Flashback
(tiga tahun yang lalu)
Gue tahu ini kedengaran gila, tapi Eka, teman kerja Om Hendra meminta gue untuk menikah dengannya pada pertemuan pertama kami! Gila saja dia! Untung saat itu Om Hendra sedang keluar mengangkat telepon, kalau tidak, bisa gue pastikan kalau Pak Eka akan merasakan bogem mentah dari Om Hendra.
Memang perlu gue akui, di usianya yang baru tiga puluh tahun, Pak Eka sudah punya perusahaan yang luar biasa. Dia juga tampan, dan tak perlu diragukan kalau dia pintar dan kaya raya. Mulai dari resepsionis, sampai karyawan yang satu lift dengannya, semua luluh setiap kali dia datang ke kantor ini.
Kadang gue hanya bisa geleng-geleng kepala. Mungkin karena gue sudah kebal dengan yang namanya cinta, jadi gue hanya terpesona dengan apa yang dia punya, tapi sama sekali mati rasa untuk membalas perasaannya.
Oke, gue jujur. Gue terpesona, karena Pak Eka memang mempunyai pesona yang luar biasa!
"Pak, saya mohon jangan ganggu saya lagi. Bukannya saya tidak sopan dan memakai alasan yang tidak masuk akal, tapi saya tidak mungkin menikah dengan Anda." tolak gue untuk kesekian ratus kali.
"Dengan alasan apa?" tanya Pak Eka.
Banyak! Bahkan sebanyak kelebihan yang dia punya.
Pak Eka itu seorang duda dengan seorang anak perempuan lima tahun. Ditambah lagi, istrinya pun masih hidup dan tinggal bersamanya di rumah walaupun mereka sudah cerai! Bagaimana mungkin gue bisa menikah dengannya?!
"Ayah saya pasti tidak akan setuju, Pak." Kata gue dengan emosi tetap terkontrol.
"Baik, kalau begitu pertemukan saya dengan orang tua kamu. Saya serius saat saya bilang saya jatuh cinta sama kamu, dan saya sangat yakin orang tua kamu akan setuju." Kata Pak Eka penuh keyakinan.
Astaga, apa dia pikir pernikahan itu seperti negosiasi bisnis. Keyakinannya begitu tinggi...
"Tapi Pak E-..."
"Besok siang saya akan reservasi tempat di restoran depan kantor. Bawalah kedua orang tua kamu, dan kalau kamu mau, semua keluarga kamu. Saya akan menemui mereka semua. Sampai bertemu besok." Kata Pak Eka lalu segera pergi.
Huff...
***
Gue menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan.
Tok tok tok
"Masukkk!" teriak Om Hendra di balik pintu.
"Permisi Pak," kata gue saat baru membuka pintu.
"Merlyn.. ada apa? Ayo kita makan bersama!" ajak Om Hendra yang sedang sibuk membuka banyak sekali kotak-kotak bekal makan. Tante Lisa juga sibuk membantu mengeluarkan nasi dan menuangkan jus.
"Hai Mom..." sapa gue.
"Makan bareng yuk Mer... Mom bawa banyak makanan nih!" kata Tante Lisa.
Akhirnya gue mengangguk dan ikut makan. Walau gue hanya anak angkat, tapi baik Om Hendra dan Tante Lisa selalu saja menganggap gue seperti anak kandung mereka sendiri. Mereka selalu mencari topik agar gue bisa ikut serta dalam obrolan mereka. Menyenangkan bukan?
"Jadi Mer, kamu tadi bilang ada yang mau dibicarakan. Apa?" tanya Om Hendra saat kami semua baru saja duduk di sofa.
"Ehm... Jadi... Begini Pak... Aduh... bagimana ya..."
"Ada apa?" tanya Tante Lisa.
"Mmm... Bisa ga Mom dan Om Hendra besok temenin aku ketemu seseorang?" tanya gue penuh hati-hati.
"Seseorang?! Cowok????" seru Tante Lisa heboh.
"Iya Mom..." kata gue lirih.
"Pacar kamu?" tanya Om Hendra menyelidik.
"Bukan."
"Jadi siapa kamu?" tanya Tante Lisa.
"Seseorang yang mau mengajak aku nikah..." cicit gue dengan suara sekecil mungkin.
"APAAA?!" teriak Om Hendra dan Tante Lisa berbarengan.
Ternyata tidak akan mempan menggunakan suara sekecil apapun. Om Hendra dan Tante Lisa punya telinga yang begitu tajam.
"Kamu cinta sama dia, Mer?" tanya Tante Lisa.
Gue hanya menggeleng.
"Kalau kamu ga cinta, kenapa kamu malah mau kami bertemu dengan orang itu?" tanya Om Hendra.
"Saya sendiri sudah bilang kalau saya tidak mau dengan alasan orang tua saya tidak setuju, tapi dia tetap ngotot. Akhirnya, dia bilang kalau dia mau saya bawa kedua orang tua saya. Dia bilang dia yakin sekali kalau bisa meyakinkan kedua orang tua saya." jelas gue.
"Siapa sih?" tanya Tante Lisa penasaran.
"Pak Eka Gunawan." Jawab gue pasrah.
Gue tahu Om Hendra pasti melotot. Bahkan gue sampai takut matanya akan tumpah keluar. Tapi gue butuh bantuan...
***
"Pak Hendra? Ibu Lisa???" tanya Pak Eka bingung.
"Perkenalkan Pak, mereka orang tua saya." Kata gue sepelan mungkin.
Tapi gue tahu kalau Pak Eka bisa mendengarnya dengan baik. Bahkan Pak Eka sampai melotot kaget karena dia pasti tidak menduga kalau gue anak dari pemilik perusahaan yang dia ajak kerja sama.
Pembicaraan menjadi sangat kaku dan gue hanya menurut saja. Gue bahkan lebih banyak menghabiskan perhatian kepada Rangga yang sibuk makan. Gue sudah menyerahkan semua kepada Om Hendra dan Tante Lisa, dan sepertinya berjalan dengan lancar.
Gue merasa sangat lega saat tahu kalau Pak Eka tidak akan menganggu gue lagi di kantor. Syukurlah!
"Maaf Pak, sebenarnya saya mau memberitahukannya kepada Bapak. Tapi Bapak malah keburu pergi. Saya tidak bermaksud mempermalukan Bapak." Kata gue jujur saat baru akan meninggalkan restoran.
"Tidak masalah. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Sama seperti saya pun ingin yang terbaik untuk putri saya." kata Pak Eka tersenyum tulus.
"Dan sebagai seorang putri, kami mengharapkan sebuah keluarga yang utuh dan baik-baik saja. Sebaiknya Anda rujuk kembali dengan istri Anda." Kata gue lalu akhirnya pergi.
Flashback end
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RomantizmAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...