Sembilan

8 1 0
                                    

"WOIII! KE LAB KOMPUTER SEKARANG BAWA BUKUNYA YA!" teriak ketua kelas alias Rama seraya memasuki kelas.

Lagi-lagi pelajaran ini, aaaaa aku tidak menyukainya aku gaptek untuk pelajaran informatika yang mengharuskan ku berkutat dengan komputer, eh tapi bukan sepenuhnya karena gaptek, mataku dengan minus yang tak seberapa ini tak kuat untuk terus memandang layar kotak yang menyala itu. Pusing.

"Ayok, cok. Malah bengong," tegur Shila yang membuatku tersadar.

Aku segera bergegas dan menuju Laboratorium dengan langkah malas.

"Shil, kantin nggak sih?" Hasutku pada Shila.

Ya minggu lalu aku dan Shila lebih memilih diam dan tidur di kelas ketimbang mengikuti pelajaran itu. Mohon jangan ikuti apa yang aku lakukan, tapi jujur bolos memang menyenangkan. Rasanya energi habis terkuras di mata pelajaran kimia dengan total tiga jam pelajaran, jadi aku harus mengisi kembali dengan cara bolos di pelajari informatika. Ok ini terkesan seperti pembenaran diri, tapi ya sudahlah ya.

Shila yang ku ajak ke jalan sesat itu dengan antusias mengangguk, dia sama sesatnya denganku jadi ya begini lah jika kami bersama. Dosa ditanggung masing-masing.

"Heh! Enak ae kabur-kabur minggu lalu udah kabur lu bedua. Gue laporin lu ntar!" Ancam Rahmi teman sekelasku yang sedang berjalan di depan kami.

"Nggak asik lu, ah," celetuk Shila.

"Tau tuh maennya ngaduan. Gue coret dari kelompok lu," sahutku mengancam Rahmi yang selalu ku ajak jika membuat kelompok untuk tugas. Rahmi ini bisa dibilang tudak punya teman, ada sih tapi jarang haha. Sekalinya berteman malah masuk di toxic circle. Kata dia sih mungkin ini adalah karma karena sering membully orang saat SMP dulu.

Pada akhirnya niat busuk kami gagal dan kami mengikuti pelajaran. Si Rahmi ini membahayakan, daripada kena masalah mending cari aman kan. Masalahnya bapak guru informatika pun sudah tandy by di depan pintu lab komputer dengan sangar. Terlalu beresiko.

___


"Pakk! Ini nggak bisa login, error ni ah, males... " protesku saat guru informatika itu menyuruh siswa-siswi log-in ke salah satu website untuk membuat sebuah aplikasi. Semua orang melihat ke arahku, persetan lah dengan tatapan mereka.


"Kamu coba ulangi saja!" Titah guru tersebut.

Berapa kali pun mencoba tetap sama. Kenapa guru itu tidak langsung membantuku saja? Dia terlalu sibuk dengan murid pintar dan murid cantik. Sedangkan aku yang pas-pasan dengan otak sebesar sendok nyam-nyam ini malah diabaikan. Makin saja terlihat bodoh. Sudahlah lebih enak nonton video komedi lewat YouTube daripada mengurus server error, aku pun memakai headphone dan mulai menonton video yang muncul di beranda.

"Mantap njirr ni lagu."

Aku melirik ke samping dan terlihat Shila tengah asik mendengarkan dugem jawa kesukaannya.

"Pc lu error juga?" Tanyaku sambil melepas headphone dari kepalaku.

"Apaan si, elah? Kagak, males ae gue."

Aku tersenyum bangga melihat kelakuan temanku yang satu ini. Bagus, aku jadi tak perlu merasa panik karena tak mengerjakan tugas dari sang guru. Ini baru namanya teman.

Video demi video telah ku tonton. Pelajaran pun habis, aku berjalan ke depan mengisi absen lalu keluar dari lab. Paling juga nilaiku kosong. Langkahku mengarah ke kelas Bian untuk menagih mie ayan yang dijanjikan. Itu dia! Bian sedang berdiri di koridor, aku memanggilnya.


"Nggak bisa sekarang, Ra," ucapnya yang membuatku kecewa. Mie ayam...

"Lah? Kenapa njir?" Tanyaku tak terima.

Dia melirik-lirik perempuan yang ada di sebelahnya. Kenapa sih dia? Mau jadi pria cabul atau apa? Aku menaikkan alisku pertanda tak mengerti.

"Dah ah ntar ae ya," pamitnya lalu merangkul perempuan itu.

Bian sialan, ingkar janji, fuckboy, cabul arghh mie ayammm. Menyebalkan! Aku bukan cemburu ya! hanya kesal karena gagal di traktir. Sudahlah.

"Diem-diem bae bang. Kantin ayok."

Aku menoleh ke belakang, Ryan dan yang lain. Ok bagus jadi aku tidak ke kantin sendiri. Kami duduk di pojok kantin dan memesan beberapa makanan.


"Tau nggak gaes? Masa~"

Blablabla.. ya itu lah kalimat sakral yang mengawali perghibahan yang kami lakukan. Banyak hal yang kami bicarakan mulai dari kelucuan kelas, guru dan yang lain. Kami tertawa lepas membuat suasana kantin semakin ricuh. Ya ya ini sudah biasa, kami juga sempat dilirik sinis bahkan ditegur kakak kelas karena berisik.


"Gaes-gaes! Mojok bedua dosa ye kan???" Kata Rani yang bermaksud menyindir sepasang murid yang ada di kantin.

Kami menoleh ke arah keduanya.
Bian! Hahaha, ia tampak tenang namun perempuan yang bersamanya itu terlihat jelas sedikit kesal dan tidak nyaman. Sebenarnya aku acuh tak acuh sih dengan yang orang lain lakukan tapi ya... teman-teman ku ini seperti greget dan gatal jika tidak mengurusi urusan orang lain. Heran.

"Iya anjirrr dosa tapi enak tau. Nikmatin masa muda anjay!" Ucap Nadine.

"Ya itu mah lu! Yang jones kek si Ryan mah bisa apa?" Ledekku pada Ryan yang duduk di sampingku. Ia mengacungkan jari tengah dan cemberut. Dasar.

"Kek lu ada cowo ae. Eh tapi itu kan temen lu yang anak ips itu kan?" Tanya Ryan yang ku jawab dengan anggukan

"Kemaren gue di sinisin kakel anjir," curhat Shila.

"Sinisin balik! Repot bener," sahutku.

Benar bukan? Jika ada yang tidak menyukai kita, kita hanya perlu melakukan hal sama kan? Untuk apa berubah agar disukai? Manfaatnya apa? Perbincangan kami terus berlanjut.

Aku melihat pria yang sedang membeli minuman dengan cepat ku panggil pria itu, "Oi, mi ayam gue mana? Gue kan menang, Fan."

Ifan menoleh ke arahku dengan wajah panik, "Apaan? Nggak ada ah!. Orang batal, lu kan jatoh," ucap Ifan lalu pergi begitu saja. Sialan, lalu untuk apa aku berlari sampai lutut ku berdarah dan memar.

"Oh, iya lu kemaren jatoh ya? Gue tau dari Ifan," kata Rhani yang aku angguki.

"Lagian banyak gaya sih dia," timpal Shila yang tidak aku pedulikan.

"Tapi lu nggak apa-apa, Ra?" Tanya Ryan. Aku yang awalnya tak peduli pembahasan ini pun menoleh ke arah Ryan dan menjawabnya, "Mayan lah. Celana robek, bedarah dikit ama memar doang."

"Utututu kesian, yang mana yang sakit?" Tanya Ryan lagi. Aku menunjuk ke arah lutut kiri ku dengan lirikan mata. Ryan tersenyum jahil lalu menepuk pelan lutut kiri ku.

"Loh, kok nggak sakit?" Tanya Ryan bingung.

"Udah mau sembuh. Mampus, gagal usil kan lu," jawabku. Ryan mendengus sebal lalu meminum minuman miliknya. Dasar Ryan, ada-ada saja tingkahnya.

"Orang mah di perhatiin, Yan. Lah ini malah lu tepok," kata Nadine.

"Nggak ah. Tar baper."

Jangankan di perhatikan Ryan, Ryan diam saja sudah bisa bikin aku baper.

To be continue
Vote dan comment

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang