Dua puluh empat

10 1 0
                                    

Masih dengan hari yang sama dan perasaan yang sama pula. Senin ini ku lalui dengan senyuman.

Namun ada satu hal yang mengganjal, biasanya saat seseorang merasa sangat bahagia ia akan mengalami kesedihan yang teramat juga. Ya sepertinya aku terdistraksi oleh pepatah itu. Terkadang aku merasa gelisah saat bahagia karena hal itu.

Tapi siapa peduli? Yang penting sekarang ini aku senang. Ku tepis pemikiran-pemikiran tersebut. Semoga tidak akan terjadi hal-hal buruk.

"Udahan seneng nya tar mewek baru nyaho lu."

Aku menoleh ke belakang. Itu Bian. Siapa lagi orang yang ingin melihatku menderita? Hanya Bian.

Aku menutup mulutku saat tiba- tiba pesan masuk ke ponselku. Segera ku buka dan ku baca.

Ryann

Jangan dulu balik. Temenin gue ke kantin dulu yaa Ra!
15.39

Tanpa berpikir lagi aku bersiap ke kantin menemui Ryan.

"Bi, gajadi balik ya ehe. Doi minta temenin nih, lu mau ikut?" Pamitku.

Bian yang sedang memasukkan buku-buku nya pun melihatku sebentar lalu berkata,

"Ga guna gue ikut, sono!" Usirnya.

Aku mendelik padanya, benar kan? Bian tidak rela jika aku bahagia. Bahkan dari tatapan matanya dan nada bicaranya. Heran, emosian sekali orang ini.

"Eh liat Ryan ga?" Tanyaku saat berpapasan dengan Rani dan Nadine.

Mereka tidak langsung menjawab melainkan saling melirik satu sama lain lalu terlihat seperti menahan tawa.

Mereka kenapa?

"Kantin," jawab Rani.

Aku mengangguk lalu berlari kecil menuju kantin setelah pamit pada mereka.

Terlihat Ryan melambaikan tangannya dari ujung kantin. Aku tersenyum lalu menghampirinya.

"Mo ngapain?" Tanyaku

Dia memberiku semangkuk Mie Ayam. Hm tidak biasanya.

"Makan dulu," ucap Bian.

Aku mengangguk dan kami pun segera makan mie ayam masing masing.

"Ra? Kita kenal udah tiga tahun lebih kan? Malah hampir empat tahun deh," Tanya Bian dengan nada serius.

"Dan gue pikir gue ada rasa ama lu... gue gatau sejak kapan," lanjut Ryan padahal pertanyaan nya belum ku respon.

Ya tuhan, apa dia akan menembak ku? Jika iya maka halusinasi ku dari beberapa tahun kemarin menjadi nyata kan? Aku selalu berharap suatu hari Ryan akan memintaku menjadi gadisnya. Dan sekarang hari itu tiba. Jantungku berdegup begitu kencang dengan keringat dingin di telapak tanganku.

Aku tertunduk, ku rasakan pipi ini mulai memanas. Dengan gugup ku tatap mata Ryan saat itu juga.

"Kita pacaran ya. Cuma ada dua jawaban, iya dan tentu," lanjutnya.

Pupil ku membesar mendengar pernyataan nya. Ia melontarkan kata- kata itu dengan mudah tanpa gugup.

Aku memalingkan wajah dan pandanganku menyusuri kantin. Sempat ku lihat Bian melirik ku dengan segelas jus di tangannya.

"Cowo lu disini, jadi liat kesini," kata Ryan sambil menangkup pipi ku dan mengarahkan agar aku tetap memandang wajah lucunya. Ini aneh, terlalu mendadak. Aku tidak siap... Bahkan saat ini aku bingung harus meresponnya seperti apa.

"Yeu anjir l-lu belajar bucin ma sape?" Kataku gugup.

"Dari FTV," balasnya asal. Dasar

"Gue kira lu suka ama cowok, Yan. Abisnya lu pacaran cuma sekali pas SMP," kata ku mencoba mencairkan suasana canggung ini.

"Jangan ngadi- ngadi lu, lu sendiri gimana ama gue?" Tanya nya yang membuatku terdiam.

Haruskah aku menceritakan dari awal aku menyukainya? Tapi bukankah ini sedikit memalukan? Memendam rasa bertahun- tahun tanpa berani mengungkapkan? Haruskah aku menceritakan bahwa setiap malam dia selalu ada di pikiranku?

"Umm gue suka ama lu semenjak kita satu kelas. Waktu itu lu nyapa gue dengan muka polos lu itu Yan. Mulai saat itu sampe sekarang rasa itu masih sama deh kayanya," jelasku.dengan ragu.

Ku pikir tak ada salahnya sekarang aku jujur bukan? Toh sekarang dia pacarku ehe.

Ryan terdiam dengan kerutan terlihat di dahinya.

"Yodah yok gue anter pulang, hari ini gue bawa motor," katanya lalu berdiri.

"Lah lu bisa motor?" Tanyaku heran karena semenjak aku mengenalnya aku belum pernah melihat ia membawa sepeda motor.

"Katanya dah lama suka tapi gitu aja gatau. Untung cewe gue," jawabnya lalu merangkulku menuju parkiran.

Ini seperti ilusi, siapa sangka perasaanku akan terbalas? Harusnya aku bahagia kan? Tapi entahlah... ada satu hal yang membuatku resah. Ya tuhan sebenarnya ada apa...

To be continue
Thanks for reading
Vote n comment guys

(Un)CoveredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang