Pagi ini aku sangat bersemangat pergi ke sekolah, aku tidak tahu mengapa tapi yasudah lah bukannya ini bagus? Ku masuki gerbang sekolahku yang ramai oleh Osis yang selalu siap untuk merazia, kurang kerjaan.
Aku tersenyum saat para OSIS mengucapkan selamat pagi, mata mereka tak lepas menatap siswa siswi dari ujung sepatu sampai kepala, kurang lerjaan.
"Maaf, dasinya mana?" Tegur salah satu dari mereka.
"Di tas,"
"Dipake, yaa!" Ucapnya lagi
"Pakein dong, kak!" Balas aku asal lalu pergi begitu saja.
Ku abaikan ledekkan OSIS lain yang menyebut aku cocok dengan kakak yang aku goda barusan. Lagian ia banyak tanya, dasi saja ia urusi. Ribet.
Bel berbunyi dan terdengar pengumuman dari guru agar segera menuju lapangan untuk melaksanakan upacara.
Aku menyipitkan mataku dan melihat Bian yang sedang berbicara dengan seseorang sepertinya dengan Si Nia. Aku menghampiri nya dan mendorong bahunya guna menyapa
"Eh Bian! Pagi."
"Ada Kak Nia juga, pagi kak," basa basi ku pada mereka berdua.Nia tersenyum canggung dan mengangguk. Bian memutar bola matanya malas melihatku ah tidak ia hanya melirikku sinis lebih tepatnya. Kenapa sih dia? PMS?
"Paan si so akrab," ketusnya
Aku mematung diam memikirkan kalimat yang baru saja Bian lontarkan. Dan ya asal kalian tahu walau begini aku adalah anak yang cengeng dan perasa hanya saja aku tidak pernah memperlihatkannya pada siapa pun. Jadi, orang di sekitarku hanya tahu bahwa aku orang yang selalu tertawa tanpa pernah sedih. Cih!
So akrab? Ya seharusnya aku tahu itu! Aku hanyalah orang baru bagi Bian, bahkan belum sampai setengah tahun sejak kami bertemu di kantin. Aku menghela nafas dan tersenyum seperti biasa dengan tatapan yang datar lalu pergi ke kelas. Mungkin aku terlalu percaya diri dengan menganggap Bian teman dekat. Tapi belakangan ini Bian sering pergi keluar bersama ku, kami juga sering pulang bersama. Apa ini tak cukup dekat sebagai teman?
Baiklah Eyra kau harus lebih diam daripada di cap so akrab atau semacamnya. Bian sialan! Dia menghancurkan pagi ku yang penuh semangat.
Aku pun sampai di kelas yang masih sep ah bukan mereka sudah di lapangan! Hanya ada aku, Shila, Idi dan Putra.
"Shil gosah upacara dah yok. Males gue," ajak ku yang tentunya disetujui Shila dengan semangat kemerdekaan. Ia pun segera memposisikan diri untuk tidur.
"Sesat lu su, ayo beb jangan ikutin dia," celetuk Putra dan mengajak Idi sang pacar untuk ke lapangan.
"Suka suka gue! Ngadu gue blacklist lu su," ancam ku.
Aku memasang earphone dan duduk di samping meja guru, ya aku bersembunyi bisa kacau kalau ketahuan guru.
Lima belas menit kemudian benar saja ada guru yang masuk ke kelas. Astagfirullah selamatkan Aya yaallah. Jantung ini berdetak kencang saat guru itu berkata
"Kamu ngapain disini? Upacara!"
Ku lirik Shila tersentak kaget
"Saya lagi sakit, Pak!" Elak Shila halah palingan dia habis begadang. Dan ajaib! Guru killer itu percaya"Jingan panik gue sial," umpatku
"Sama anjer untung gue jago akting," kata Shila.
Lalu pintu terbuka lagi dan masuklah seseorang, aku dan Shila hanya diam dengan wajah yang panik kembali.
"LANA KAMPRET GUE KIRA GURU!" Kesalku saat tahu ternyata itu Si Lana teman sekelas ku yang sering kesiangan. Ia terkekeh lalu duduk dengan santai di bangku nya.
Aku dan Shila pun lega kembali tapi tidak berlangsung lama karena
"Kalian kenapa ga upacara?" Tanya OSIS yang tiba tiba masuk ke kelas seperti Jin itu. Itu? Kakak OSIS yang tadi pagi yang menanyakan dasi.
"Nama kalian?"
Oke my time has come! Selamat tinggal dunia
Aku, Shila dan Lana pasrah dan memberitahu nama kami. Ia menyuruh kami ke ruang OSIS sepulang sekolah. Abis! Kena masalah lagi.
To be continue
Vote n comment guys
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Covered
Teen Fiction"Lu itu kayak Jepang tau nggak, sih? Dateng disambut seneng karena dianggap pembebas dari penjajah Belanda tapi nyatanya Jepang juga ngejajah. Nah kalo lu itu dateng ke idup gue, ngelepasin gue dari seseorang dan masalah gue. Tapi akhirnya gue malah...