Delapan belas

6 1 0
                                    

Aku membasuh wajahku dan menatap diriku di cermin. Kepala ini terasa pening mungkin karena tadi malam kedinginan dan kurang tidur.

Oh ya soal tadi malam kami tidak ke bagian ke pos. Itu karena anak OSIS sepertinya terlalu asyik memarahi orang sampai lupa waktu. Jadi, saat kami baru akan ke Pos 1 adzan Shubuh sudah berkumandang dan ya kami melaksanakan ibadah lalu bimbingan mental ini sia-sia.

Aku menggendong tas ku dan mencari Bian. Sesampainya aku di parkiran ku hampiri Bian yang tengah berdiri di samping motornya.

"Bii nebeng yak," pintaku.

"Gue barang Idam," tolak Bian sambil merangkul temannya itu.

"Idih gei, nebeng ya, Bi??? Gue lagi masuk angin nih ga ada baktinya lu ama temen."

"Ya tinggal buang angin repot amat," balasnya.

Astaga. Ga salah sih.

"Ya ga gitu Bianjing," kesalku.

"Bareng gue ae," ajak seseoramg sambil menyalakan motornya.

Aku menyipitkan mata menatapnya ah dia Kakak yang kemarin jadi setan kebun.

"Boleh nih? Bae bener kak setan ga kek si Bian."

"Gue Fajri woi! Yaudah naek," ajaknya.

Aku pun mendekatinya, baru saja akan naik Bian menahanku, apa sih?

"Eh, kak. Eyra bareng gue, kakak bareng dia ae," kata Bian lalu mendorong Idam dan menarikku.

"Bangsat," umpat Idam.

Aku tidak banyak, aku hanya ingin oulang sekarang ini  Aku pun menaiki motor Bian lalu kami menuju jalan pulang.

"Kenapa berenti?'" tanyaku saat motor ini berhenti di depan sebuah warung.

Bian tidak menjawab pertanyaanku, ia turun dan memberikanku sirup herbal instan dalam kemasan.

"Masuk angin kan?" Tanyanya.

Aku menggangguk dan meminumnya sirup herbal yang katanya bisa menolak angin ini. Kadang Bian memang menyebalkan tapi dia baik.

Tak lama ia mengebutkan motornya... kebiasaan sudah tahu aku sedang minum.

"Pelan-pelan lah anjir gatau orang lagi minum apa?" Protesku.

"Pengen cepet sampe, ngantuk," jawabnya.

Benar sih aku juga merasa begitu. Aku pun menyenderkan kepala ku di tas punggung besar Bian. Ingat aku dan Bian bukan kekasih jadi mana mungkin aku menyenderkan kepala ku di bahunya kan? Lagi pula tasnya cukup besar jadi tidak mungkin bisa untuk melakukan itu

Eh? Tunggu? Kenapa juga aku harus melakukan itu? Gila saja.

"Bi? Ko jadinya balik ama gue? Cemburu lu karena gue laku?" Tanyaku lebih tepatnya mengejek.

"Guna nya cemburu ke lu? Kalo gitu gue turunin sini ye?" Balasnya seraya melambatkan laju sepeda motornya.

"Ya jangan lah kampret," protesku

"Diajak balik bareng bukan berarti laku btw,"

"Ya bodoamat setidaknya ada lawan jenis yang baek ke gue ga kek lu kejam,"

"Kalo ga bae ga bakal gue beliin obat lah,"ucap Bian yang terdengar kurang jelas itu.

"Ha?"

"Budek skip," jawabnya.

Dia pun menghentikan motornya di depan rumah bercat orange itu.

"Ngapain berenti? Ini bukan rumah gue, woi!"

"Siapa bilang ini rumah lu? Ini rumah gue," kata Bian lalu turun saat sudah memarkirkan motornya.

Ia berjalan masuk ke rumahnya.

"Lah terus gue gimana su?" Tanyaku sambil cengo

"Mana gue tau," balasnya acuh.

Aku turun dari motor dan mengejar Bian.

"Ko kejam nying? Anterin lah Bi," pintaku melas.

"Setelah gue tidur," ucapnya lalu masuk ke dalam.

Aku mematung di depan pintu, ini apa yang terjadi sih? Setelah gue tidur itu maksudnya apa? Dan ini di mana?? Yaallah.

"Lu mau nunggu di luar kek gembel yang minta sumbangan, ha? Masuk."

Aku masih terdiam bingung dan melangkah menghampiri Bian lalu duduk di sofa rumahnya.

"Ada yang nyuruh duduk?"

Oh iya dimana sopan santunmu Eyraa.
Aku pun berdiri dan meminta maaf.

"Ada yang nyuruh berdiri, ha?"

"Lah anjir kaki kaki gue ngapain nunggu perintah lu?"

"Ok kalo gitu sekarang lu boleh duduk," ucap Bian.

Apa sih? Kenapa aku seperti di mainkan?

"Eh , Mah! Ini temen Vandi," kata Bian.

Vandi siapa lagi?? Aku mencium tangan wanita yang di panggil Bian mamah ini.

"Eyra," kataku sambil tersenyum yang ku buat semanis mungkin.

"Gosah so manis senyum lu kek nahan berak," celetuk Bian.

Aku mengepalkan tanganku kesal, sabar Eyra disini ada Mamah nya.

"Dah ah Vandi mo tidur. Oh ya kalo mamah bosen liat dia usir aja lagian ni orang gatau ngapain kesini," kata Bian lalu bergegas pergi.

Lah? Tentu saja aku menunggunya kan? Sialan dia benar benar mempermainkan ku.

"Ngomong yang sopan mau mamah gantung?" Kata Mamah Bian sambil menjewernya.

Rasakan! Hahaha aku puas dan menjulurkan lidah ku.

Bian pergi ke kamarnya dan Mamahnya izin pergi untuk ke kajian. Jadi untuk apa aku disini? Astaga benar benar seperti orang bodoh.

To be continue
Voteee gaess jan sider tar kesambet

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang