Merlyn POV
Gue pulang ke rumah dengan lunglai. Bahkan seperti tidak bernyawa lagi. Makan siang yang harusnya hanya satu jam, berubah menjadi berjam-jam sampai akhirnya jam lima sore gue baru pulang!
Ini sih sama saja seperti gue bekerja di kantor.
Pembicaraan itu berlangsung dua arah kan? Tapi kenapa gue merasa tadi gue hanya mendengarkan???
Setelah telepon dari Gary, orang tua Gary terus saja menahan gue untuk duduk dan menyuruh gue cerita tentang hubungan gue. Walau gue yang disuruh cerita, tapi ujung-ujungnya juga mereka yang cerita sama gue! Dari Gary kecil sampai besar!
Tidak hanya itu, orang tua Gary juga membicarakan konsep pernikahan. Lebih tepatnya Mamanya Gary! Gue benar-benar merasa seperti 'menantu dadakan' dalam hitungan jam!
Tapi gue pun tidak bisa menolak dan memutuskan untuk pergi. Senyuman kebahagiaan ibunya Gary tercetak jelas, dan itu yang membuat gue bertahan di sana. Walau ibunya memang galak waktu di kantor tadi, dan juga pemaksa, tapi gue tahu dan bisa merasakan kalau itu semua hanya bentuk sikap overprotektifnya pada Gary.
Kalau ayahnya Gary, lebih tenang. Matanya yang biru begitu teduh dan sabar menatap istrinya yang terus saja mengoceh. Sesekali menimpali obrolan, tidak mendominasi atau lebih menonjol dari istrinya. Tapi sifatnya sama seperti istrinya. Overprotektif terhadap anaknya. Mungkin karena Gary anak tunggal. Ah, betapa irinya gue. Gary mempunyai orangtua yang begitu menyayanginya.
Tapi yang paling penting, penerimaan mereka terhadap diri gue lah yang membuat gue merasa nyaman. Gue masih ingat jawaban mereka ketika gue memberitahu asal usul gue yang adalah anak buangan, dan diangkat sebagai anak di keluarga Dewantara.
"Lalu kenapa? Bukankah yang terpenting kamu itu manusia dan memiliki perasaan yang tulus kepada anak saya? Harta itu bisa dicari dalam waktu semalam, tapi hati... butuh waktu bertahun-tahun!"
Mengharukan bukan? Tapi gue masih belum yakin semua ini akan berjalan dengan baik. Masih... Gue masih teguh dengan pendirian gue menjadi perawan tua. Ah... Kenapa sulit sekali?
Lima jam bukan waktu yang sebentar. Dan sepanjang hari gue hanya duduk dan mendengarkan. Kalau boleh memilih, gue pasti akan memilih untuk bekerja! Gue bisa menyibukan pikiran gue dalam bekerja dan bisa terus aktif, bukan cuma duduk dan minum teh!
Lelah... tapi semua belum selesai. Gue masih harus menghadapi Gary yang akan datang ke rumah nanti malam. Gue ingin semua ini cepat berakhir!
Tok tok tok
Dengan malas gue bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu. Tidak perlu melihat siapa yang datang dari celah, gue sudah yakin siapa orang itu. Gue menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Mencoba menenangkan diri gue, untuk menghadapi kemungkinan apapun.
Lagipula, kenyataannya gue menyukai Gary dari dulu. Ini sama saja seperti gue yang 'menunda' mengungkapkan isi hati gue kan? Ayo semangat Merlyn! Tarik nafas lagi...
Oke, gue siap!
"Oh, hai Gar! Ayo masuk!!!" kata gue sopan.
"Lebih baik engga di apartemen lu. Kita pergi yuk!" ajak Gary yang langsung menarik tangan gue.
***
Gary mengajak gue ke taman yang waktu itu pernah kami datangi bersama. Taman yang membuat kami kena guyuran hujan dan berakhir dengan ciuman panas.
Ugh! Lupakan...
Sekarang gue sedang menunggu Gary bersuara. Suasana remang-remang di taman ini membuat gue semakin deg-degan untuk mendengar jawaban Gary. Bagaimana kalau Gary menolak gue? Terus gue harus gimana??

KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RomanceAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...