Merlyn POV
Mama segera menarik gue keluar dari rumah dan naik ke dalam mobil. Tangan gue gemetaran hebat dan perasaan takut terus mengerogoti gue. Bagaimana ini??! Gue tidak akan sanggup kalau harus mendengar kabar ... kabar buruk apapun! Gue tidak akan sanggup sama sekali! Please... gue harus pergi!
Saat mobil berhenti di lampu merah, gue segera membuka pintu mobil dan menaiki taksi yang tidak jauh dari sana. Mama terus memanggil gue, tapi ketakutan gue menang melawan apapun! Gue harus pergi, dan itu artinya gue benar-benar akan pergi!
"Pak, ke bandara! Cepat Pak, saya sudah terlambat!" perintah gue.
Tidak satupun dari masa lalu gue boleh menganggu kehidupan gue yang sekarang! Tidak boleh!!!
***
Tok tok tok
Gue mengetuk pintu.
"Tunggu sebentaaaarrr!"
Pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya itu. Mungkin gue bodoh, tapi gue merindukan sosok yang ada di hadapan gue ini. Ibunya Rei, mantan calon mertua gue.
"Tante Rina... apa kabar?" tanya gue sambil menyalaminya.
"Astaga Merlyn!!! Kenapa kamu hujan-hujanan seperti ini? Astagaaa... lihat kamu sampai basah kuyup. Kenapa ga bilang-bilang kalau mau mampir?! Kan Tante bisa jemput kamu!"
Gue hanya bisa tersenyum.
Hubungan gue dan orang tua Rei memang dekat sejak kejadian di restoran tujuh tahun yang lalu. Mereka orang yang sangat baik, terutama ayahnya Rei, Om Ares.
"Aressss.... Resss! Merlyn dateng!!!" teriak Tante Rina mengelegar.
Gue hanya bisa terkekeh melihat tingkah Tante Rina yang masih sama seperti dulu. Masih saja heboh.
"Rina! Ga usah teriak-teriak! Telingaku kan masih bagus!!!" tegur Om Ares.
Sosok tegap itu muncul di hadapan gue. Masih seperti dulu, mata Om Ares yang lebih banyak berbicara daripada mulutnya.
'Apa kabar?'
Gue hanya tersenyum dan menggeleng. Percuma berbohong sama Om Ares.
"Rin, mending kamu suruh dia mandi dulu gih. Kasian kan dia kehujanan. Nanti sekalian kita ajak makan malam saja. Bagaimana?" tanya Om Ares ke Tante Rina.
"Oh. Kalau begitu, ayo ke kamar saja."
"Eghh.. Tante, aku ga bawa baju. Boleh pinjam baju ga?" tanya gue malu.
Walau bingung, Tante Rina langsung mengangguk. Dari sudut mata, gue bisa melihat Om Ares yang mulai menyelidik.
'Kamu melarikan diri dari sesuatu?'
Mau tak mau, gue hanya bisa memamerkan senyum pahit ke arah Om Ares.
***
"Om.. Tante... kalau tidak merepotkan, boleh ga kalau Merlyn tinggal di sini untuk beberapa waktu?" tanya gue sopan.
Jujur saja, gue tidak tahu harus kemana. Gue hanya membawa uang seadanya. Kartu kredit, hp, bahkan kartu debet gue semua ada di apartemen. Gue hanya punya uang pas-pasan!
"Kenapa? Kamu ada masalah di Jakarta?" tanya Tante Rina.
"Iya. Merlyn punya masalah. Tapi ga tahu harus mengadu pada siapa, jadi Merlyn kabur ke sini. Tapi kalau merepotkan, ya Merlyn akan pergi kok." Kata gue sungguh-sungguh.
"Mau cerita?" tanya Om Ares.
"Om dan Tante tahu kan kalau sampai detik ini, Merlyn sudah dilamar oleh lima orang. Tapi ga satupun berhasil membawa Merlyn ke pelaminan? Merlyn lelah. Untuk keenam kalinya, Merlyn harus menelan pil pahit untuk batal menikah." Jelas gue sejujur-jujurnya.
"Calon kamu kali ini kenapa?" tanya Om Ares tajam.
"Sama kejadiannya seperti Rei..." jawab gue lirih.
Tante Rina langsung bangkit dari kursinya dan memeluk gue. Om Ares sendiri meminta maaf lewat matanya. Ya... gue tahu semua ini begitu tiba-tiba dan gue benar-benar ketakutan!
"Merlyn janji ga akan merepotkan di sini. Apalagi Merlyn ga bawa apa-apa. Nanti Merlyn akan cari kerja. Maaf ya menyusahkan!" kata gue sungguh-sungguh.
"Tidak perlu! Walau sekarang rumah kami kecil, tapi harta kami tidak akan habis hanya dengan adanya kamu, Mer! Lagipula, saham-saham yang suami Tante punya itu kalau dijual masih sanggup buat biayain entah berapa keturunan lagi. Lebih baik kamu temani Om dan Tante setiap hari saja. Bagaimana?"
Yah, bagaimana ya? Rasanya gue bukan tipe orang yang suka dengan menikmati. Gue lebih suka bekerja!
"Jangan kuatir dan takut kalau sampai bosan. Bagaimana kalau kita membangun usaha? Om rasa, masa pensiun Om bisa ditunda beberapa tahun lagi. Bosan juga di rumah." Kata Om Ares sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah gue.
Gue tersenyum dan mengangguk senang. Itu ide yang sangat bagus!
"Oh satu lagi! Syarat kamu tinggal di sini ada satu lagi!" kata Om Ares.
"Syarat?"
"Iya syarat. Satu, kamu harus menemani kami yang sudah tua renta ini setiap hari. Kedua, kamu tidak perlu repot-repot cari kerja dan sungkan pada kami. Dan tiga...." Om Ares berhenti dan melemparkan pandangan ke arah istrinya.
"Kamu mau ya panggil Om dan Tante dengan panggilan Papa dan Mama? Soalnya sejak Rei pergi, dan Rena menikah lalu memilih tinggal di Jakarta, kami merasa kesepian. Sedih sekali rasanya..." tambah Tante Rina.
Gue hanya bisa tersenyum. Syarat yang sangat .... Sangat mengharukan.
"Iya Pa... Maaa...."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RomanceAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...