Sabtu pagi ini aku berniat pergi ke rumah Bian sekalian jogging seperti biasa. Dia memintaku meminjamkan buku biologiku, soalnya kata dia jawaban yang aku foto lalu di kirim ke dia jelek semua, ga jelas, blur dan yang lainnya. Dasar! Sudah nyontek, ngatain lagi.
Sesampainya di sana, aku langsung di ajak main catur oleh ayah Bian dan ditemani beberapa camilan dan secangkir kopi. Mantap! Ya kalian bisa tebak sendiri Bian sedang apa. Tentunya ia masih tidur. Sedangkan ibunya Bian seperti biasa ia pergi ke majelis ta'lim. Masyaallah lihat! Ibunya begitu sholehah dan religius sedangkan si Bian? Ahh sudahlah...
Beberapa babak sudah ku lalui. Dan di semua babak aku kalah! Bagaimana bisa? Padahal kan di permainanku dengan ayah Bian waktu itu aku yang menang. Emm hampir sih soalnya kan ayah Bian kabur.
"Hahahah, udah kamu nyerah aja. Ga akan bisa ngalahin jagoan," sombong ayah Bian lalu mengisap rokoknya.
Kalau di pikir-pikir sifat sombongnya itu sangat mirip dengan Bian.
"Siap pak jago. Nyerah! Oh ya Bian nya masih tidur, Yah?" Tanyaku.
"Masih. Tu anak satu kalo ga dibangunin ga bakalan melek. Kamu bangunin aja gih. Kalo ga bangun siram juga boleh," kata Ayah Bian.
Aku mengangguk paham lalu masuk ke kamar Bian yang pintunya sudah terbuka itu. Aku terdiam tatkala melihat tidurnya yang sangat kalem itu. Bagaimana bisa? Bian tidur meringkuk di bawah balutan selimut dengan damainya. Bibirnya seperti tersenyum, padahal aku kira saat Bian tidur mulutnya akan terbuka lebar seperti badak dan mengeluarkan air liur alias membuat pulau. Namun aku salah besar! Ini malah posisi tidur yang manis! Aku saja kalah.
Aku memanggil namanya berulang kali dan sedikit mengguncang tubuhnya. Namun ia hanya bergumam dan membelakangi ku. Sialan! Aku mencari cara lain dengan mencipratkan air ke wajahnya. Namun ia malah menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut. Duh aku harus apa lagi?! Mana mungkin aku siram kan? Ya walau sudah di beri izin tapi tetap saja tidak enak.
Aku terdiam dan berpikir, lalu terlintas sebuah ide di kepalaku. Aku tersenyum lalu menarik selimut Bian. Lalu aku tekan hidung Bian. Dengan begini kan dia akan bangun karena tak bisa nafas. Satu... dua... tiga...
Bian membuka matanya dan menyingkirkan tanganku yang sedang menekan hidungnya. Dia menarik napas dengan cepat mencoba menstabilkan napasnya itu. Bian menatapku lalu melempar ku dengan bantal. Dengan sigap aku menangkapnya dan tertawa.
Bian bangun dari tidurnya. Ia duduk dan melamun sebentar lalu menguap.
"Kemaren tetangga gue ada yang tidur terus besoknya ga bangun lagi," ucapku.
"Bacot ganggu!" Kesal Bian lalu menidurkan lagi badannya dengan posisi tengkurap.
Aku duduk di kursi meja belajarnya yang bersebelahan dengan ranjang.
"Lu mah ah, Ra. Mimpi gue jadi ga bisa di terusin kan," ucap Bian sambil melihatku.
"Mimpi apaan? Basah?" Tanyaku asal. Bian melotot dan kembali melempar ku. Namun kali ini dengan guling.
"Ndasmu. Gue lagi mimpi ngapel sama Dila Ra," kata Bian lalu kembali tersenyum. Oh pantas saat tadi tidur ia tersenyum. Mimpiin Dila toh.
Dila lagi Dila lagi! Apa dia ga bosan? Aku saja yang mendengarnya bosan.
"Njir mimpi basah bareng Dila maksud lu?"
Bian kembali melotot mendengar ucapan asalku. Biar saja dia kesal! Siapa suruh membahas Dila melulu.
"Nih. Mending lu cepet salin tu jawaban. Lebih berfaedah daripada mimpiin si Dila," ucapku dengan nada kesal.
"Tulisin dong!" Titahnya dengan santai.
"Udah nyontek terus nyuruh? Lawak lu?"
"Aelah mau bantuin orang tu sekalian, jangan setengah-setengah," jawabnya lagi
"Mau gue tulis BIAN BANGSAT!! lagi?"
"Eh sialan jangan lah," bian turun dari kasur nya dan mengambil bukunya.
"Btw ini kamar lu?" Tanyaku sambil melihat sekeliling kamar. Aku tak yakin ini kamar Bian. Kamar ini dicat berwarna ungu dan putih. Biasanya kan kamar cowok dicat warna biru atau warna gelap lainnya. Tak hanya itu, spreinya juga kembang-kembang ditambah selimutnya bergambar beruang.
"Iye kenapa?"
Aku tertawa setelah mendengar itu
"Hahah serius? Anjir kek kamar anak gadis ae. Sprei kembang-kembang, selimut gambar beruang ama chatnya ungu," ledekku sambil terus tertawa.
"Eh asu. Ini bukan sprei gue ya! Noh sprei gue mah yang Barca anjay," elaknya.
"Lah itu selimut?"
"Selimut mah apa ae bebas ya. Yang penting anget," jawabnya sambil mendelik ke arahku. Dih
"Siap tuan putri," jawabku sambil memberi hormat ala pelayan dengan tuannya.
"Anjing" umpat Bian.
Setelah puas meledek Bian, ia segera menyalin tugas dari buku milikku. Lalu setelah itu Bian pergi ke kamar mandi dan mengantarku pulang. Kali ini bukan aku yang minta. Tapi Bian yang menawarkan katanya sih sekalian dia mau nongkrong.
"Tumben nongkrong. Biasanya ge ngapel," tanyaku saat kami sudah di motor.
"Mumpung di bolehin cewe gue."
Astaga repornya. Main lun harus ada izin. Untung saja aku single. Bisa pergi kemana saja dengan bebas.
To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Covered
Teen Fiction"Lu itu kayak Jepang tau nggak, sih? Dateng disambut seneng karena dianggap pembebas dari penjajah Belanda tapi nyatanya Jepang juga ngejajah. Nah kalo lu itu dateng ke idup gue, ngelepasin gue dari seseorang dan masalah gue. Tapi akhirnya gue malah...