Bab 31 : Geraldo dan Gissela

32.6K 1.4K 5
                                    

Flashback

(Lima tahun yang lalu)

Akhir-akhir ini gue selalu muntah-muntah. Tapi yang keluar hanyalah air. Mama tentu sangat khawatir dengan keadaan gue ini. Tapi sebelum Mama tahu apa yang terjadi, Papa langsung mengajak gue untuk pergi ke rumah sakit. Bahkan Papa sendiri yang menyetir mobil dan mengantarkan gue untuk mendaftar.

Herannya, gue benar-benar bingung kenapa Papa sebegitu khawatirnya. Bukannya gue hanya masuk angin biasa?

"Selamat ya Bu, kehamilan ibu sudah masuk minggu keempat." Kata seorang dokter yang memeriksa gue.

Hamil?!

Bagaimana mungkin gue hamil? Ah... Jangan bilang ini hasil dari kegiatan yang gue dan Gary lakukan seminggu sebelum gue kabur itu? Tapi, bukankah gue hanya melakukannya hari itu? Bagaimana mungkin bisa langsung menghasilkan benih kehidupan???

Dengan langkah lunglai gue keluar dari ruangan itu dan menghampiri Papa. Tanpa suara, Papa mengangguk dan langsung menuntun gue masuk ke dalam mobil. Seakan sudah tahu, Papa langsung mengemudikan mobil ke arah salah satu restoran. Mengajak gue makan.

"Kamu mau cerita atau mau kabur?" tanya Papa.

Haha.. sepertinya Papa lebih tahu apa yang akan gue lakukan sebelum diri gue sempat berpikir. Ya, mungkin kabur adalah jalan yang baik. Terlebih lagi, dengan gue hamil seperti ini, bukankah akan mempermalukan keluarga Papa? Apa kata tetangga nanti... Lalu bagaimana tanggapan Mama nanti?

"Aku ga diperkosa ataupun menjual diri. Seminggu sebelum aku menikah, aku melakukan hubungan suami istri. Sama Gary, calon suami aku yang membuat aku kabur ke tempat ini. Maaf Pa, tapi lebih baik kalau aku pergi saja kan? Aku ga mau bikin Papa dan Mama dihina masyarakat karena aku hamil di luar nikah." Kata gue lemah.

"Apa kamu yakin kecelakaan itu merenggut nyawa calon suami kamu?" tanya Papa.

Gue hanya bisa menelan ludah. Jujur saja, gue tidak tahu! Gue hanya mendengar kabar dari pelayan dan melihat tv. Gue langsung kabur begitu saja sebelum gue sampai di rumah sakit, bahkan gue langsung kabur ke Bali dengan penerbangan paling cepat.

Akhirnya gue menggeleng lemah ke arah Papa.

"Kamu ga berniat kembali dan mengecek? Kamu mengandung anaknya. Apa kamu pikir kamu bisa bertahan tanpa suami sama sekali?" tanya Papa telak.

"Pa... saat aku memutuskan untuk pergi, bukankah artinya aku sudah memantapkan hatiku untuk apapun yang terjadi?" tanya gue balik.

"Kalau begitu, sama seperti Papa dan Mama. Saat kami memutuskan untuk menerima kamu di rumah kami, berarti kami juga sudah memantapkan hati untuk menerima kamu apa adanya." Jawab Papa yang sukses membuat gue menangis.

Gue sungguh beruntung menemukan keluarga yang baik kepada gue. Sungguh sangat beruntung! Om Hendra, Tante Lisa... dan sekarang Om Ares dan Tante Rina. Mereka semua adalah orang tua gue!

"Pulang, kamu harus menjelaskannya kepada Mama. Tapi sekarang, kamu makan dulu!" perintah Papa.

Gue mengangguk.

"Oh, dan perlu kamu ingat! Jika suatu saat orang yang bernama Gary itu datang mencari kamu, jangan harap kamu bisa pergi begitu saja bersama dia ya! Dia harus merasakan pelajaran dari Papa karena telah membuat kamu hamil di luar nikah! Ngerti?!" ancam Papa.

Gue tersenyum penuh terima kasih!

***

Selama masa hamil, Papa dan Mama begitu sibuk menanyakan keadaan gue setiap hari. Bahkan menanyakan apa yang gue inginkan. Ngidam apapun, Papa dan Mama selalu menyanggupi! Bahkan tidak jarang Papa pergi keluar tengah malam untuk mencarikan gue sesuatu. Mama juga selalu memasakkan makanan yang gue mau. Mereka seakan-akan menggantikan posisi Gary yang tidak bisa mendampingi gue yang sedang hamil.

Ugh... Gary... sebaiknya gue melupakan Gary. Bagaimanapun setiap kali gue memikirkannya, gue bisa stress sendiri dan itu berbahaya sekali bagi kandungan gue.

Oh ya, selama gue hamil pun gue memaksa Papa untuk tidak menghentikan proyek kami yang ingin membuka sebuah kafe! Untung saja Papa setuju, walau Mama jadi repot karena dia tidak mau meninggalkan gue sendiri dan ikut bolak-balik menemani gue ke kafe langsung.

Di masa kehamilan gue yang sudah memasuki bulan kedelapan, Papa dan Mama bersorak bahagia karena mengetahui anak yang gue kandung itu kembar! Gue bahkan geleng-geleng kepala saat melihat Papa dan Mama menari-nari di ruangan dokter saat kabar itu diberitakan!

Mereka terlihat bahagia sekali!!! Bahkan saat pulang ke rumah, Papa dan Mama langsung merencanakan untuk pindah ke rumah lebih besar. Dalam waktu seminggu kami sudah pindah. Papa dan Mama bahkan sudah menyiapkan kamar bagi anak-anak gue kelak. Membuat halaman belakangnya ada taman bermain kecil. Semua dipersiapkan dengan penuh semangat, seakan-akan cucu kandung mereka yang akan datang ke dunia!

Nak... kalian sungguh beruntung akan mendapatkan Opa dan Oma yang menyayangi kalian!

***

Kedua anak gue lahir dengan sehat. Lelaki dan perempuan. Mirip Gary dan gue, bahkan matanya pun mirip! Ah... Jangan sebut nama itu lagi. Gue sedang berbahagia sekarang ini.

"Pa... Merlyn mau Papa yang kasih nama anak perempuan Merlyn!" pinta gue saat Papa berkunjung ke rumah sakit.

"Kamu yakin???" tanya Papa ragu.

"Tentu saja! Dan Merlyn mau Mama yang kasih nama anak laki-laki Merlyn!!!" pinta gue.

Mama yang mendengarnya terharu dan langsung menitikan air mata. Gue bisa melewati semua ini juga berkat Papa dan Mama, dan membiarkan mereka memberikan nama bagi kedua anak gue merupakan suatu kehormatan!

Tapi ternyata, Papa dan Mama benar-benar serius mencari nama. Bahkan sampai akhirnya kedua anak gue pulang dari rumah sakit, Papa dan Mama masih belum mendapatkan nama! Gue bahkan sampai terbengong-bengong dengan berantakannya ruang tamu karena penuh dengan berbagai buku 'arti nama' dan sejenisnya saat gue pulang dari rumah sakit. Bahkan ada juga coretan super panjang berbagai macam nama! Padahal ini sudah seminggu...

"Jadi Pa... Ma... nama anak Merlyn?" tanya gue hati-hati.

"Namanya Geraldo Alvian!" teriak Mama.

"Dan untuk putri yang cantik, namanya Gissela Olive." Kata Papa sambil meletakkan kacamatanya dan menghampiri anak gue yang masih tertidur.

Nama yang bagus. Bagus sekali!

"Terima kasih, Pa... Ma..." kata gue tulus.

Flashback end

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang