Bab 37 : Wedding?

38.6K 1.6K 17
                                    

Merlyn POV

Gue benar-benar tidak percaya kalau saat ini gue sedang berjalan di lorong gereja! Bahkan gue tidak berjalan sendiri ke depan altar, tapi gue berjalan BERSAMA PAPA!

Semua ini benar-benar kejutan! Gue bahkan masih tercengang hingga detik ini! Bagaimana mungkin Papa dan Mama tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tempat tadi gue di-make over habis-habisan oleh sahabat gue, lalu dengan entengnya mereka bilang :

"Selamat ya Nak, kamu akan menikah dengan Gary hari ini!"

Gue nyaris akan melarikan diri dari tempat ini segera karena saking kagetnya, tapi Gerald dan Gissel tersenyum bahagia ke arah gue, dan berbisik :

"Ma, ayo tunjukin kecantikan Mama di depan semua orang! Termasuk Papa!"

Dan setelah itu, gue diseret berdiri ke depan pintu gereja. Pintu langsung dibuka lebar-lebar di depan mata gue, dan lagu Wedding March dimainkan. Semua begitu mendadak!!! Gue bahkan masih syok hebat saat Papa tersenyum dan menarik tangan gue untuk mengalungkannya di lengan kekar Papa.

Tapi akhirnya, gue menarik nafas dalam dan menghembuskannya lega. Kurang dari satu menit gue sudah tiba di depan altar. Please, jangan sampai malah gue yang membuat diri gue malu dengan kebodohan diri gue sendiri.

"Kamu tahu Mer, saya merasa sangat terhormat bisa menggandeng kamu ke altar. Mengantarkan kamu seperti putri saya sendiri. Berbahagialah Merlyn!" kata Papa sesaat sebelum menyerahkan gue ke Gary.

Tentu saja itu kata-kata paling mengharukan saat ini, dan nyaris saja air mata gue tumpah. Untung saja Gary mengenggam tangan gue erat dan menyakinkan kalau semua akan berjalan baik-baik saja.

Ya... Akhirnya gue berada di sini! Berdiri dengan kepala tegak dan bersama lelaki yang gue cintai di sebelah gue. Akhirnya... Setelah lima kali gue gagal.

Mungkin Riki adalah cinta pertama gue, yang membuat gue merasakan pertama kali apa artinya memiliki seseorang di sisi gue. Walau saat itu kami masih tergolong anak ingusan, tapi gue menikmati setiap momen bersama Riki. Sayang, kami terhalang restu orang tua.

Lalu muncul Damian, yang dengan sikap apa adanya selalu menemani gue. Setahun memang waktu yang singkat untuk gue dan Damian, tapi setahun itu juga dia membuat segala sesuatu dalam hidup gue terasa membahagiakan! Walau kenyataannya dia mencintai orang lain.

Reinald. Awalnya kami hanya berpura-pura, walau begitu cinta itu datang tanpa kenal waktu. Menyusup masuk dan menggetarkan hati kami sehingga kami dimabuk cinta. Tapi ternyata, maut tidak kalah cepat. Dia pergi di usianya yang masih begitu muda.

Nando adalah orang keempat yang memberi gue keyakinan agar mampu berhubungan serius lagi dengan lelaki. Dengan bunga dan ajakan makannya setiap hari, dia berhasil menarik perhatian gue. Tapi sedihnya, dia sudah merencanakan pernikahannya dengan orang lain.

Eka. Walau tidak bisa dibilang kami mempunyai hubungan khusus, tapi dia salah satu orang yang berani melamar gue, bahkan bertemu dengan orang tua gue. Gue terpesona begitu mudah, tapi sayangnya dia bukan milik gue.

Tapi gue akhirnya menikah dengan Gary.

Gary yang nyaris selama lima belas tahun ini menempati satu ruang kecil di hati gue, dan tanpa sadar akhirnya dialah yang memiliki semua ruang di hati gue! Walau dengan waktu yang lama, dengan berbagai masalah, dengan berbagai dorongan dan bantuan. Akhirnya gue pun bisa mengucapkan janji suci di hadapan Tuhan dan para hadirin.

Mungkin yang gue butuhkan selama ini adalah kesabaran. Kesabaran menunggu siapa yang cocok dan yang Tuhan takdirkan untuk bersama gue. Dengan tidak terikat dengan masa lalu seburuk apapun, dan selalu menatap ke masa depan.

Love is patient, isn't it?

***

Ternyata, acara gue tidak hanya di gereja. Tapi juga di resepsi yang super megah! Gue sendiri sampai melongo heran dengan semua persiapan ini!

Gary baru saja menemui gue kemarin. Dan itupun belum mempunyai rencana pernikahan sama sekali, tapi lihat sekarang. Ballroom megah di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, ditambah dengan ratusan bahkan ribuan undangan yang hadir. Terlebih lagi, dekorasi yang membuat gue kagum luar biasa karena penuh dengan mawar putih! Dekorasi yang sama seperti lima tahun yang lalu...

Ini sungguh luar biasa!

"Mer.. selamat ya!" teriak Rani yang langsung memeluk gue di pelaminan.

"Terima kasih Rani!!!" balas gue berteriak dan memeluknya.

"Oh iya Mer, Daddy dateng ke acara ini! Nanti kamu temui dia ya. Dia agak kesusahan untuk naik ke sini. Tapi dia ada di sana kok!" seru Rani sambil menunjuk ke arah seseorang dengan kursi roda.

"Om Hendra dateng?!?" tanya gue tidak percaya.

Gue segera menarik Gary untuk berjalan ke arah Om Hendra. Meninggalkan ratusan orang yang mengantri untuk mengucapkan selamat. Gary kaget, tapi langsung mengikuti gue ke arah seorang pria tua paruh baya yang menyelamatkan hidup gue dulu dari kesendirian.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali gue melihat Om Hendra. Bahkan untuk menengok Rani dan Rangga pun sulit. Tapi bagaimana pun mereka keluarga gue! Dengan kedatangan mereka ke acara pernikahan ini saja sudah cukup membuat gue terharu. Dan siapa yang mengundang mereka???

"Daddy..." panggil gue ke arah Om Hendra.

Om Hendra sedikit terkejut, tapi kemudian dia tersenyum lebar ke arah gue. Oh ya Tuhan, gue merindukan ayah angkat gue ini. Walau dia mengusir gue untuk bekerja di Singapore sebelum perusahaannya bangkrut, dan dia juga yang tanpa lelah memantau keadaan gue selama sebulan pertama di negeri orang dengan bantuan bodyguardnya.

Bagaimana mungkin gue melupakan ayah angkat gue yang masuk ke rumah sakit jiwa karena depresi akibat kematian Tante Lisa dan kebangkrutan perusahaannya? Tidak! Sekalipun gue tidak pernah melupakan kebaikan Om Hendra!

"Kapan Daddy sembuh?" tanya gue sambil menunduk dan memeluk Om Hendra.

"Tidak lama. Ah, kamu sudah memanggil saya 'Daddy'?" tanya Om Hendra sambil melepaskan pelukan.

"Dad bukan lagi bos ku kan?" kata gue senang. Om Hendra terkekeh.

"Betul juga. Saya bukan lagi bos kamu. Oh.. Bagaimana kabar kamu?" tanya Om Hendra lagi.

"Seperti yang terlihat! Ini hari pernikahanku Dad!"

"Apa kamu sudah menemukan kebahagiaan kamu, Merlyn?" tanya Om Hendra.

"Ya... dialah lelaki setia yang akan menemani aku sampai akhir hayat, Dad!" kata gue sambil memperkenalkan Gary.

"Benarkah?"

Gary berdehem, kemudian menyalami Om Hendra.

"Apa kamu benar akan setia dengan putri saya? Putri sulung saya?" tanya Om Hendra.

Hati gue mencelos mendengarnya. Daddy menganggap gue sebagai putri sulungnya... Putri keluarga Dewantara.

"Sampai akhir hayat!" kata Gary mantap.

Bagaimana sekarang gue tidak meneteskan air mata?! Dua orang lelaki di hadapan gue ini begitu mencintai gue! Oh astagaaa... Air mata gue tidak bisa dicegah sama sekali! Tapi buru-buru gue hapus, karena derap langkah kaki yang gue kenal pasti.

"MAAAAAA!" teriak suara mungil si kembar.

"Ah, sayang! Perkenalkan. Ini Grandpa!" kata gue memperkenalkan Gerald dan Gissel ke Om Hendra.

"Astaga Maaaa.... Ada Opa, Oma, lalu Opa lagi, dan Oma lagi, lalu sekarang ada Grandpa?! Terus tadi ada tante, om, dan tante lagi." tanya Gerald sambil geleng-geleng kepala tidak percaya.

"Lalu bagaimana Gissel bedayin semuya Ma?? Nanti kalau Gissel lupa gimana??" tanya Gissel polos.

Sontak, kami tertawa mendengar kepolosan Gerald dan Gissel.

Ah, semua terasa sangat lengkap! Suami yang sudah bersumpah setia, kedua anak yang tampan dan cantik, keluarga besar yang mendukung, ditambah kebahagiaan tiada terhingga. Semua lengkap!

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang