Dua puluh tiga

5 1 0
                                    

Senyuman terus saja mengembang di wajahku. Entahlah, hati ini terasa senang sejak kejadian kemarin pagi. Ada sedikit keraguan dalam diri, aku pernah mendengar pepatah yang katanya jika kita senang maka tak lama lagi kita akan merasa sedih. Maka dari itu jangan berlebihan. Tapi ya sudahlah daripada memikirkan pepatah lebih baik menikmati kesenangan ini.

Matahari di senin pagi ini sangat terik, hingga membuat aku dan siswa-siswi lain merasa kegerahan dan pening. Kami sedang melaksanakan upacara bendera, tentu saja teman-temanku ini sudah rewel dan terus mengeluh. Tapi tidak denganku, aku senang...
Ditambah hari ini Ryan menjadi pemimpin pasukan dikelasnya. Ya karena kelasnya dan kelasku sebelahan, aku bisa dengan jelas melihatnya memimpin dengan suara manisnya.

Saat ia akan kembali ke tempat ia melirikku dan tersenyum. Siapa yang tidak senang bukan? Huft ku pikir Bian harus tau ini.

Upacara pun selesai, aku bergegas ke kantin untuk membeli minuman. Oh ya setelah upacara ada waktu kosong sekitar lima belas menit untuk istirahat.

Lalu aku mencari Bian ke UKS karena Bian kan anggota PMR, pasti dia ada disana. Namun saat menuju kesana Lena dan Daffa menghalangi jalan ninjaku mencari Bian.

"Apaan lagi Kak? Hukuman gue kan udah beres."

Ya! Memang benar hukumanku telah selesai dua hari yang lalu. Begitu juga dengan yang lainnya. Pokoknya setelah bimbingan mental kemarin selesai semua ikatan ku dengan osis. Tidak peduli, aku tidak akan ikut kegiatan osis selama satu semester.

Seperti biasa Lena terus saja menampilkan wajah masamnya. Perasaanku tidak enak...

"Saya butuh bantuan kamu," ucap Kak Daffa alias Kak Dasi.

Benar kan? Firasatku selalu benar kawan.

"Duh maap kak! Gue ada urusan penting asli," tolakku.

"Bad attitude banget ya jadi cewe. Ya ga Daf?" Celetuk Lena sambil bertanya pada Daffa.

Persetan aku memang ada urusan. Menolak membantu kok bad attitude. Memaksa minta bantuan juga bad attitude kan.

"Dia ada urusan ama gue. Bye!" Kata seseorang sambil membawaku ke parkiran.
Orang itu Fajri, kalian ingat kan? Itu lho Kak Setan.

"Ini apalagi sih elah," ketusku.

"Jangan jutek-jutek,Neng!" ucapnya.

Aku mencibir lalu melepaskan pegangan tangannya dari lengan kiri ku.

"Bodo ah nih buat kaka," ucapku lalu memberikan sebuah permen padanya sebagai ucapan terima kasih hehe... Kak Fajri ga jelas. Setelah aku menyelidiki ternyata Kak Fajri ini kelas dua belas yang terkenal suka modusin adik kelas. Jadi ya bisa ku maklumi tingkahnya ini. Selagi tidak merugikan ya tidak masalah.

Aku pergi dari sana menuju UKS, ck ada saja pengganggu sial. Padahal aku sudah gatal ingin cerita banyak pada Bian.

"Eh, Bi!!!" Panggil ku saat melihat Bian baru saja keluar dari UKS.

"Apaan ? Kangen?"

Aku mengabaikannya lalu menyuruh ia duduk dan memberi minum.

"Ini paan lagi? Naksir ama gue lu?" Ucapnya lalu minum.

"Ga gitu, Bian! Gue kesini karena .. gue mau pamer kalo gue lagi seneng huhu," ucapku dengan antusias.

Bian menatapku sinis, "Penting?"

Aku berdecak sebal. "Kemaren cemceman gue muji gue Bi! Sumpah dari awal gue demen ama dia baru kali ini dia kek gitu! Mana dia ngambil belek di mata gue lagi Bi," celotehku.

"Si cowo cantik itu? Apa yang harus di puji dari lu btw?" Tanya nya.

"Lu mah gitu anjir. Ga bisa liat gue seneng apa?" Kesalku.

"Senengnya ae ama orang laen buat paan peduli..."

Ha? Maksudnya apa sih? Bian ga jelas.

"Dia muji lu bukan berarti suka, Ra!" Timpalnya lagi.

Benar juga sih ucapan Bian. Tapi aku sudah terlanjur terbawa perasaan sial.

"Dia tiba-tiba kek gitu kan? Ga bener nih," kata Bian lagi sambil melihat ke atas seolah berpikir.

"Hati-hati ae, Ra," tambahnya.

Kenapa lagi? Kenapa Bian seolah tak senang melihatku senang dan malah memberi peringatan.

"Lah napa gitu? Bukannya bagus ya Bi? Gue ada kemajuan. Dia... mulai care sama gue," kataku.

Benar bukan? Dibanding awal aku menyukainya, baru sekarang ini Ryan perhatian kepadaku

Bian mendecih lalu mendelik."Gue saranin jan terlalu pake perasaan. Tar jatoh nangisnya ke gue dah."

Mendengar itu entah kenapa perasaanku kesal. Ah sial Kenapa Bian menghancurkan mood bagus ku. Yang dikatakan Bian memang benar sih. Tapi saat ini logika ku sedang tidak berguna. Jadi percuma saja.

"Sabodo, iri bilang boss. Dahlah mo ke Ryan bye," pamitku dengan nada sinis.

Aku pun pergi dan mencari Ryan, ku hampiri Ryan yang sedang berjalan menuju kelas. Ia baru saja selesai dari kantin.

"Yan!!"

Tbc
Don't forget to vote and comment

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang