Gary POV
Ga ada yang namanya malam pertama. Gue dan Merlyn sama-sama lelah. Kami memutuskan untuk langsung tidur, dan itulah yang kami lakukan setelah mandi.
Jujur saja, gue nyaris tumbang setelah acara selesai tadi karena lelah.
Dimulai dengan pagi-pagi buta ada telepon yang menganggu acara tidur gue setelah semalaman gue setengah mati mencari cincin yang cocok untuk melamar Merlyn! Tapi mau tak mau, gue pun bangun dari tidur dan menemui si penelepon, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Om Ares!
Entah bagaimana caranya, Om Ares memberikan restu tanpa perlu gue minta. Dengan syarat, gue harus bisa menikahi Merlyn hari ini juga! Jelas itu bukan permintaan yang mudah!!! Bahkan otak gue langsung berputar dan memikirkan ratusan cara!
Tanpa ba-bi-bu, gue langsung menelepon setiap orang dan meminta bantuan. Pertama, Alva. Dia harus mau ikut dalam rencana ini sebagai bodyguard sekaligus pengulur waktu! Lalu selanjutnya, Papa, Mama, Renata dan Fanny yang harus membantu mengatur persiapan pernikahan yang akan berlangsung KURANG DARI DUA BELAS JAM LAGI!
Setelah itu, gue sendiri harus memesan tiket pesawat, balik ke Jakarta duluan, menelepon entah berapa banyak orang untuk membantu dalam acara pernikahan gue! Belum lagi gue pembelian rumah yang akan ditempati annti. Gue nyaris gila!!!
Tapi untung saja Rio dan Riska, teman kuliah gue dulu, membantu gue sangat banyak dengan Wedding Organizer yang mereka kelola. Ya, mereka sudah menikah dan gue sangat berterima kasih atas bantuan dari pasangan suami istri itu! Seperti waktu mereka menolong gue saat acara lamaran dan kembang api lima tahun lalu. Hehe.
Lelah sekali... Tapi semua terbayar!
Semua terbayar dengan senyum kebahagiaan Merlyn di sepanjang acara, dan yang sekarang ada di samping gue pagi hari ini.
"Morning, sunshine..." sapa gue.
"Morning..." jawab Merlyn yang masih bergelung nyaman di dalam selimut.
Satu detik... dua detik... tiga detik...
"Astaga Gar! Kita semalam benar-benar nikah? Bukan mimpi kan??" tanya Merlyn yang langsung membuka matanya penuh.
Gue terkekeh dan langsung memeluk istri gue. Ah, mana mungkin mimpi. Pegal-pegal di sekujur badan gue aja masih terasa! Bahkan rasa sakit karena kemarin itu gue dihajar sama Om Ares aja masih nyut-nyutan!
"Akhirnya kita bener-bener nikah setelah lima tahun berlalu ya... Jadi sekarang kamu udah jadi pemilik resmi perusahaan itu belum?" Tanya Merlyn.
"Kamu sih pake acara kabur seenaknya! Padahal kalo aku nikah sama kamu, mau ga mau Papa pasti ngasih perusahaan itu buat aku!" Kata gue pura-pura kesal.
"Iya iya... Salah aku. Tapi yang penting kan nikah..." Kata Merlyn sambil memamerkan gigi-gigi putihnya.
"Setelah lima tahun!" Sindir gue.
Merlyn hanya terkekeh mendengarnya. Tapi hanya sebentar sebelum akhirnya dia terdiam dan terus menatap gue penuh tanda tanya.
"Yes sweetheart?" Tanya gue.
"Gar... sekarang cerita sebelum gue mati penasaran. Kemarin itu gimana caranya lu nyiapin semua itu?! Gue bener-bener ga percaya semuanya serba... tersusun rapi! Padahal kita aja baru ketemu dua hari yang lalu." Tanya Merlyn yang sudah duduk menatap gue.
Gue segera menarik tangannya dan membuat Merlyn terjatuh tepat di atas gue. Dengan lembut, gue mengecup bibir wanita yang resmi menjadi istri gue ini.
"Itu rahasia..."
"Hah?! Kok rahasia sih?! Seriusan dong..." kata Merlyn sambil cemberut.
"Eits... senyum donggg! Jelek tau cemberut gitu pagi-pagi." Kata gue sambil mencubit kedua pipinya.
"Makanya kasih tau dulu donggg!!!" kata Merlyn sambil membalas mencubit kedua pipi gue.
"Nanti kamu tanya langsung Papa kamu gih!" kata gue lalu menggeser Merlyn ke atas ranjang lagi.
"Loh... tapi kan Papa mau balik ke Bali. Gimana mungkin gue tanya?"
"Mer! Kita udah nikah kali. Ga boleh pake gue-lu lagi. Pake aku-kamu!" tegur gue.
Wajah Merlyn memerah karena malu, tapi sedetik kemudian dia kembali tersadar dan teringat dengan pertanyaannya.
"Iya iya... terus gimana aku tanya ke Papa?!" ulang Merlyn.
***
Merlyn POV
Tiga hari setelah tinggal di hotel, akhirnya aku dan Gary memutuskan untuk pulang. Seharusnya sih seminggu, tapi karena aku setengah mati penasaran tentang acara pernikahanku itu dan mogok melalukan apapun sampai Gary menjelaskan semuanya. Akhirnya Gary menyerah, lalu memutuskan untuk pulang dan berhenti berdebat. Harusnya aku yang memutuskan seperti itu! Huh!
Tapi biarlah. Aku juga sudah kangen dengan kedua anak-anakku. Apalagi Gary menitipkannya kepada orang tuanya. Tidak enak kan menyusahkan mertua?
Gary memberhentikan mobilnya tepat di sebuah rumah yang tidak terlalu mewah, tapi di kawasan perumahan mewah. Itu kata Gary. Yah, sama aja! Rumah gubuk pun kalau di kawasan perumahan mewah bisa aja disebut mewah!
Saat aku menatap rumah bergaya minimalis itu, aku merasa bahagia. Di rumah inilah aku akan membangun keluarga kecilku yang nan bahagia. Ah, andai saja Papa dan Mama juga semua orang yang aku sayangi tinggal di sekitar sini, pasti sangat menyenangkan!
"Oh Merlyn, kamu sudah pulang?"
Sepertinya aku kenal dengan baik suara wanita ini. Aku langsung menoleh dan mendapati Mama ada di depan rumah tetanggaku.
"Loh, kok Mama ada di sini? Bukannya sudah pulang ke Bali???" tanyaku heran.
"Ah, Mama kan sekarang tinggal di rumah ini. Kita tetanggaan loh! Tuh, yang di sebelah kanan rumah kamu itu rumah orang tuanya Gary. Seru kan?"
Mataku langsung membulat kaget dan menatap Gary tidak percaya.
"Supriseeeee...!!!" teriak Gary sambil merentangkan kedua tangannya.
Astagaaaaa..... Ini seriusan???
"Aku tahu kamu bakal sedih banget kalau ninggalin semua kenangan lima tahun kamu di Bali. Tapi aku juga ga bisa tinggal di Bali. Perusahaan aku di sini. Jadi... dengan sangat terpaksa, aku membawa orang tua kamu ini dengan penuh permohonan tinggal di Jakarta. Jadi, kamu juga ga akan kesepian di sini! Lagipula, Papa dan Mama aku juga pengen deket-deket sama cucu-cucunya." jelas Gary.
Aku segera berhambur memeluk Gary. Thank you so much!
"Tapi nanti, aku ga mau ikut campur ya kalau misalnya para orang tua itu rebutan main sama Gerald dan Gissel. Soalnya mereka lebih sayang sama anak kita daripada kita yang anaknya..." bisik Gary yang sukses membuat aku tertawa.
"Ga apa! Malah lebih bagus jadi waktu kita berduaan lebih banyak kan?" kataku sambil tersenyum nakal.
"Owwww... ternyata kamu udah ga sabar ya? Apalagi di hotel kita ga ngelakuin apa-apa. Kalau gitu sekarang aja yuk berduaannya...." kata Gary yang tanpa aba-aba langsung menggendong aku masuk ke dalam rumah.
"Garrryyyyy malu tau sama tetanggaaaaaa!" teriakku.
"Ah, biarin aja! Toh tetangga kita juga Cuma para Papa dan Mama!" Kata Gary menyeringai.
Ugh!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RomanceAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...