11. DI TENGAH ALUNAN RINTIK HUJAN
***
"Kenapa lo bisa kecelakaan kayak tadi, Ra?" Aldran bertanya tapi fokus membelah buah apel.
"Udah takdir. Jangan sok perduli." Nara malah membalasnya dengan ketus.
Matanya berkaca-kaca mengingat kejadian sebelum nyawanya hampir di renggut maut. Ia tidak mau bercerita kepada Aldran. Gadis itu tidak mudah percaya pada orang lain. Ia selalu menutup diri.
"Gue nanya karena gue peduli," balas Aldran.
"Perduli? Gak akan ada orang yang bener-bener perduli sama kehidupan orang lain," kata Nara. Ia langsung memalingkan muka saat Aldran menatapnya lama.
"Di luar sana pasti banyak yang perduli sama lo. Tapi, diri lo sendiri yang menutup kepercayaan itu. Lo gak akan bisa menikmati dunia kalau terus berpikiran negatif ke orang lain."
"Tapi itu menurut lo. Elo bilang kayak gitu karena lo gak ngerasain apa yang gue rasa. Masa lalu gue seakan jadi pengingat kalau orang-orang yang awalnya kita percaya bisa jadi musuh pada waktunya." Mata Nara berkaca-kaca saat mengatakannya. "Dan gue emang ngerasain sendiri. Kalau hidup gak selamanya indah. Bahkan orang yang sangat gue sayang sekalipun hampir menghilangkan nyawa gue. Apa sekarang semudah itu untuk lupain kejadian masa lalu?"
Aldran terdiam. Ia tidak tahu banyak dengan gadis yang ada di dekatnya ini. Tapi ia bisa merasakan kalau gadis ini kesepian ia hanya butuh penyemangat. Teman dan orang-orang yang bisa ia percaya sepenuhnya. Yang ada saat dia jatuh dan bangkit.
"Ada gue Ra. Ada gue yang perduli sama lo. Gue emang gak tahu apa masalah masa lalu lo. Tapi lo bisa percaya sama gue," kata Aldran dengan sangat tulus.
Kemudian cowok itu mendekat dan memeluk Nara erat. Nara menangis di pelukan Aldran. Meluapkan semua kesedihan yang selama ini ia tanggung sendiri selama bertahun-tahun. Tapi Nara belum tahu, apa dia benar-benar bisa percaya Aldran apa tidak.
Mereka berpelukan cukup lama sampai Nara tersadar kembali kalau Aldran ini adalah cowok menyebalkan yang mempermalukannya di depan umum. "Awas! Beraninya lo meluk-meluk gue!" Nara mendorong keras bahu Aldran sampai pelukan mereka lepas.
"Lah tadi nangis-nangis. Sekarang marah-marah, labil dasar," kata Aldran.
"Apa lo bilang?"
"Lo gak capek apa marah-marah terus?"
"Enggak dan itu hidup gue."
Aldran hanya mengangguk mengiyakan saja apa yang di katakan Nara. Tidak pernah terpikir olehnya bisa bertemu cewek bandel seperti Nara. "Gue lebih suka lo yang galak dari pada lo nangis," ucap Aldran sambil tersenyum.
Nara menatapnya muak. "Lo bercanda, cuman mau ngebaperin gue doang kan?" tanya Nara dengan senyum miring. .
"Enggak. Gue serius."
Nara memutar bola matanya malas menghadapi Aldran. "Lo tau gak, Al?" tanya Nara.
"Tau apa?"
"Gue jijik sama gombalan lo!"
****
Hujan masih deras mengguyur bumi. Suasana ruangan sepi. Hanya di isi oleh suara dari games online yang di mainkan Aldran yang sekarang tiduran di sofa. Cowok itu masih belum pulang.
"Lo kapan pulangnya Al?" tanya Nara tiba-tiba.
"Lo ngusir?" tanya balik Aldran.
"Kata siapa gue ngusir? Gue cuman tanya."
"Tapi, kayaknya lo ngebet banget gak mau bareng gue. Mau bales dendam karena udah mal-maluin lo di depan umum?" Aldran sejujurnya hanya bercanda. Tapi mood Nara sedang berbeda hari ini.
Nara terdiam mendengar kata balas dendam. Ia teringat kembali niat buruk awal bertemu dengan Aldran. Gadis itu jadi risih. "Lo apaan sih ngomong balas dendam?" kesal Nara.
"Gue cuman bercanda, Ra."
"Tapi, bercanda lo enggak gue suka!"
Aldran menghela nafasnya. Ia berubah posisi menjadi duduk. Lalu mengambil jaket serta kunci motornya. Ia tahu kalau Nara tidak suka dengan ucapannya dan moodnya sedang tidak baik. Aldran memaklumi itu.
"Gue balik dulu. Tadi gue udah sempet telfon pembantu lo. Mungkin gak lama lagi dia datang." Aldran berdiri dan pergi keluar dari ruangan Nara. Ia membiarkan gadis itu sendirian. Membiarkan Nara menenangkan diri sendiri.
Nara tidak mencegah Aldran pergi. Cowok itu hilang di balik pintu. Tapi wangi parfumnya masih tercium. Nara merasa bodoh karena pernah berniat jahat kepada Aldran. Otaknya di racuni oleh Daren yang selalu menceritakan Aldran dari sisi negatif.
"Sorry Al," Nara berbicara sendiri. Karena Aldran tidak mungkin mendengarnya.
Nara diam sendiri di ruangan. Tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil tapi lukanya benar-benar sakit. Begitu juga kakinya yang di perban. Pembantunya sampai sekarang belum datang juga. Nara berusaha berdiri sambil memegang tihang infus di tangan kanannya.
Saat berdiri dari tempat tidur. Kepala Nara pusing. Tubuhnya linglung seketika. Dan akhirnya jatuh ke lantai karena tidak kuat menahan tubuhnya yang masih lemas.
Luka yang belum sembuh itu kembali mengeluarkan darah dari balik perban. Nara mengaduh kesakitan. Nara langsung menekan tombol pemanggil perawat jaga dekat kasurnya.
"Sus, tolong! Saya jatuh. Luka saya kebuka."
***
KOMENTAR BUAT CHAPTER INI
NEXT?!
DUKUNG CERITA INI DENGAN CARA VOTE DAN KOMEN YAA... SHARE JUGA KE TEMEN TEMEN KAMU BIAR MAKIN SERUU 🔥🔥
MAKASIH BANYAK BANYAK BUAT YANG UDAH BACA CERITA ALNARA SALAM DARI ALDRAN DAN KAWAN KAWAN TERMASUK AKU HIHI 💕
Follow Instagram :
elsiiftr
alnara.officialiamrafanugrah
aldran_gidbadesta
naraalmira
adinugreas
kevin.arkaraza
helen_iel
nesa_.alfira
mellyatrina[Part Ini Telah Di Revisi]
NARA ALMIRA
ALDRAN GIDBADESTA
KAMU SEDANG MEMBACA
ALNARA [COMPLETE]
Teen Fiction[TAHAP REVISI] Siapa yang tidak tahu Nara Almira? Cewek tomboy dengan keahlian beladiri yang hebat dan suka mengendarai motor besar di tambah sikap cueknya yang menjadikan Nara tidak punya teman di sekolahnya. Akibat jauh dari keluarganya Nara h...