Tiga puluh dua

4 0 0
                                    

Aku mengerutkan dahi saat membaca pesan yang baru saja dikirim Bian kepadaku beberapa menit lalu.

Bian

Besok ke rumah gw!
20.43

Maksudnya apa tiba- tiba menyuruhku ke rumahnya. Saat aku tanyakan untuk apa malah tidak di balas.

Ku tarik selimut dan segera tidur. Paling juga ia sedang iseng.

••••••

Aku mengucak mata saat terdengar bunyi alarm dari ponselku. Bising! Dengan keadaan mengantuk ku ambil ponselku dan segera ku matikan alarm yang berbunyi sejak lima menit lalu.

Jam menunjukkan pukul lima lewat sepuluh menit. Lalu aku menuju kamar mandi dan segera menjalankan kewajiban sholat shubuh sebagai seorang Muslim.

Setelah itu, aku keluar kamar mencari makanan di dapur. Terlihat ibu sedang memasak nasi goreng di sana. Mantap.

Aku segera sarapan sambil menonton kartun bersama Eca adikku. Setelah itu aku langsung mandi dan bersiap.

Matahari sudah mulai memancarkan mentari pagi yang hangat. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh. Apa tidak kepagian ya jika aku berangkat ke rumah Bian sekarang?

Ah siapa peduli, daripada aku keburu malas. Sekalian jogging juga. Setelah acara malas bertemu Bian beberapa hari lalu aku sadar. Ternyata sangat membosankan, ingat teman dekatku di sekolah semakin sedikit. Mana mungkin aku bergabung lagi dengan Ryan kan? Gengsi, mungkin beberapa bulan lagi baru hehe. Kalau Shila sih sudah jelas ia terlalu sibuk bersama Reza.

"Tumben mandi, mau kemana?" Tanya ibu heran ketika melihat aku yang sudah rapih sepagi ini. Padahal biasanya aku jarang mandi dan hanya berbaring seharian di ranjang saat libur.

"Bu minta jajan dong ehe," pintaku kepada Ibu yang sedang meminum secangkir kopi dengan bapak.

"Libur masih aja duit lu. Tuh minta ama bapak lu," kata Ibu.

Heran juga kadang, kenapa setiap aku meminta uang ibu selalu ngegas walau tetap dikasih sih.

"Pak," panggilku.

Setelah mendapat jatah uang jajan aku segera menuju rumah Bian. Tak butuh waktu lama, aku sudah ada di depan pintu rumahnya.

"Assalamualaikum, BIANN MAEN YOK."

Aku mengucap salam dan memanggil nya dengan sedikit berteriak. Tapi tidak ada yang mrnjawab. Kemana semua orang.

Aku mencoba menelpon Bian namun tidak dijawab. Pasti ia masih tidur.

"Eh temennya Vandi? Yang waktu itu pernah ke sini ya? Masuk sini!"

Vandi? Siapa Vandi? Ternyata ibunya punya ingatan yang bagus. Tidak seperti Bian.

"Ko diem? Ayok."

Ibu Bian menarik lenganku untuk masuk ke dalam. Oh ya aku baru ingat Bian dipanggil Vandi di rumahnya. Waktu itu aku bertanya sejak kapan ia ganti namanya lalu dia malah menjitakku dan menjawab, "Nama Gue Vandi Albian. Makanya dipanggil Vandi di rumah. Ga usah ngaco."

Dan di situ aku kesal dan membalas menjitaknya. Mana aku tahu nama panjangnya kan? Kami saja tidak pernah berkenalan. Dia bahkan tahu namaku dari tulisan yang ada di seragam putihku.

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang