empat puluh dua

2 0 0
                                    

Sejak kejadian hari Jum'at dimana itu menjadi hari terakhir aku aku menjadi budak dan jajahan Bian. Semenjak hari itu juga aku belum berbicara lagi dengan Bian. Tidak, aku bukan marah atau ngambek. Aku hanya menghindar dari Bian. Selain karena kesal padanya, aku juga harus menjaga perasaan Dila yang sudah jelas adalah pacarnya kan? Karena aku juga wanita jadi aku tahu pasti kalau wanita tidak suka melihat pacarnya dengan orang lain walau itu hanya teman.

Bian juga sempat mengirim beberpaa pesan. Ia mengira aku marah padanya haha. Siapa peduli? Lagian aku tidak mau di cap Pelakor ataupun sebagai perusak hubungan orang. Oh ya ini sudah hari rabu. Jadi sudah sekitar lima hari aku dan Bian tidak berhubungan. Pesannya kan juga tidak aku balas. Pernah sekali saat aku pulang sekolah, aku melewati lapangan untuk melihat apakah Bian masih suka latihan atau tidak. Tapi nihil, Bian tidak berlatih begitu juga anak Taekwondo yang lain. Aku tak tahu kenapa.

Dan saat ini aku sedang duduk bersama Ryan, Rani, Nadine dan Shila. Akhir-akhir ini kami kembali dekat, hubungan kami juga mulai membaik walau masih ada rasa canggung. Namun, Ifan sudah jarang kumpul seperti sekarang. Dia sibuk belajar karena ia dipilih untuk lomba bahasa inggris. Aneh bukan? Orang seperti dia bisa ditunjuk. Aku saja yang ditunjuk lomba debat belum mempersiapkan apapun. Gimana ntar aja hehe.

"Ra? Itu bukannya temen lu ya? Dia ngelirik lu mulu noh dari tadi," kata Ryan sambil menunjuk dua orang yang sedang makan bersama

Itu Bian dan Dila tentunya. Siapa lagi?

"Iya anjir. Udah ada cewe tapi masih ngelirik orang," timpal Nadine.

"Diemin ae bego. Jangan di tunjuk kek gitu," tegur Rani sambil memukul jari Nadine dan Ruan yang menunjuk ke arah mereka.

"Biarin ae paling si Bian cacingan makanya lirik-lirik kek gitu," jawabku.

"Oh ya, Shil! Anak Taekwondo udah ga pada latihan lagi?" Tanya ku pada Shila. Aku sedikit penasaran saja.

"Ga, Ra! Seminggu ini harus istirahat di rumah," jelas Shila. Aku hanya mengangguk.

"Kecuali Si Bian itu. Orang mah istirahat dia mah malah ngapel tiap hari anjir. Ampe di tegor sama pelatih," kata Shila.

Pacaran teross!

"Ga usah di liatin teros! Mending juga liatin gue," kata Ryan sambil meniup mataku.

Aku mengerjapkan mataku. Benar juga! Untuk apa aku memperhatikan Bian.

"Ga mau. Lu mah kan kang tipu haha," kataku.

"Yee kan udah maap-maapan, Ra! Sekarang mah udah tobat gue," kata Ryan.

"Iya lah tobat orang udah kena karma jadi suka beneran haha," ledek Rani.

"Bangke. Eh, Ra! Tapi kalo lu mau balikan lagi mah. Abang bersedia ko," kata Ryan dengan percaya dirinya. Apa sih? Bahkan mendengarnya saja membuatku merinding.

"Anjay! Ini ngajak balikan ato gimana dah?" Kata Nadine.

"Ya kalo dianya mau. Gue sih ayo," balas Ryan.

Apa sih?  Balikan gimana? Bahkan pacaran yang kemarin saja cuma bohongan.

"Udah ga demen gue ama modelan si Ryan. Dah ganti haluan," ucapku sombong. Sekali-kali tak masalah bukan?

"Anjir jahat ya kamu," kata Ryan sambil menggembungkan pipinya. Tapi maaf saja aku sudah tidak lemah melihat wjaah imutnya. Jika ini adalah aku yang dulu, mungkin aku akan berteriak.

"Mamam noh karma. Lagian temen gue lu maenin. Gatau siapa dia lu?" Kata Shila.

"Emang siapa?" Tanya Ryan bingung.

"Titisan setan bro. Lu macem macem awto dia bawa pasukan setannya," kata Shila.

Sialan! Aku kira dia mau membelaku nyaganha malah menghinaku. Kurang ajar!

"Bacot. Nih mamam," ucapku sambil memasukkan tissue ke dalam mulut Shila

"Balik sekolah ke kelas gue,"

Semuanya terdiam dan menengok ke arahku. Lebih tepatnya ke orang di sampingku. Itu Bian! Ada apa lagi? Tiba-tiba muncul dan menyuruhku ke kelasnya.

Saat aku baru akan menanyakan untuk apa. Bian sudah pergi begitu saja. Bian aneh.

To be continued
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang