HP-34

224 12 0
                                    

Halo apa kabs nih? Bagaimana kegiatan kalian selama #dirumahaja? Tetep jaga kesehatan dan kebersihan ya teman-teman. Semoga kita dijauhkan dalam segala penyakit bukan hanya Covid-19, dan kita doakan juga untuk yang terpapar virus ini semuanya lekas sembuh aamiin.

Untungnya kali ini aku update lagi menemani karantina kalian hehe

Vote dan komennya juga ya!

Sori typo, skuy!

⚫⚫⚫

Lara sudah terbangun dengan mata yang mengembang sembab. Tubuhnya terasa lemas akibat terlalu lama menangis.

"Nona. Tuan dan nyonya sudah menunggu di bawah," ucap seorang maid yang sudah masuk ke dalam kamar.

"Ya," sahut Lara tanpa menoleh. Maid itu sudah keluar.

Dengan tubuh yang lemah Lara berjalan gontai ke dalam kamar mandi. Ia melepas semua pakaiannya, lalu masuk ke dalam bathup. Air sudah memenuhi bathup. Lara bersandar menidurkan dirinya, ia memejamkan matanya dan tak lama air mata kembali keluar tanpa diperintah. Ia menenggelamkan dirinya ke dalam air dan terus menangis, lalu mencoba untuk berteriak menghilangkan rasa sesak di dadanya, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan semuanya. Ia membiarkan air terus masuk ke dalam kerongkongannya, ya, ia ingin mati.

"Hah ..."

Tubuh Lara sudah tertarik ke permukaan. Ya, pria diam-diam menghanyutkannya lah yang sudah menarik tubuh Lara dengan keras. Ia sudah mencengkram bahu telanjang Lara dengan erat.

"Sialan Ara! Kamu mencoba membunuh dirimu sendiri? Bukankah kamu ingin aku yang membunuhmu?!" hardik Aaron tepat di depan wajah Lara yang terkejut dan masih mengatur napasnya.

"A-aron," ucap Lara tersenggal. Ia menatap Aaron sendu sekaligus malu karena ia sedang bertelanjang.

Aaron membawa tubuh Lara berdiri, ia tidak peduli dengan tubuh Lara yang tanpa sehelai benang pun. Lara memekik keras tanpa bisa berkata banyak.

Dengan cepat ia membawa tubuh Lara ke shower dan menyalakannya. Tubuh Lara menggigil dan mencoba menutupi tubuhnya sebisa mungkin agar Aaron tidak melihat tubuhnya. Tapi percuma Aaron sudah melihat betapa indahnya lekuk tubuh Lara.

Lagi, tanpa diduga Aaron sudah mendaratkan ciumannya ke bibir ranum Lara. Aaron yang masih berpakaian lengkap sudah bersentuhan dengan kulit basah Lara. Tak hanya sampai di situ, ia terus melumat bibir Lara dengan rakus. Itu bukti Aaron melampiaskan amarahnya setelah melihat tindakan bodoh dari Lara. Tangannya sudah menjalar ke pipi mulus Lara, ia terus menekan bibirnya dalam lalu menggigit bibir bawah Lara sehingga mulut Lara terbuka seraya mengerang. Ia terus menjelajahi mulut Lara, perlahan melembutkan ciumannya. Lara yang terbuai, sudah mengalungkan tangannya ke leher kokoh milik Aaron, tak peduli dengan kemarahan yang membelutnya. Ia melupakan tubuh telanjangnya, yang ia pikirkan hanya membalas setiap sentuhan Aaron padanya.

"Jangan bertindak bodoh! Cepat bersihkan dirimu," ujar Aaron dengan suara serak, ia sudah melepaskan tautan bibir mereka dengan kening yang masih bersentuhan.

Tubuhnya sudah basah, namun Aaron memilih keluar meninggalkan Lara yang sedang terengah-engah. Lara tak habis pikir dengan apa yang sudah ia dan Aaron lakukan, ia merasa kurang dan ingin lebih. Tapi, ia juga sangat malu, ia selalu meraba bibirnya setelah berciuman dengan pria tampan itu. Ia tidak bisa mengelak bahwa ia tetap mendamba sosok itu meskipun hatinya terluka.

Setelah sepeninggalan Aaron, Lara segera membersihkan diri sesuai perintah Aaron meskipun masih terbayang adegan tadi.

Selang beberapa menit dirinya sudah siap, dan dengan berat hati ia memilih menghampiri keluarga besar dari pria yang ia cintai. Ini bukan saatnya untuk menghindar, sebisa mungkin ia harus menghadapi dan menuntaskan semua permasalahan selama hidupnya. Ia tidak ingin terus dihantui dengan masa lalu yang amat menyakitkan tanpa penjelasan. Hari ini hari di mana ia harus tahu kebenaran dari semuanya.

Mereka menatap Lara yang diantar oleh maid, ia melangkah mendekat dengan raut wajah yang tetap datar seperti terakhir kali mereka melihatnya.

"Duduklah."

Lara menuruti perkataan Aaron tanpa bantahan. Ya, ia duduk berada jauh dari posisi mereka. Ingat, ia masih terluka dan belum sepenuhnya menerima.

"Baiklah, kita mulai dengan namamu," ujar Cedric setelah semuanya berkumpul di ruang rahasia yang ada di mansion itu, lebih tepatnya ruang kerja kedua pria yang ada di sana, Cedric dan Aaron.

Lara menguatkan diri agar semuanya bisa terungkap. Lara hanya menunduk tidak berani berkata-kata.

"Ara, trust me."

Lara menatap mata Aaron yang menyiratkan keyakinan untuknya. Aaron bisa membuatnya sedikit lebih tenang.

"A-aku Lara, Lara Alshea Watson."

"Lara? Watson?" sahut Cedric dengan tangan yang sudah menutup mulutnya serta menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Tidak mungkin!"

Lara yang mendengar itu terlihat bingung, apakah ada yang salah setelah ia menyebutkan nama?

"Dad, ada apa?" Aleyda dengan cepat menimpali ucapan Cedric.

Cedric menatap mata sang istri dengan mata yang berkaca-kaca membuat semuanya bingung akan tingkah Cedric.

"Untuk memastikannya ... Aaron, ceritakan bagaimana pertemuanmu dengan Lara," titah Cedric.

Aaron mengubah posisi duduknya dan menyamankan dirinya untuk bercerita, semuanya menunggu.

"Saat itu ... aku, Max, dan Ken pergi menjemput adik Max, ya Ellie, pulang kuliah," ujar Aaron memulai ceritanya seraya menerawang, mereka mendengar tanpa menyela.

"Tiba-tiba alatku (eagle eye) berbunyi dan menampilkan sebuah tanda sensor merah di mana menunjukkan posisi seseorang, lalu alatku mengeluarkan sebuah kata dalam layar ..." Aaron memberi jeda, "Welcome, G. Ketika titik itu semakin mendekat, alatku terus menerus meminta sebuah code yang aku tidak tahu."

"Aku baru menyadari sumber titik itu dari mana setelah Ellie dan salah satu temannya mencapai gerbang kampus. Aku mengira bahwa ini ada hubungannya dengan Ellie, namun aku berpikir lagi bahwa selama ini saat bersama Ellie alatku tidak pernah menunjukkan tanda apa-apa. Ketika Ellie menghampiri kami, justru titik itu masih pada posisi terakhir Ellie dan temannya berdiri. Orang itu yang tak lain adalah Lara. Tapi aku masih ragu."

Sontak semua yang mendengarnya terperangah dengan penuturan Aaron. Terlebih Lara. Ya, ia ingat saat itu hari tersialnya dan waktu pulang Ellie berkata bahwa ia dijemput oleh sang kakak lalu dirinya pergi bekerja. Ia tidak menyangka bahwa Aaron sudah melihatnya lebih dulu.

"Singkatnya aku mengutus anak buahku untuk mencari tahu siapa Lara. Dan ya setelah mengetahuinya, aku menghampiri tempat kerjanya," lanjutnya dan menatap Lara dengan intens. Lagi-lagi Lara terkejut, ternyata Aaron memang sudah merencanakannya.

"Aku hanya ingin memastikan bahwa dia pemilik tanda yang ada pada alatku."

"Hasilnya?" sahut Cedric.

"Memang Lara orangnya."

"Ba-bagaimana mungkin?" timpal Lara dengah raut wajah tidak percaya. Aaron hanya berdeham pelan.

"Saat itu juga aku memerintahkan beberapa anak buahku untuk membawanya ke mansion-ku. Dan selama itu aku selalu mencari tahu siapa Lara sebenarnya."

Ya, ingatkan Lara dengan aksi penculikan dirinya oleh orang-orang berpakaian serba hitam, dan berakhir dirinya berada di mansion milik pujaan hatinya. Setelahnya kalian mengetahui bagaimana hari-hari Lara bersama Aaron.

Cedric kembali menatap wajah Lara, lagi dan lagi wajah Cedric memerah seperti menahan sebuah rasa entah apa yang ingin ia keluarkan.

"Aku hanya ingin memastikan kembali bahwa dugaanku benar. Lara ceritakan semua tentang hidupmu, ya, pembunuhan itu," Cerdic berucap dengan lirih.

⚫⚫⚫

TBC

Seperti biasa revisi setelah semua cerita selesai.

Semoga suka!

Xoxo, L

Hundo P (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang