empat puluh tiga

2 0 0
                                    

Bel tanda pulang pun berbunyi. Aku bergegas menemui Bian. Walau pun terasa kesal saat melihat wajahnya namun ada sedikit rasa rindu saat kami tertawa dan bercanda bersama. Ya mau bagaimana lagi? Aku harus tetap menjaga jarak. Lagian aku juga penasaran apa yang mau ia lakukan.

Aku masuk ke kelas Bian yang sudah sepi itu. Bian sedang duduk di belakang dengan beberapa buku di mejanya.  Aku paham. Palingan dia mau menyuruhku mengerjakan tugasnya.

"Mau ngebabuin gue lagi?" Sindirku

"Ehehe bukan gitu. Sekarang mah cuma mau minta bantuan," jawabnya sambil cengengesan.

Dih.

Aku duduk di sebelahnya dan melihat beberapa soal. Kali ini bukan pelajaran ekonomi. Tapi biologi, tentu saja aku sudah mempelajari materi ini. Ya karena materi di kelas sepuluh MIPA biasanya materi lintas minat di kelas sebelas IPS.

Aku mengerjakan soal nomor satu, Bian hanya memperhatikan ku.

"Apa?"

"Ga, Ra!" Jawabnya lalu tersenyum.

Aku memalingkan wajah dan kembali fokus ke buku.

"Makanya jangan kebanyakan pacaran, jadi bego. Nyusahin gue," ucapku pelan.

"Biarin aja sih. Orang puber, emangnya lu, jomblo teros," ledek Bian lalu menyentil jidatku. Kebiasaan.

"Kalo suka sama orang ya gampang. Yang susahnya macarin orang yang kita suka," jelasku. Benar bukan? Rasa suka? Sebenarnya aku masih ragu dengan iru. Aku masih tidak mengerti arti dari suka itu sendiri. Dan apakah rasa suka harus memiliki?

"Bian."

Aku menoleh ke suara yang memanggil nama Bian itu. Dia Dila, ia berdiri dengan anggun sambil melambaikan tangan. Tanpa merespon perkataan ku. Bian langsung berdiri dan menyambut Dila dengan antusias. Cih, padahal aku baru saja ingin cerita masalah hati. Ya sudah lah...

Mereka berpegangan tangan lalu duduk di bangku yang agak jauh dariku. Yaelah mau duduk saja harus dipegangin. Melihat mereka seperti itu entah mengapa aku tidak bisa santai. Rasanya panas dan sesak seperti saat ku meminum minuman Bian. Ternyata pengaruhnya masih ada sampai saat ini. Sial. Aku sempat menceritakan masalah ini pada Shila. Dia bilang aku sudah jatuh cinta dengan Bian dan katanya aku sedang di fase cemburu. Apa- apaan? Tentu bukan itu kan? Aku tahu diriku. Dan saat ini aku bisa menjelaskannya, rasa kesal? Itu pasti karena Bian menyuruhku mengerjakan tugasnya, lalu panas? Itu pasti karena ulangan kimia tadi siang, dan rasa sesak? Tentunya karena minuman Bian.

Aku lirik lagi mereka yang sedang saling bersandar. Dih, sepertinya jika aku ganggu akan asik. Aku tersenyum licik lalu menuliskan sesuatu di buku Bian.

"Oi! Yang pacaran bisa bantuin babu lu ga?" Ucapku dengan penuh penekanan. Mereka menoleh lalu mendekat ke arahku.

"Dil! Lu udah sayang kan ama Bian? Cinta juga dong pasti, nah kalo cinta harus saling berkorban, menolong dan yang lain kan?" Ucapku. Haha ini bagian dari rencana. Dila mengangguk dengan ragu sedangkan Bian menatapku bingung.

"Kalo gitu lu kerjain tugas dia nih. Kan lu yang bilang gue ga usah perhatiin atau semacemnya lagi ke pacar tercinta lu ini. Kan udah ada lu," jelasku lalu memberikan buku milik Bian pada Dila.

Dila mengambil buku itu dengan ragu. Haha ke makan omongan sendiri kan. Sekarang aku bossnya, biar saja dia menjadi babu Bian yang baru. Makan tu soal biologi. Sekedar informasi Dila ini anak IPS.

"Bi, gue balik duluan," pamitku lalu berjalan keluar.

"Bentar ya sayang. Ra! Gue anter,"

Antar? Rasanya tak perlu haha. Bian mengejar ku dan kami diam di depan pintu kelas. Lagian tumben dia mau mengantarku saat sedang bersama Dila.  

"Ra, kok lu nyuruh Dila sih. Lu mau ancurin hubungan gue? Kaya pas sama Nia? Iya?"

Aku terdiam, rasanya perkataan Bian yang ini sangat menusuk hati. Sialan! Merusak hubungan apanya? Jadi dimana letak kesalahanku? Lagian dia kan belum menjalin hubungan dengan Nia waktu itu.

"Gini ya Bian, apa ada yang salah dsri semua yang gue omongin ke Dila tadi? Gue cuma ga mau terus terusan liat lu mesra mesraan sedangkan gue di babuin sama lu. Lu mikir dong, Bi. Lebih dewasalah minimal. Jangan seenaknya. Lu pikir gue nurut mulu kalo lu surih? Ga, Bi. Gue cuma kasian ama lu, gue pengen bantu lu. Tapi lu nya kok malah ga tau diri? Ngelunjak dan ya... gue bukan perusak hubungan orang," jelasku lalu pergi dsri sana.

Siapa peduli? Aku sudah terlanjur kesal, jujur saja sejak tadi aku menahan air mata. Bagaimana pun aku ini hanya manusia lemah. Bagaimana bisa Bian mengatai ku perusak hubungan setelah aku membantunya? Tidak tahu diri. Tahu beginj aku tidak perlu menghampirinya ke sini. Membuang waktu.

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang