Lima puluh

5 0 0
                                    

Dengan gelisah aku menyusun buku-buku pelajaran ke rak. Petugas perpustakaan menghukumku karena selain telat mengembalikan buku, hari ini aku juga telat datang kesini. Itu karena Shila memberitahuku bahwa Bian cedera saat di semi final. Tapi untungnya ia menang dan masuk ke final. Ya tuhan... Pikiranku hanya tertuju kepadanya sejak tadi. Bagaimana tidak? Teman sekalian crush-ku cedera.

Aku uring-uringan tak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali ke sana namun aku tak tahu tempatnya huaaa...

Aku juga sudah meminta Shila menjemputku namun ia menolak dengan alasan pertandingan nya lagi seru. Sialan ish! Shila hanya mengirimiku lokasinya lewat maps. Masalahnya aku tak tahu akses transportasi untuk kesana. Aku juga tak bisa mengendarai motor. Oh sial. Apa yang harus ku lakukan??

Alhasil aku hanya uring-uringan di perpustakaan sambil menyusun buku dengan tidak ikhlasnya.

"Pelan-pelan itu buku mahal, Neng," tegur petugas perpustakaan itu. Aku menoleh dan menampilkan cengiranku.

"Pakkk! Bapak tau ga dimana tempat tanding anak Taekwondo sekarang?" Tanyaku.

"GOR," jawabnya.

"Elah. Maksudnya cara ke sana nya gimana? Aku nolep pak,"

"Gampang. Angkot juga bisa cuma dua kali nask sampe. Atau ga ojol," jawab nya.

Aku berpikir sejenak. Kalau naik angkot rasanya repot karena harus turun sekali dan naik angkot jurusan lain. Sedangkan ojol pasti mahal karena tempatnya lumayan jauh. Aku ga punya duit...

Duh gimana nih?

Di tengah kebingungan dan keresahan, aku menoleh ke sampingku terlihat seorang siswa yang sedang menyimpan beberapa buku ke rak. Wajahnya terasa familiar. Aku menyipitkan mata dan mencoba mengingat-ingat.

Aku tersenyum riang dan berdiri. Terima kasih Ya Tuhan! Itu Idam!!! Teman nya Bian, aku bisa meminta bantuan darinya kan

"Woi woi! Lu temennya si Bian kan?" Idam menoleh dan menatapku bingung lalu ikut berdiri.

"Iye. Lu cewe yang suka nebeng ke dia kan?"

Oke julukan yang bagus.

"Sialan! Eh lu tau ga tempat si Bian tanding?" Tanyaku.

"Tau," jawabnya. Yes!!

"Ko ga nonton?" Tanyaku lebih tepatnya basa-basi sih ehe.

"Males,"

Anjir

"Emm, anu anterin gue dong yaaa. Gue pengen nonton tapi gue gatau tempatnya. Nanti gue bensinin deh," bujuk ku. Bensinin? Haha duit aja low gini. Gaya banget kamu Eyra!

Idam menampilkan smirk nya lalu mengiyakan permintaan ku. Sebentar... ada yang aneh. Bukan, bukan! Aku bukannya berprasangka buruk hanya saja... aneh.

Lalu kami menaiki motor milik Idam.

"Eh iya anjir. Ko lu ga di hukum sih? Lu kan telat banget anjir datengnya," tanyaku memecah keheningan. Aneh bukan? Kenapa aku dihukum sedangkan dia tidak?

"Rejeki," ucapnya lalu menghentikan motornya di pinggir jalan dan menyuruhku turun.

"Lah? Ko berenti disini sih?" Bingungku setelah turun.

Idam tersenyum menyebalkan lalu beekata,

"GOR kejauhan cok. Gue anterin sampe sini ae ya. Bye!" Kata Idam lalu melajukan motornya xengan kecepatan lumayan.

"IDAM BANGSAT!" Teriakku di pinggir jalan. Otomatis orang-orang di sekitar memperhatikanku. Ah persetan!

Jadi? Gimana nih? Mau pulang tapi sejalur. Kalau nekat naek angkot terus nyasar gimana? Arghhhhh! Sungguh ini hari sialku! Tidak Idam, tidak Bian! Sama saja... sama-sama menyebalkan. Rasanya aku ingin menangis sekarang ini. Lalu ku rogoh ponselku dan menelepon Shila.

"Apaan?" Tanyanya dari seberang sana.

"Shil tolongin gue. Ini gue otw ke GOR tapi gatau naek angkot yang mana," keluhku dengan suara bergetar

"Dih jangan nangis dong. Lu naek 03 terus berenti di lampu merah terus lanjut naek 08. Nanti minta abangnya turunin di GOR," jelas Shila.

"K-kalo gue nyasar gimana weh?"

"Ga bakal. Buru nih Bian lagi istirahat. Dua jam lagi finalnya. Bye!" Kata Shila lalu mematikan teleponnya.

Ya tuhan... Dengan terpaksa aku pun menaiki angkot sesuai instruksi Shila.

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang