Setelah insiden gagal traktir kemarin aku benar-benar kesal. Alhasil, hari ini aku akan membalas dendam! Aku akan membeli dua porsi mie ayam dengan sambal yang banyak, setelah memesan aku duduk dengan Rahmi. Ngomong ngomong ini sudah jam pulang sekolah tapi kami mampir ke kantin dulu karena kelaparan. Daripada aku kelaparan di angkot, pasti jam segini macet.
Mataku berbinar melihat betapa indahnya dua mangkuk mie di hadapanku, segera ku tambah sambal dan saus agar semakin enak. Rahmi hanya menggeleng melihatku makan dengan lahap seperti babi. Rahmi dan aku selesai menghabiskan satu mangkuk.
"Babak dua asikkk!!!!" Ujar ku lalu mengambil mangkuk yang belum terjamah itu.
Rambutku sudah berantakan terlihat gembel sekali dengan bibir jontor karena pedas dan keringat. Aku mengikat rambutku dan lanjut makan.
"Elah lama lu ah. Gue duluan ya, udah di jemput ayang," ucap Rahmi lalu pergi tanpa persetujuanku. Dasar manusia-manusia bucin. Lagipula sejak kapan ia punya ayang? Teman saja sedikit. Aku hanya menatap malas dan enggan membalas senyumnya. Lalu aku melanjutkan makanku lagi.
"Widihh enak tu."
Aku menoleh ke sumber suara, Bian! Karena aku malas aku hanya mendelik sebal dan lanjut makan. Tadinya aku ingin menyapanya tapi aku ingat kemarin ia gagal membuatku makan mie ayam. Biar saja ia bicara sendiri.
"Idih sombong amat, neng." Katanya lalu menepuk pundakku.
Uhuk uhuk
Aku tersedak, sial! Tersedak makanan pedas? Tentu kalian tahu rasanya kan? Ku lihat Bian hanya tertawa puas, iblis!
"PAK BAGI MINUM," teriak ku meminta izin kepada penjual mie ayam ini. Lalu aku meminum air hingga beberapa gelas, kalau kata nenek ku seperti ikan mujair, nenek benar! Aku seperti itu, aku terlihat seperti mujair dengan mulutku yang terus mangap-mangap layaknya ikan yang kekurangan air.
Saat sudah merasa lebih baik segara ku jambak rambut Bian, persetan dengan tatapan orang orang. Aku kesal.
"Bian sialan kalo gue mati gimana, anjir!" Marahku.
"Nggak bakal! Lu kan mario, nyawanya lima," candanya yang menurutku garing itu. Dad jokes itu tidak lucu sungguh. Aku berdecak melihat wajah Bian yang tanpa rasa bersalah itu dan melanjutkan makanku.
"Lagian kalo lu mati, gue rela jadi tukang gali kubur dah," ucapnya lagi. Memang menyebalkan.
Setelah selesai, aku membayar dan melirik sinis Bian kampret yang sedang senyum-senyum mengerikan. "Ngapain lu masih disini?" Ketusku lalu mengambil tas dan berjalan pergi.
Bian mengikutiku dengan senyum riang dan merangkul pundakku. Ck, apa sih? Aku berontak namun ia malah menyuruhku diam.
" Nilai ekonomi gue sembilan puluh anjir, Ra! Lu si ah gue kan nggak mau nilai gede. Gue nggak mau sombong dengan nunjukkin IQ gue yang ampe dua ribu plus plus," tutur Bian dengan bangganya, bahkan nada bicaranya terdengar besar dan tinggi sama seperti kesombongannya. Padahal itu hasil kerja otakku yang terbatas ini.
"Bacot! Gue budek kampret!" Kesal ku.
Lalu ia nyengir dan berucap "Ehe, traktiran nya gue tambahin dah kita ke tempat makan yang baru buka itu."
Demi apa? Yesss! Alhamdulillah, puji Tuhan Tapi ku harap ini bukan hanya wacana. Awas saja jika ja bohong, akan ku bocorkan bahwa yang mengerjakan tugasnya itu aku.
Ngomong-ngomong di sini memang ada rumah makan yang lumayan terkenal dan baru saja dibuka. Harga menu nya pun lumayan tinggi untuk ukuran anak sekolah seperti aku yang hanya mampu membeli mie ayam dan gorengan.
"BENER YA???" Tanyaku memastikan. Aku tidak mau dibodohi olehnya lagi.
"Heem. Tapi gue bayar minumnya doang yak! Soalnya~"
"Soalnya apaaan??"
"Lu ngerjain nomer lima pake rumus fisika anjirrrr. Ngitung laba napa jadi pake rumus impuls kampret. Gue di omongin ama guru terus di suruh pindah ke Mipa," jelasnya panjang lebar.
Aku tertawa ngakak, ya aku memang sengaja mengerjainya. Tadi nya mau ku kerjakan semua nomor dengan rumus fisika tapi kasihan haha.
"Sengaja, heh! Pokonya besok traktir gue ke situ nggak mau tau, kalo kagak gue bilangin ke guru ekonomi lu!" Ancamku yang sepertinya ampuh.
"Yodah, besok jam dua."
Aku mengangguk dengan semangat.
"Lepas ni rangkulan, diliatin anak Osis jingan," kataku. Bian melihat ke kumpulan anak Osis yang sedang berkumpul itu dan melepas rangkulannya.
"Biasa aja ngeliatin nya. Dia emang cabul ama stress suka rangkul anak orang nggak jelas," ucapku yang membuat anak osis yang sedang berkumpul itu tertawa.
"Sembarangan" kata Bian sembari menoyor kepalaku, "Eh, emang lu kenal ma mereka?" Lanjutnya
Aku menggeleng sambil tertawa dan berjalan mendahului Bian menuju parkiran. Bian hanya mengacungkan jari tengahnya lalu mengikutiku.
"Sok kenal lu," cibirnya.
"Bodo amat, sih. Daripada gue diliatin sinis gitu mending gue jelasin yakan," jawabku. Bian hanya diam lalu memakai helm putihnya.
"Paling gue dijadiin bahan gibah mereka," tambahku lagi.
Bian hanya tertawa sebentar lalu menaiki sepeda motornya. Tanpa basa-basi aku pun ikut menaiki sepeda motornya.
"Lah, siapa yang ngajak lu balik bareng?"
Sialan Bian!
To be continue
Vote n comment guys
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Covered
Teen Fiction"Lu itu kayak Jepang tau nggak, sih? Dateng disambut seneng karena dianggap pembebas dari penjajah Belanda tapi nyatanya Jepang juga ngejajah. Nah kalo lu itu dateng ke idup gue, ngelepasin gue dari seseorang dan masalah gue. Tapi akhirnya gue malah...