Bab 7 : Reinald (1)

34.8K 1.6K 6
                                    

Flashback

(tujuh tahun yang lalu)

"Mer, saya sebenarnya mau minta tolong sama kamu."

"Minta tolong apa, Pak?" tanya gue sopan.

"Pura-pura jadi pacar saya buat ketemu sama orang tua saya."

"APA???!"

Astaga, Apa ini serius Pak Reinald, salah satu dosen favorit dan juga beken karena masih muda dan tampan ini, meminta gue untuk 'pura-pura' menjadi pacarnya?

"Sssttt... aduhh, jangan teriak-teriak Mer! Nanti bisa-bisa saya dituduh macam-macam!" tegur Pak Reinald.

"Eh iya. Maaf Pak. Tapi, sepertinya kita bicara di tempat lain aja deh Pak. Biar ga banyak timbul kesalahpahaman." Kata gue mencoba memberi saran sekaligus menenangkan jantung gue yang sudah tidak karuan.

Pak Reinald segera menerima usul gue dan mengajak gue keluar dari area kampus. Karena hari ini gue tidak membawa mobil, Pak Reinald menyuruh gue untuk ikut dengannya. Sambil celingak-celinguk, gue masuk ke mobil Pak Reinald. Malu juga kalau sampai ada yang lihat! Nanti dikira gue menggoda dosen gue sendiri untuk mendapat nilai bagus atau sekedar menjadi asisten dosen lagi!

Hp Pak Reinald berbunyi, dan segera saja diangkatnya sementara pandangannya masih fokus ke depan.

"Ma, iyaaa... Rei bakal bawa pacar Rei, oke?....... Minggu depan aja gimana?....... aduh Ma, ga bisa dong!..... Ma! Astaga......... Ya tapi kan? ....... Ma? Halo... Ma??"

Menguping orang bicara di telepon itu memang susah. Gue tidak mengerti apapun yang dibicarakan Pak Reinald, tapi yang jelas Pak Reinald kesal sekali karena hp-nya langsung dia lempar ke jok belakang.

"Mer, saya benar-benar butuh bantuan kamu. Kita ga punya waktu buat negosiasi!" kata Pak Reinald.

"Loh, maksud Bapak?" tanya gue yang benar-benar tidak mengerti.

***

"Ren, minta tolong dong. Kamu cariin pacar kakak baju. Buat ketemu sama Mama nih!" kata Pak Reinald setengah memohon.

'Pacar kakak'?

"Ha?! Kak Rei, itu pacarnya?! Kok mendadak banget kasih tau Rena?! Kan Rena adiknya kakak, kok ga bilang-bilang sih!" kata seorang cewek mungil yang kira-kira sebaya dengan gue.

"Ih Ren, nanti aja deh kakak kasih tau. Kamu kan punya butik besar, ya kakak mau kamu cariin pacar kakak ini baju. Cepet ya! Kakak Cuma punya waktu setengah jam nih!" desak Pak Reinald.

"Iya iya!" kata cewek itu lalu langsung menarik gue.

"Ehhh... "

"Udah, ga apa. Kenalin gue adiknya Kak Rei. Nama lu siapa?" tanya cewek itu.

"Merlyn." Jawab gue singkat.

"Gue Rena. Aduhhhh... Kak Rei bawa lu mendadak banget sih! Terus kita diburu-buru waktu juga. Ga bisa ngobrol deh. Aduuhhh... lu suka baju kayak gimana? Hm..." kata Rena yang sibuk sendiri mengobrak abrik baju yang berjejer.

Gue hanya bisa diam mematung. Otak gue mencoba bekerja ekstra untuk memahami situasi sekarang. Jangan bilang kalau Pak Reinald benar-benar akan memperkenalkan gue sebagai pacarnya di depan ibunya dalam hitungan beberapa jam lagi?!

Astagaaa... bagaimana ini?!

"Ini, dicoba. Yang ini desainan baru gue. Kayaknya cocok deh.. cepet!" kata Rena sambil memberikan gue dress broken white yang cukup sopan ditambah dengan sepasang high heels berwarna senada.

Gue segera berganti baju sambil terus mendengar ocehan Rena.

"Aduuh Mer, padahal gue pengen banget ngobrol sama lu. Lu tau ga sih, Kak Rei itu ga pernah ngenalin satupun cewek ke keluarganya. Padahal tuh ya, Kak Rei itu pinter, ganteng, muda, dan keren! Masa iya dia bilang ga ada yang suka sama dia?!"

Ha! Bohong sekali sih Pak Reinald. Jelas-jelas selama sebulan ini sudah lima orang menembak dia di hadapan gue yang sibuk berberes di ruangan dia!

"Padahal Kak Rei kan ganteng. Iya kan Mer?"

Yah, karena mata gue masih bagus, gue harus jawab iya!

"Dia juga pinter!"

Itu tidak diragukan lagi!

"Bahkan umurnya sekarang saja masih dua puluh lima tahun, tapi sudah selesai S2 dan bekerja!"

Ha? Bukannya Pak Reinald umurnya 30 tahun?!

"Padahal masih muda banget tapi terpaksa buat cari pasangan. Ck! Ini tuh gara-gara Mama mau Kak Rei cepet-cepet nikah! Eh, bukan maksud gue Mer buat nyindir lu ya. Tapi untung Mama desak Kak Rei buat bawa pacarnya hari ini, kalau engga gue pasti ga bisa ketemu lu sampai entah berapa tahun lagi. Hahaha..."

Well, gue bingung. Tapi gue paksa otak gue untuk terus mengolah data. Sepertinya gue harus bertanya ke Pak Reinald langsung tentang semua ini. Setidaknya sebelum semua terlambat.

***

"Pak! Tapi kan dosa bohongin orang tua sendiri!" tegur gue.

"Saya juga tahu, Cuma saya ga punya pilihan lain. Mama mengancam posisi saya sebagai dosen juga di keluarga. Tolong bantu saya Mer!" kata Pak Reinald memohon.

Akhirnya, setelah mendengar semua penjelasan Pak Reinald yang bagi gue kurang masuk akal, gue menerima dengan lapang dada untuk menjadi pacar pura-puranya.

Tepat saat mobil sudah berhenti di sebuah restoran, Pak Reinald menahan tangan gue yang sudah ingin membuka pintu.

"Mer, nanti jangan pakai bahasa sopan-sopan sama saya. Jangan panggil saya 'pak' ya. Nanti bisa-bisa ketahuan!"

"Ya boleh aja, tapi sekarang aja Bapak pake kata 'saya'." jawab gue.

"Aduh.. iya sih. Tapi, kebiasaan!"

"Jadi, ga apa ya kalau saya panggil bapak dengan nama doang?" tanya gue.

"Iyaaa!"

"Oke. Jadi Rei, mau turun atau masih di mobil nih?" tanya gue sambil sedikit dag dig dug karena memanggil dosen gue sendiri dengan namanya, tanpa embel-embel 'pak'.

"Iya turun. Sudah, kamu tunggu di sini. Biar saya yang bu-..."

"Rei! Astaga... jangan pakai kata 'saya'!" tegur gue spontan.

"Oke oke... biar aku yang buka pintu." kata Rei.

Rei segera keluar dan membukakan gue pintu. Gue menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan sebelum keluar dari mobil. Semoga gue tidak berakting buruk hari ini. Semoga...

"Mer, boleh aku gandeng tangan kamu?" tanya Rei.

Gue menggeleng, tapi langsung mengalungkan sebelah tangan gue ke lengan Rei. Jelas Rei kaget dan nyaris menarik tangannya kembali.

"Rei, ini biar orang tua kamu ga curiga. Astaga! Jangan bilang kamu belum pernah pacaran ya?" tanya gue telak.

Muka Rei memerah. Gue langsung terkekeh geli. Lucu sekali sih dosen gue? Padahal banyak sekali penggemarnya! Andai saja mereka semua tahu kalau Rei itu tidak pernah pacaran, hahaha...

"Santai aja Pak Reinald Wirawan. Saya sudah berpengalaman dalam hal pacaran. Hehe.. yuk ah!" ajak gue masuk ke dalam restoran.

My Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang