Tiga puluh sembilan

3 0 0
                                    

Aku menaruh kepalaku di atas meja dengan tangan yang dilipat untuk dijadikan bantal. Kepalaku rasanya berat dan pening. Jangan lupakan ingus cair yang sedari tadi menggangguku. Nunduk sedikit saja jatuh. Ok ini menjijikan tapi ingus sialan ini benar benar memuakkan! Dan sialnya lagi aku butuh banyak tenaga saat mau berbicara. Yap! Serak, suaraku bahkan sudah seperti kodok sekarang.

"Sakit mah ke UKS, Neng. Jangan dulu mati, gue ga mau debat sendirian,"celetuk Cahya lalu duduk di belakangku. Kalian masih ingat Cahya kan? Teman sekelas ku yang sangat menjengkelkan.

Oh ya ngomong-ngomong, Shila sedang mengerjakan tugas kelompok di bangku lain. Saat ini kelas sedang tak ada guru dan ya si Cahya ini pindah tempat duduk disamping Dani yang duduk di belakangku.

Aku yang tidak mood debat pun membiarkannya berceloteh sendiri. Tsk lama aku pun mulai tertidur.

"Bangun sat. Di cariin noh,"

Badanku terasa sedang di guncangkan seseorang. Aku membuka mataku dan melihat Shila sedang mengguncang tubuhku.

"Dicariin noh ama si Bian anak Taekwondo," ulang Shila sambil menunjuk seseorang yang bediri membelakangi pintu. Itu Bian, siapa lagi kalau bukan dia? Oh ya sepertinya bel pulang sudah berbunyi, terlihat hanya ada beberapa orang siswa di kelasku.

"Lu ga latihan juga?" Tanyaku pada Shila. Aneh sekali rasanya kenapa Bian setiap hari latihan sedangkan Shila semaunya.

"Ga. Btw si Bian atlet inti jadi kudu latihan tiap hari, gue mah latihan kalau mau aja," jawab Shilq.

"Guru sejarah ga masuk?* Tanyaku sambil membereskan buku. Shila mengangguk dan bilang bahwa sejak aku tidur tak ada guru yang masuk ke kelas. Setelah itu ku pakai jaket ku dan ku gendong tas ranselku. Lalu aku menghampiri Bian. Tumben sekali dia menjemputku  ke kelas biasanya kan aku yang mencari-cari dia di lapangan.

Bian tersenyum lalu membawaku menuju lapangan. Jangan lupakan rangkulan kencangnya yang membuat leherku tercekik. Namun kali ini aku hanya diam.

"Gue mau pulang," ucapku pelan.

"Dih suara lu kenapa bego?! Dah kek kodok hahaha."

Ini salah satu penyebab aku diam. Aku tahu Bian akan meledek suara serak ku.

"Mau pulang," ulang ku.

"Mau pulang ya? Nanti setelah gue latihan," kata Bian sambil menepuk-nepuk kepalaku. Apa sih? Aku sudah seperti anak anjing saja.

Aku mengumpat dalam hati, ini menyebalkan. Aku ingin pulang! Tapi kenapa sekarang aku malah mengikuti ucapan Bian agar ikut menemaninya latihan.

Untung saja cuaca cukup teduh. Aku duduk di pinggir lapangan sambil mendengarkan lagu lewat ponselku. Seperti hari sebelumnya disana aku hanya seperti orang bodoh yang memainkan ponsel sambil mendengarkan lagu di pinggir lapangan. Aku bersandar dan memejamkan mata.

Ku rasakan bangku yang aku duduki sedikit bergerak. Sepertinya ada yang duduk juga, aku membuka mataku dan melirik orang itu. Dan ya itu Dila. Dia tersenyum ke arahku. Aku melepas earphone milikku tanpa membalas senyumannya. Aneh sekali tak biasanya aku cuek pada orang lain.

"Emm, Eyra kan ya?" Tanya Dila.

Apa sih? Basa basi, sudah jelas aku Eyra.

"Kenapa?"

"Hm itu, kalo boleh tau kamu siapanya Bian?" Tanya Dila sambil memainkan rambutnya. Duh dasar cewek! Aku terdiam sebentar

"Majikannya. Kenapa?" Jawabku asal

"Eh? Becanda aja nih haha. Aku serius."

"Gue temen nya. Kenapa? Naksir ama si Bian?" Tanyaku to the point.

Dila terdiam lalu memalingkan wajahnya. Ok sip dia memang suka sama Bian! Terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Hmm aku masih belum tau. Cuma yaa akhir akhir ini aku nyaman aja kalo deket dia," jelas Dila sambil melihat Bian yang sedang memperagakan jurus.

Ini kenapa jadi curhat sih?

"Oh yaudah pacaran aja," jawabku.

"Eh?  Maaf maaf jadi curhat. Aku mau nanya doang sih, abisan kalian deket banget."

Nah sadar juga dia kalau aku tak butuh curhatannya. Belum sempat aku menjawab, Bian datang dan duduk diantara kami berdua

"Wihh akur ni ye," celetuk Bian sambil mengambil botolnya yang ada di sampingku apa sih? Tiba tiba muncul sudah seperti setan.

"Bacot," ketusku lalu memasang earphone ku.

"Dih jutek. Ra lu kalo mau balik, balik aja dah gih," kata Bian. Apa-apaan?

Dia melepas earphone ku dan mendekatkan bibirnya ke telinga ku.

"Soal nya gue mau balik bareng calon. Ya? Ya? Nanti gue ongkosin dah," bisik Bian lalu menjauhkan kepala nya.

Sialan! Setelah aku menunggunya dengan mudah ia menyuruhku pulang? Tahu gitu aku mending pulang tadi. Bian sialan! Padahal aku sudah menahan rasa pusing ku demi menunggunya! Bukannya tadi dia bilang kamu akan pulang bersama setelah selesai latihan? Dan sekarang ia menyuruhku pulang? Cih

Aku mengangguk tanpa berbicara sepatah kata pun. Lalu aku berjalan meninggalkan mereka. Kesal? Tentu!

"Eh! Eh! Tunggu, Ra!" Teriak Bian sambil menyamakan langkahnya dengan ku.

"Jangan marah dong, nanti gue traktir dah asli."

Siapa peduli? Aku masih punya uang! Aku bisa beli sendiri. Aku terus berjalan tanpa melirik Bian yang ada di sampingku.

"Gue ga marah. Gue pusing mau pulang," lirihku.

Bian berhenti berjalan. Rasanya kepalaku ingin menoleh ke arahnya. Namun, egoku lebih tinggi. Jadi aku tetap berjalan. Sejujurnya aku tidak tahu aku kenapa? Mana mungkin aku marah kan? Lagipula aku harus marah kenapa? Cemburu? TENTU TIDAK! Aku hanya kesal dan jengkel! Ditambah kepalaku yang masih terasa pusing dan peningkatan. Ahhhh sial

Setelah agak jauh aku pun membalikkan tubuhku. Ku lihat Bian sedang berjalan menuju lapangan lagi. Sepertinya aku terlalu berharap banyak, Bian tidak mengejarku..

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang