HP-37

377 18 5
                                    

Akhirnya aku kembali huhu
Maafkan aku yang terlalu lama menggantung cerita ini.
Jangan lelah menunggu ya, hehe

Aku butuh dukungan kalian. Ayo vote, komen, dan follow!

Hepi reading! Sorry typo.

⚫⚫⚫

Aaron sudah menuntun Lara ke dalam kamar miliknya setelah mereka sampai di mansion pria tampan itu.

"Ingin kutemani?" tawar Aaron sukarela.

Lara hanya menatap dalam sosok itu, lalu ia menghela napas. "Apa kamu benar-benar tulus dengan semua ini?" sahutnya tidak menjawab pertanyaan Aaron.

Aaron mengangkat alis sebelah yang semakin menunjukkan ketampanannya.

"Perlakuanmu padaku, apakah itu tulus, atau memang kamu memiliki maksud lain?"

"Penjelasan di hadapan keluargaku apakah masih kurang?"

"Entahlah, aku masih sedikit ragu dan takut."

"Padaku?"

Lara semakin menatap intens mata indah itu, ia memberanikan diri untuk menyelami netra yang selama ini selalu membayanginya. Apakah ia harus terus percaya pada Aaron meskipun ia tahu bahwa maksud Aaron membawanya bukan untuk mencelakai dirinya. Dalam hatinya ia tidak bisa mengelak, ia selalu percaya pada pria yang dicintainya. Tapi, ada ketakutan tersendiri setelah semua tentang hidupnya mulai terbuka. Apakah Aaron akan melepaskannya? Bukankah ia membawanya untuk mengetahui kebenaran, dan sekarang kebenaran sudah terungkap tentang dirinya.

"Ya ... tidak."

Aaron lebih mendekat pada tubuh Lara. Ia menatap lekat wajah cantik itu. Ia mengeluarkan sebuah alat dari balik jaketnya. Lara perhatikan setiap gerakan Aaron, tak lama ia terkejut dan segera menjauh.

"A-aaron, apa yang akan kamu lakukan?"

"Ambil," titah Aaron pada Lara.

"Untuk apa?" tanya Lara seraya menelah salivanya. Lagi-lagi Aaron mengabaikan pertanyaan Lara.

"Take it."

"No."

"Just take it, Ara."

"A-aku ..."

Lara tersentak sebelum ucapannya selesai. Suara terdengar yang keluar dari alat itu. Kini alat yang Aaron pegang sudah berpindah tangan pada Lara. Aaron menyerahkannya seraya tetap memegang tangan Lara agar alat itu tidak Lara buang. Lalu Aaron mengarahkan tepat pada dada Aaron.

"Tembak aku."

Ya, sedari tadi alat yang dibicarakan adalah sebuah pistol kesayangan milik Aaron.

Lara melotot tak percaya. "Kamu gila?!"

"Bukankah kamu takut padaku? Maka lakukanlah, agar tidak ada ketakutan lagi pada dirimu."

Air mata mengalir begitu saja dari pelupuk mata Lara. Ia menggeleng keras. Lalu dengan cepat ia menyentakkan tangannya keras sehingga Aaron melepaskannya, setelahnya ia melempar jauh pistol yang ada di tangannya. Ia semakin mendekat dan merapatkan tubuhnya pada Aaron, lalu kedua tangannya mencengkram erat jaket tepat di atas dada tegap milik Aaron.

"Yang aku takutkan bukan dirimu, tapi apa yang akan kamu lakukan terhadapku setelah ... setelah kamu mengetahui semuanya tentangku, bukankah yang kamu cari sudah kamu ketahui tentangku? Lalu, kamu akan membiarkanku pergi, bukankah begitu?" ujar Lara lirih.

Hundo P (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang