Merlyn POV
Papa langsung menatap gue curiga setelah gue membanting pintu depan dengan sangat keras. Untung saja Mama sedang tidak ada di rumah. Kalau tidak, gue pasti sudah diomeli dengan sangat sangat sangat panjang.
"Siapa?" tanya Papa sambil menatap gue tajam.
Kalau sama Mama, gue bisa saja berbohong dengan bilang kalau yang datang itu hanya penganggu atau dengan alasan lainnya. Tapi kalau sama Papa, mau sepinter apapun gue berbohong, pasti langsung ketahuan!
"Ayahnya Gissela, Pa..." jawab gue lirih.
Dalam hitungan detik, Papa langsung berjalan ke arah pintu. Tangannya mengepal erat dan matanya menyalang marah. Gue dan Gissela tahu dengan pasti apa yang akan dilakukan pria paruh baya itu. Dengan terburu-buru, gue dan Gissela langsung berlari mengejar Papa.
Buggghhhh
Terlambat!
"Opaaaa! Jangyan dipukulyin donggg!" kata Gissela cadel yang sibuk menarik-narik celana Papa.
Walau Gary itu jago karate, tapi dia tidak mungkin bisa mengalahkan Papa yang entah berapa jenis bela diri yang dia kuasai! Gue hanya bisa tersenyum miris melihat Gary tersungkur di aspal setelah dipukul Papa. Issshhh pasti sakit.
"Va! Jangan dibantu! Lu bakal dibunuh Papa kalau lu sampe bantu Gary!" teriak gue saat Alva baru saja mencoba untuk bergerak untuk menahan pukulan Papa.
Alva mengangguk, dan sama seperti gue. Kami hanya bisa melihat Gary penuh rasa kasihan.
"Opaaa! Kalau Opa mau pukul teryus, nanti Gissel ngambek ga mau main sama Opa lagi! Nanti Gissel juga ajak Kak Gelal ga main sama Opa lagi!!!" teriak Gissela sambil bergaya melindungi Gary.
Ah, putri kecil gue.
"Oke oke.. Opa ga akan pukul lagi. Yuk masuk, kita main di dalam!" ajak Papa yang langsung diterima baik oleh Gissela penuh senyum.
Memang hanya Gissela yang bisa membuat Papa luluh bagaimana pun marah dan diamnya. Hanya Gissela yang punya kekuatan seperti itu...
"Kamu Alva kan? Lama tak jumpa. Kamu boleh angkut temen kamu itu masuk ke rumah. Nanti Merlyn yang kasih tau kamu kamar mana yang bisa dipakai." Kata Papa dingin.
"Ba-baik Om Ares..." kata Alva takut-takut.
Lihat? Papa itu mengerikan kan? Bisa mengerikan, lalu berubah ramah lagi dalam sekejap. Dan luar biasanya, gue tinggal bersama Papa selama lima tahun ini!
"Va... cepetan Va! Daripada nanti Papa berubah pikiran." Kata gue.
Alva segera membantu Gary berjalan. Sekarang gue benar-benar dapat melihat dengan jelas luka yang Papa buat di wajah Gary. Auw... pasti sakit banget. Darah-darahnya itu .... Ugh! Tidak heran kalau Gary pingsan.
***
"Va, lu tolong urus Gary ya. Gue harus ketemu Papa dulu. Lagian ini juga udah sore, gue mau mandiin Gissel." Kata gue setelah memberikan Alva alat kompres dan kotak obat.
"Tunggu!" kata Alva setengah berteriak.
Gue yang sudah di ambang pintu langsung berbalik dan menatap Alva bingung. "Ada apa?" tanya gue.
"Anak itu.... beneran anak lu?" tanya Alva hati-hati.
Seperti yang gue duga. Dia pasti penasaran!
"Iya... dia anak gue! Namanya Gissela... cantik kan?" kata gue sambil tersenyum.
"Setau gue, Om Ares hanya punya satu orang anak laki-laki. Jadi... dia anak siapa?" tanya Alva penasaran.
"Nanti malam aja gue ceritain. Oke?" janji gue.
Alva mengangguk.
Huff... sepertinya hari ini gue harus mengatakan semua yang terjadi selama lima tahun ini. Tentang siapa Gissela... dan bagaimana kehidupan gue di sini.
Ah Gary... sudah lama gue mengubur memori gue tentang dia. Menguburnya dalam-dalam sampai gue sesak nafas setiap kali melihat wajah anak-anak gue. Tapi, tiba-tiba ada perasaan kaget bercampur rindu saat melihat Gary di depan pintu tadi. Dia mencari gue?
Ah... berarti dia selamat dan baik-baik saja selama ini?
***
"GISSELAAAAAAA!!!" suara Mama mengelegar.
"Oma! Jangan teriak-teriak! Nanti suaranya habis!!!" tegur anak lelaki di sampingnya, Geraldo.
Gue hanya bisa tersenyum. Kalau Papa itu sangat menyayangi Gissela, Mama itu sangat menyayangi Geraldo. Bahkan patuh saat Geraldo menegurnya. Walau demikian, tidak ada kata pilih kasih di keluarga ini. Semua mendapatkan perhatian yang sama besar. Baik Gissela, maupun Geraldo.
Papa dan Gissela muncul dari halaman belakang. Gissela segera berlari ke arah Omanya dan memeluk erat. Tanpa aba-aba, Gissela langsung bertanya bagaimana perjalanan Oma dengan Geraldo. Mama pun dengan antusias langsung menjawab pertanyaan Gissela. Sampai gue harus berdehem untuk menghentikan aksi mereka.
"Gissel, mandi dulu ya... udah sore nih!" ajak gue.
"Hm... Rina, bagaimana kalau kamu ajak anak-anak berenang saja? Cuacanya juga mendukung! Bukannya kemarin Geraldo mengajak kamu pergi berenang?" tanya Papa.
Sepertinya gue tahu. Papa mau gue menjelaskan yang sedang terjadi terlebih dahulu kepadanya, setelah itu baru kepada Mama. Mungkin gue harus berterima kasih sama Papa nanti. Walau gue tahu, pasti Papa akan mengomel panjang lebar. Papa itu tipe pendiam, tapi dia juga bisa sangat bawel untuk beberapa hal.
Setelah Mama bersama Gissela dan Geraldo pergi, gue dan Papa langsung berjalan masuk ke dalam kamar dimana Alva dan Gary berada.
Ah... sepertinya sudah waktunya gue mengaku dosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
Любовные романыAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...