangi jalanku, "Ck, tau, ah."

"Dih, ga jelas bocah," ucap Bian sambil menyamakan langkahnya denganku.

"Untung gue baik, lu ngambek ga jelas ge diem aja gue mah. Yaa kalo kesel paling gue oukul," tambahnya yang tak aku gubris itu. Sebenarnya aku tidak ngambek! Aku kesal pada Bu Evi.

"Tau ga?" Tanya Bian sambil merangkul dan menatapku. Aku menghentikan langkahku dan balas menatapnya dengan penuh pertanyaan.

"Gue ada crush baru dong."

Aku mengalihkan pandanganku dari wajah Bian yang tengah sumringah dan terdiam, "Ya udah. Terus?"

"Ya gapapa, sih. Flexing aja gue."

"Ya udah. Good luck," ucapku datar lalu jalan mendahuluinya. Entahlah, rasanya aku malas mendengarkan Bian kali ini. Tidak, aku tidak cemburu. Hanya saja... Ini sedikit mengganggu.

"Dih ga jelas lu. Susah banget liat gue seneng," teriak Bian di lorong yang sudah sepi itu.

"Buset ga nengok. Biarin aja ga gue anter balik," ancamnya. Aku tidak menggubris ancamannya. Bodo amat. Rasanya kali ini aku malas pada Bian.

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

Guyss sebenernya ini ada yg baca ga sih?? :V saya mulai raguu. Kek ga ada kehidupan anjir di cerita ini. Kalo lu baca bisa komen ye. Biar gue tau, kga apa apa dah ga vote. Yg penting gue tau ada yg baca :"

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang