Di tempat yang sunyi dengan cuaca yang mendung, tempat di mana semua manusia akan beristirahat selamanya. Nara menatap batu nisan yang bertuliskan nama ayahnya. Prasetyo.
Setetes air mata jatuh ke tanah kuburan tersebut. Terdapat penyesalan di buliran tersebut, kini rasa sakit hatinya sudah terbawa angin. Hanya di selimuti rasa rindu, walau ayahnya adalah sosok yang dulu ia paling benci tapi tidak untuk sekarang. Sekejam apapun ayahnya, tetap saja itu adalah orang tuanya, yang membesarkannya.
"Maafin Nara Pah! " Nara mencium batu nisan tersebut.
"Nara banyak salah sama papah, Nara ga bisa temenin papah sampai nafas terakhir. " Nara menangis, wajah papahnya terlihat samar di dalam pikirannya.
Perlahan, rintik hujan turun membasahi tanah. Namun, Nara masih enggan untuk beranjak, ingin terus dengan papahnya yang ada di alam yang sangat jauh darinya.
"Sahabat Nara marah sama Nara pah, Nara ga tau harus kaya gimana. " Rasa sesak di dada Nara terus menghampirinya.
Kenapa? Batin Nara, ia bingung. Sekarang badannya tidak terkena tetesan air hujan lagi. Ia mendongak ke atas.
Seorang gadis yang seumuran dengannya memayungi dengan payung hitam. "Kamu harus pulang,, hujannya makin deras!" ucap gadis itu.
Nara berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan gadis tersebut. "Makasih. " hanya itu yang bisa Nara ucapkan. Gadis itu hanya tersenyum sembari mengangguk.
"Ini payung buat kamu. " gadis itu memberikan satu payung miliknya pada Nara.
Ia melihat ke arah makan ayah Nara, menatapnya dengan tatapan sendu. "Kita sama, kehilangan sosok ayah dalam hidup kita. Tapi percayalah, ayah kita ga bakal suka kalau kita sedih kaya gini. Kamu harus tegar! " ucapnya sembari memegang pundak Nara mencoba menguatkannya.
Nara hanya mengangguk. "Aku pergi duluan ya! " Gadis itu pergi meninggalkan Nara di pemakaman.
Nara menatap kepergiannya.Ia sadar, bukan hanya ia yang merasa sedih karena kehilangan ayahnya, ada orang yang sama halnya dengan dirinya. "Nara pulang dulu ya Pah. Assalamualaikum. " Nara pergi meninggalkan pemakaman.
Hujan semakin deras. Ia teringat akan kakaknya dan ibunya, ia melajukan mobilnya ke rumah keluarganya. Ia ingin membuka lembaran baru lagi bersama keluarganya. Hanya mereka yang Nara punya, cukup sampai disini kebenciannya.
**
Nara sampai di rumah bercat putih dengan berbagai tanaman hias di halaman rumah tersebut. Pagar yang terbuka lebar,ia segera masuk ke pekarangan rumah tersebut. Rasanya ia sangat rindu kenangan di rumah ini, selalu ada cerita di sini.
"Nara? " Hanum hampir menangis melihat anaknya datang kerumah.
Ia segera pergi memeluk Nara, Nara pun sebaliknya memeluk Hanum dengan rasa rindunya yang ia selalu pendam. "Maafin Nara mah! " ucap Nara di tengah tangisannya karena rindu dengan sosok ibu.
"Ga apa-apa sayang. Mamah tau perasaan kamu. Lebih baik sekarang kita masuk ya? " Hanum mengajak Nara masuk.
Mereka duduk di ruang tamu, suasana masih sama seperti di masa Nara kecil. Tak ada yang berubah, hanya terlihat lebih sepi.
Hanum membawakan minum untuk Nara dan duduk di samping anaknya itu."Mamah cuman bisa kasih ini buat kamu, papah sangat menyesal dengan apa yang dia perbuat sama kamu nak. Tolong maafin papah ya, papah nulis ini ketika papah masih di rawat di rumah sakit. " Hanum memberikan selembar kertas yang di beritahu itu adalah dari almarhum papahnya.
Nara membuka kertas itu dengan perlahan, air matanya terus turun tak bisa menahan semua kesedihannya sendiri. Perlahan, ia membaca tulisan papahnya.
Nara anakku
Nara, papah minta maaf sama kamu, papah bukanlah ayah yang baik untuk kamu nak. Papah hampir melenyapkan anak papah sendiri, papah selalu membeda-bedakan kamu dengan Hani. Papah menyesal. Mungkin, ketika kamu membaca surat ini, papah sudah tidak ada di dunia, papah hanya mau menebus kesalahan papah. Papah ga punya harta, papah hanya minta permohonan maaf dari Nara. Papah sayang sama Nara, papah sadar akan semua kesalahan papah, hingga papah menyerahkan diri ke penjara, tapi rasanya tidak cukup Nak, dosa papah lebih banyak dari pada itu. Papah mencari kamu Kemana-mana. Papah pengen meluk kamu, tapi tuhan sepertinya punya jalan yang lebih baik. Papah tau kamu pasti membenci papah. Papah minta maaf sama kamu ya Nak, papah sangat minta maaf. Papah akan menyerahkan perusahaan papah buat kamu, perusahaan yang hampir gagal karena dokumen yang terkena tumpahan waktu itu yang menyebabkan papah emosi, padahal itu hanya sebuah kertas. Papah sangat menyesal, jaga mamah dan kakak kamu ya nak, maafkan papah. Papah sangat sayang sama kamu Nara. Maafkan papah.
Prasetyo
Untuk anakku Nara.Nara menangis membaca surat dari ayahnya yang telah tiada. Hatinya hancur membaca semua penyesalan ayahnya, kini rasa benci itu telah hilang tergantikan oleh kesedihan yang mendalam.
"Maafin Nara mah, pah. Seharusnya Nara ga egois, seharusnya Nara ada di saat papah mengehembuskan nafas terakhir. Nara minta. Maaf! " Nara memeluk Hanum, begitupun sebaliknya.
"Ini bukan salah kamu sayang. Tuhan sudah memberi jalan yang terbaik untuk papah. Kamu harus tetap doakan papah yang terbaik ya nak? " Hanum mencium puncak kepala Nara.
Nara mengangguk, air matanya terus keluar tanpa bisa ia kendalikan. Rasanya saat ini ia ingin kembali memeluk ayah tercintanya namun apa daya, ayahnya sudah tenang di alam sana.
Pah, Nara janji bakal menjalankan amanah papah dengan baik. Nara ikhlas papah pergi, Nara ikhlas memaafkan semua kesalahan papah. Pah maafin Nara juga ya, seharusnya Nara ada di samping papah ketika papah menghembuskan nafas terkahir. Nara sayang sama papah-Nara.
**
Semuanya aku minta maaf, seberernya chapter ini udah aku up jam 11 😭Tapi ga tau kenapa jadi eror dan malah jadi draf terus ga tamat. Jadi aku bikin kelanjutannya. Maaf yang udah baca pas sebelumnya, maaf banget kalau ada perbedaan. Maaf ya.
Semoga kalian suka, jangan lupa vote dan comen 😉
SEBAGAI PERMINTAAN MAAF AKU BAKAL DOUBLE UP HARI INI 😉😉
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNARA [COMPLETE]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] Siapa yang tidak tahu Nara Almira? Cewek tomboy dengan keahlian beladiri yang hebat dan suka mengendarai motor besar di tambah sikap cueknya yang menjadikan Nara tidak punya teman di sekolahnya. Akibat jauh dari keluarganya Nara h...