Empat belas

5 1 0
                                    

Setelah kejadian kemarin aku diminta untuk membuat surat pernyataan bergabung dengan osis untuk sementara. Merepotkan.

Ini semua salah Kak Dasi! Saat ini aku sedang berjalan menuju tukang fotocopy untuk mem-print surat ini, dengan wajah masam dan langkah lesu aku sampai disana.

"Mampus lu kita duluan ye," ejek Ryan dan yang lain. Mereka akan pulang aaa sial aku juga ingin pulang.  Dan ya aku di ledek mati-matian oleh mereka. Mereka bilang," selamat menjadi babu sekolah." Sialan.

"Mang! Jadiin dua lembar yak," pintaku sambil mengirim file dari ponselku.

Lalu amang fotocopy itu menyuruhku menunggu dan duduk. Antrean nya lumayan banyak, pasti mereka memprint tugas dari guru.

Karena bosan aku menggunting-gunting kertas kertas yang sudah tidak terpakai. Aku bosan!

"Mang bentar ya laper," kataku saat perut ini terasa lapar.

Aku berjalan membeli bakso goreng dan kembali lagi, oh ya aku hanya berdiri sambil makan basreng karena kursinya di duduki orang lain.

"Kalo makan duduk, mau di seri?"

Aku memutar malas bola mataku malas saat melihat kedua orang yang berjalan ke arahku.  Aku membayar dan mengambil kertas print milikku dan mengulang ucapan orang ini, si Dasi berengsek! "Kili mikin didik, mii di siri?"

"Ga sopan banget si," cibir perempuan di sebelahnya, itu si ketua Osis.

Aku hanya berdecih lalu memberi lembaran surat yang baru di print pada mereka dengan malas.

"Mang punya saya mana?" Ucap seseorang yang suaranya familiar di telingaku.

"Eh bianjing" kata ku saat tahu bahwa itu Bian.

Dia hanya mendelik dan memberi kertas kepada Kak Dasi, seperti nya itu surat yang sama denganku. Lalu ia pergi begitu saja. Kenapa sih? Karena aku tidak suka permusuhan dan perselisihan aku pun mengejarnya

"He kampret lu kenapa si? Diem diem baek kek bujangan gagal kawin," kata ku saat aku sudah di sampingnya.

Bian berhenti.

"Ngambek."

Hah? Apa? Gimana? Aku terdiam dan menahan tawa, yayaya aku tahu ini bukan saat yang tepat untuk bercanda.

"Ngambek nape? Kek perawan ae," balasku.

Dia menarik nafas dan berdecak.

"Gegara lu gue di omongin anak kelas dua belas bego! Sumpah ancur reputasi gue sial," jelasnya yang menurutku tidak jelas itu.

Reputasi apanya sih? Ia pikir ia pejabat yang harus menjaga reputasi apa. Aku bengong dan menatapnya dengan tatapan bodoh. Ia kembali berdecak dan bilang "Kak Nia,,, gegara pas pdkt dia yang bayar dia langsung cerita ke temen-temen nya. Dan gue udah ga bisa deketin lagi anak kelas dua belas su,"

Aku tertawa lepas mendengar nya. Jadi dia marah cuma karena tidak bisa mendekati perempuan? Gila!

"Dramatisir ah! Kan ada gue," candaku yang membuat Bian memasang wajah jijik.

"Dah gosah ngambek, maap dah. Masih ada kelas sebelas ama sepeuluh ini sih."

"Ayo kumpul, kenapa malah disini?" Terdengar seseorang berucap dengan nada kesal.

Aku dan Bian membalikkan badan ke belakang dan terlihat si ketua Osis ketus sedang bertolak pinggang.  Mengerikan.

"Anak Osis ga boleh pacaran btw," celetuk Kak Dasi yang ada di belakang ketua Osis.

"Bacot," ucap aku dan Bian bersamaan.

Kak Dasi dan Ketua Osis Ketus itu tampak kesal haha dan menyuruh kami segera ke ruang Osis untuk rapat. Mereka jalan mendahului kami.

Aku berjalan di samping Bian, "Lu kenapa bisa  kena ama osis dah?"

"Ngantin pas upacara. Temen-temen gue pada ke toilet, jadi yang ketauan gue doang."

Aku mengangguk-angguk mengerti. "Heh, kabur ayo," bisik ku pada Bian

Bian tersenyum iblis dan menyetujuinya.
Saat sedang berjalan kami belok ke kanan menuju parkiran.

"Ngebut woi tar ketauan," suruh ku saat kami sudah menaiki motor.

Dan Bian benar benar mengebut sampai- sampai tubuhku rasanya akan jatuh.

"Bian anjir disini gausah ngebut bego! Jatoh gue ntar,"

"Ha? Apaan, Ra? Oh iya iya," balasnya

Aku memukul pundaknya lalu Bian melambatkan motornya.

"Budek anjir gue suruh pelan pelan malah jawab iya iya," kesalku

"Bersiin kuping mas dong!"

"Najis, sini congkel pake bor," balasku.

Lalu Bian kembali mengebut kan laju motornya. Sialan! Mau tidak mau aku pegangan kepada ujung bajunya.

"WOI TOLONGIN GUE DICULIK," teriakku saat melihat Rani, Ryan dan Nadine sedang menggembel duduk dijalan sambil meminum es.

"Pea," ejek Bian.

Tapi kalau di pikir-pikir ngebut ngebutan enak juga. Aku pun mulai terbiasa dan meinkmati nya sampai akhirnya

"Ko berenti?" Tanyaku bingung.

"Fak bensin nya E," kata Bian lalu turun.

E? Maksudnya? Aku tidak mengerti mengenai motor tolong. Apa E disini seperti internet? Jadi lemot ?

"Ngapain diem? Turun coeg dorong," kata Bian.

Dan akhirnya kami mendorong motor sampai ke pom bensin yang berjarak sekitar tiga ratus meter. Karma :) ini pasti kutukan dari anak OSIS...

TBC
THX FOR READING.
DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT GUYS

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang