Tiga belas

6 1 0
                                    

Sepulang sekolah kami pun ke ruang OSIS dengan malas.  Kami bertiga sudah pasrah apapun yang terjadi.

"Assalamualaikum jamaah sekalian," ucap Lana, aku juga memberi salam dan masuk ke ruang OSIS.

Mereka menatap kami lalu tertawa, apa sih? Tidak jelas. Aku duduk dan melihat sekeliling, tidak ada yang menarik hanya kumpulan orang yang menjunjung tinggi peraturan.

"Ada apa kalian kesini?" Tanya pembina OSIS

Lah kenapa malah bertanya?

"Mana saya tahu, Bu!" Kata Shila

Aku mengangguk angguk setuju
"Tadi kita bolos upacara terus di suruh kesini ama kakak dasi ke sini," jelasku

Pembina itu menggeleng gelengkan kepala nya, apa sih? Ini kan bukan dugem.

Anak OSIS yang lain juga sedikit tertawa dan ada pula yang berbisik bisik. Masa bodoh!

"Saya mah bukan males Bu. Kebetulan saya kesiangan terus ngeliat bocah bedua pada ga upacara jadi saya ikutan lah," elak Lana yang sama sekali tidak berguna itu. Pembelaannya sia-sia.

"Kakak dasi siapa?" Tanya seorang perempuan yang merupakan ketua OSIS tahun ini.

"Itu loh kak yang suka nyuruh-nyuruh saya pake dasi kalo di gerbang," jelasku yang membuat mereka tertawa. Apa sih? Disini tidak ada Sule tolong.

Pintu terbuka dan masuk lah Bian dengan Kakak dasi. Wth? Bian? Sedang apa dia disini? Dia OSIS?

Aku melihat nya ia juga sempat melihatku sekilas tanpa mengatakan apa pun.

"Nah ini loh bu kakak dasi," kataku.

"Apaan?" Tanya Kakak dasi.
"Nih bu satu lagi. Dia malah ke kantin pas lagi upacara," adu kakak dasi.

"Duh kalian ini tidak menghormati pahlawan," ucap pembina.

Bukan tidak menghormati tapi ya percuma saja upacara kalau disana juga masih banyak yang bergurau.

"Kalian perlu tambahan pendidikan karakter dan nasionalisme sepertinya," lanjutnya.

Karakter apalagi ya Tuhan.

"Kalian harus di tanam kan lagi jiwa nasionalisme dan hormat menghormati nya,"

"Tanam tanam Ubi,"  Shila bernyanyi pelan dengan nada seperti kartun yang sering aku dan dia tonton saat guru itu menyebut kata tanam. Aku mencubit paha Shila sambil menahan tawanya.

"Dan sopan santun nya juga," sindrinya, aku diam karena memang benar rasa sopan santun aku dan Shila sudah mulai sirna.

"Jadi intinya apa, Bu? Saya mau pulang nih," kesal Bian.

"Kalian akan saya ajak gabung ke OSIS."

"HA? IDIH GAMAO BU APAAN SI AH. MENDING HUKUMAN SUMPAH,"

Aku tidak terima tentu, siapa yang mau gabung ke organisasi yang setiap senin harus datang pagi dan menanyakan dasi.

"Saya sudah kebanyakan ekskul Bu gabisa," tolak Shila padahal ia hanya ikut satu ekskul.

"Ga minat Bu," kata Bian enteng.

"Bu ko malah ngajak anak bandel gabung OSIS sih?" Tanya kakak dasi.

"Nah iya Bu bener kita kan nakal mana ada gabung OSIS tar berabe daripada kita nyoreng nama baik osis," celetuk Lana.

"Justru di OSIS kalian akan belajar banyak dan saya akan mengubah diri kalian."

Mengerikan, apa guru ini bisa melakukan cuci otak atau semacamnya?

"Udah dari sononya gini Bu. Dah mutlak," kataku.

"Kalau kalian sibuk kalian tidak perlu gabung secara resmi. Tapi kalian harus ikut serta kegiatan OSIS selama satu semester."

Gila! Ruangan pun hening, tidak ada yang menyaut atau mengelak.

••••••

"AHHH SIAL BAT GUE," teriakku saat keluar dari ruang OSIS. Jadi mau tidak mau kami harus mengikuti kegiatan OSIS selama satu semester. Sial aku akan jadi bagian dari orang-orang yang menanyakan dasi murid setiap senin.

"Biannnnnn nebeng balik dong, weh," pintaku

"Apaan si?" Ketusnya.

"Dih? Jutek amat kek perawan."

"Bacot," katanya lalu pergi begitu saja.

Kenapa sih? Tidak jelas

Oke sepertinya aku harus pulang sendiri. Lalu aku berjalan dan melewati parkiran disana ada kakak dasi. Aku menghampirinya, tidak bukan untuk minta tumpangan.

"He kak apaan si lu lapor laporin gue ke oembina OSIS?"

Dia memakai helmnya dan mengangkat bahu.

"Kakak dasi sialan, gue gamau join OSIS anjir," protesku masih tidak terima. 

"Nak OSIS ga boleh ngomong kasar, Dan nama saya Daffa bukan Dasi," katanya lalu menyalakan motornya.

"Lagian kalo gamau nerima resiko, ga usah so soan nakal," tambahnya lalu melajukan sepeda motornya.

"SERAH BAPAK KAO LAH," teriak ku kepada kakak dasi yang bernama Daffa itu. Sial aku benar-benar tidak bisa keluar dari organisasi ini. Menyebalkan

To be continue
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang