Tiga puluh empat

4 0 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama aku menjadi pembantu dari Albian sialan itu. Padahal aku sudah mencari berbagai alasan agar bisa pulang. Tapi ia memaksa. Aku tidak mengerti isi kepalanya, ia kan akan mendekati cewek tapi ia terus memaksaku dekat dengannya. Apa kata cewek itu nanti?

"Ayo, Raa!" Ajaknya dengan semangat.

Aku hanya menampilkan wajah datar sambil mengikuti kemana Bian akan membawaku.

"Nah itu, Ra! Crush gue," katanya lalu melepas genggaman tangannya dari tanganku.

Ia menyerahkan tasnya dan berlari meninggalkanku. Dengan semangat ia menghampiri perempuan yang tengah melakukan pemanasan dengan baju Taekwondonya.

Dengan langkah malas aku mengikuti kemana perginya si makhluk sialan ini.

"Dil, hmm nih buat lu," ucap Bian dengan sedikit gugup lalu memberikan cokelat kepada perempuan yang ia panggil "dil"

"Eh?" Kaget perempuan yang bernama Dil Adil itu. Pipinya tampak merah merona.

Apa sih? Alay, cuma di beri cokelat saja malu malu.  Tapi tunggu? Apa-apaan ini? Kenapa aku kesal?

"Iyaa buat lu. Kebetulan punya cokelat yaudah gue kasih ke lu deh ehehe," jelas Bian.

Kebetulan apanya? Bukan nya dia sengaja membeli itu? Dasar.

Bian melirik ke arahku dan memberi isyarat untuk diam. Haha tahu saja dia bahwa aku sudah gatal ingin membongkar ucapan nya tadi.

"Hm oke deh. Makasih yaa," ucap si Dil Adil sambil memasukkan cokelat itu ke tasnya.

"Yaudah jogging yuk, Bi! Nanti pelatih keburu dateng bisa kena omel kita," ucapnya lagi lalu mulai jogging.

"He! Anton sialan! Terus gue ngapain disini anjir?" Kesalku saat Bian akan menyusul jogging.

"Oh iya lupa, lu duduk ae disini. Tunggu gue ampe beres," kata Bian sambil menepuk-nepuk kepalaku. Kurang ajar! Jika saja aku tak punya hutang budi padanya saat ini aku pasti sedang santai di ranjang ku.

Aku sudah terlihat seperti orang bodoh yang sedang duduk sendiri di pinggir lapangan tatkala murid lain sedang sibuk di ekskul.

Aku terus memperhatikan Bian yang sedang jogging berdampingan dengan crush nya. Miris sekali aku.

"Hey, ngapain ngemis disini lu?" Ucap seseorang sambil menepuk bahuku.

Shila kurang ajar! Mengangetkan orang seenaknya.

"Noh di babuin si Bianjing," kesalku sambil menunjuk Bian.

"Ngapain bego? Kurang kerjaan. Balik sono."

"Lu sendiri ngapain?" Tanyaku pada Shilq. Tidak biasanya ia masih di sekolah. Biasanya kan begitu bel berbunyi ia langsung pergi dengan pacarnya.

"Lu ga liat gue baju apa? Ya gue mau Taekwondo lah."

Aku melihat Shila dari atas sampai bawah, ia menggunakan baju Taekwondo. Tapi sejak kapan? Aku baru tahu padahal ia kan teman sebangku ku. Bagaimana bisa  aku tidak tahu.

Baru saja akan ku tanyakan eh Shila sudah pergi bergabung dengan anggota ekskul lain nya. Ok aku kembali jadi orang bodoh.

Ini sudah mau sejam aku terdiam di pinggir lapangan. Aku memutuskan untuk pergi ke kantin membeli minum.

Bian terus saja menatapku dengan tajam saat aku mulai melangkahkan kaki meninggalkan lapangan. Tatapannya mengintimidasi.

Aku pun menunjuk arah kantin seolah meminta izin. Bian melotot dan menggelengkan kepalanya. Ia melarangku! Apa-apaan? Teganya.

Aku mengangkat bahu ku acuh lalu berlari menuju kantin. Setelah selesai membeli minum aku segera kembali ke lapangan. Bisa repot jika si Bian marah.

Saat aku kembali latihan sudah selesai. Ku hampiri Bian yang sedang duduk di pinggir lapangan dengan perempuan itu.

"Wih mantap nih. Makasih loh," ucap Bian sambil mengambil minuman yang aku beli. Padahal minuman itu belum aku minum.

"Sat! Itu punya gue!"

Bian tampak acuh.

"Mau ga, Dil?" Tanya Bian.

"Mo PDKT modal lah bangsat," kesalku lalu pergi dari sana.

Aku pergi ke toilet sebentar untuk membasuh wajahku... aku lelah. Aku menarik nafas dalam dalam lalu pergi ke kantin lagi untuk membeli minuman. Harus sabar.

"Eh, Raaa! Ko maen pergi sih?" Ucap Bian yang baru saja datang.

Sepertinya ia habis berlari.

"Paling juga ntar gue di suruh balik sendiri. Lu kan bakal pulang bareng sama si adil,"

"Adil?"

"Itu crush lu."

"Namanya Dila bego! Adil darimane," jelas Bian sambil tertawa.

Ohh jadi namanya Dila.

"Tadinya emang bakal gue suruh pulang sendiri. Tapi si Dila gamau balik bareng gue njir."

Sialan! Sudah membuatku menunggu, mengambil minumanku lalu menyuruhku pulang begitu saja?

"Ohh yaudah," balasku lalu jalan mendahuluinya.

"Lah ko malah pergi?" Ucap Bian sambil menahan tanganku.

Apa sih? Sudah seperti sinetron.

"Mo balik sendiri lah."

"Dih ngambek dih, lu balik bareng gue, Eyra!" Kata Bian.

"Datar banget tu muka. Lu cemburu?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan Bian yang satu ini. Sejak awal Bian bilang bahwa ia punya pujaan hati, aku memang kesal. Tapi kenapa? Tidak mungkin ini cemburu kan? Yang benar saja!

"Dih malah diem, udah lah yo balik," kata Bian sambil menarik tanganku.

Aku hanya mengikuti langkahnya, sejujurnya aku tidak mengerti apa yang terjadi. Ada rasa ingin memberontak dari perintah Bian tapi di lain sisi aku senang membantunya.. Mungkin ini hanyalah rasa tidak enak karena Bian selalu membantu aku. Entahlah, membingungkan.

Tapi kalau pun aku berontak dan tidak mengikuti kemauan Bian seharusnya tidak apa-apa. Toh biasanya juga aku banyak menolak Bian tanpa ada rasa tidak enak. Tapi untuk kali ini... Rasanya berbeda

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang