Dua puluh delapan

3 0 0
                                    

"Ra... " Ryan mendekat ke arahku. "Kali inj gue serius."

Aku tersenyum senang dan saling bertatapan dengan Bian. Kalau begitu rencana ku berhasil.  Aku tahu betul kali ini Ryan bersungguh-sungguh. Aku bisa melihat ketulusan dan rasa bersalah di mata cokelatnya. Ia bahkan berkaca-kaca.

Kalian ingat juga kan? Saat aku mengatakan aku tahu apa yang harus ku lakukan? Di situ lah aku sudah merencanakan semua ini. Salah satunya kejutan di mensiversary ini. Tapi yang utamanya adalah membuat Ryan benar benar jatuh cinta padaku lalu memutuskannya. Dan ya alasan aku bersikap manis sebulan ini juga agar Ryan jatuh cinta. 

Dengan begitu impas bukan? Jadi, aku menang juga! Dan ini berhasil, barusan Ryan bilang ia suka padaku kan? Ok bagus. Aku juga bisa membuat permainan.

"Kalo mau ketawa ga perlu ngejatohin orang, ga perlu nyari kekurangan dan kesalahan orang. Coba ketawa in diri lu pada dulu yang nyari kebahagiaan tapi bikin anak orang ngebatin. Ngotak, goblok" kesalku.

Ini lebih merujuk kepada semuanya bukan hanya Ryan. Saking kesalnya kata kata kotor pun lolos begitu saja dari mulutku.

"Tetep jadi cewe gue, Ra," pinta Ryan.

Apa dia tidak malu?

"Maaf, ga lagi deh, Yan. Coba dengerin lagi lirik lagu yang gue nyanyiin deh," jawabku.

"Liriknya gini, Tell them i was happy, and my heart is broken. Tell them what i hoped would be impossible. Falling out of love is hard,
Faliing of betrayel is worse... broken trust and broken heart... i know," lirihku.

"Ngerti bahasa inggris kan? Kalo ga buka kamus gih."

Ryan terdiam begitu juga yang lain. Merasa bersalah? Konyol!

"Btw makasih ide nya, Ran. Gokil sih kalo lu jadi sutradara. Makasih juga yang ketawa paling bahagia, Dine. Lu keknya seneng babget. Kurang hiburan ya? Ifan juga deh thanks bro dah ngesianin gue," ucapku lalu pergi keluar dengan membawa gitar diikuti Bian Shila.

Ifan memang sempat menyuruh mereka berhenti mempermainkanku katanya kasihan tapi tak ada gunanya. Lagi pula aku tidak butuh rasa kasihan berupa omong kosong.

"Gapapa?" Tanya Bian yang sedang berjalan di sampingku.

Aku mengangguk dan tersenyum senang. Hatiku terasa lega, seakan masalah menguap begitu saja bersama udara.

"Santai lagian dah ga demen gue ama tu orang. Gedeg sial," umpatku.

Aku tipe orang yang bisa mencintai dengan amat dalam. Namun, apabila orang itu membuatku sakit aku bisa membenci nya dengan amat dalam pula. Bukan lebay atau dramatisir tapi ini nyata. Aku membenci nya, aku membenci mereka.

"Haha seru anjir. Dah lama ga liat drama," kata Shila.  Kami oun tertawa membahas kejadian tadi.

"Waduh anjing taperwer gue gimana?" Panikku saat ingat tempat untuk brownies itu adalah kotak makan milik ibu. "Mana tadi gue bilang suruh buang lagi. Kalo di buang benaran gimana weh?"

"Ya lagian bacot lu ga ke kontrol sih tadi. Asal jeplak. Mamam noh di marahin emak," jawab Bian.

"Udah gampang. Earphone gue juga ketinggalan di sono. Tar gue ambil. Dah ye si Eja nungguin," ucap Shila lalu pamit pergi. Aku bernafas lega.

"Eh, Ra. Lu mensip nih traktir gue ye," ucap Bian sambil merangkulku dan membawa ku ke kantin yang sudah mulai sepi.

"Dih kan udah putus ege."

"Yaudah pajak putus deh," tambahnya.

"Iya dah. Makasih ya, Bi," ucapku.

Bian sudah banyak membantuku. Ku bersyukur memiliki teman seperti dia. Walau pun ia sering membuatku ingin menenggelamkan nya di laut tapi setidaknya ia tidak bermuka dua dan bisa aku andalkan. Aku harap aku bisa terus berteman dengan dia. Dan aku harap aku bisa membantunya juga di lain waktu. Dan ku harap Bian tidak seperti mereka.

"Makasih doang ga bikin kenyang, Neng," cibirnya. 

Benar kan? Tingkahnya membuatku ingin menenggelamkannya.

Aku mengeluarkan brownies dari tas ku dan ku masukan ke mulut Bian. Bian tersedak lalu berlari mencari air minum. Aku memang dua kotak brownies.

"Kurang ajar ama majikan," kata Bian samil menoyor kepalaku.

Aku mengabaikannya dan memberi sekotak brownies yang aku buat.

"Ni buat lu. Lu juga harus dapet jatah ya kan," kata ku.

"Lah apaan? Sama kek punya mantan lu ini mah."

"Beda wuy. Yang gue kasih ke mantan ada sianida nya," kata ku asal.

"Ha? Serius lu?" Kata Bian dengan raut serius.

"Ya ga lah oon. Muka gile kalo bener,"
"Bedanya yang lu polos. Yang mantan gue ada keju parutnya," timpalku

"Parah sih yang gue ga ada kejunya."

"Komen mulu. Keju lu di makan adek gue."

Bian mengangguk-angguk lalu memakan brownies itu, "Enak, lu beli kan Ra bukan bikin?"

Nah kan, hidup Albian hanya berisi prasangka buruk kepadaku heran.

"Ga usah ngadi ngadi lu," ucapku sambil memukul lengannya dengan botol.

Bian hanya tertawa dengan mulut penuhnya.
Setelah itu menghabiskan itu, kami pun pulang

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang