Flashback
(sebelas tahun yang lalu)
"Aku sayang banget sama kamu, Mer!"
Gue tersenyum menatap cowok yang sedang memeluk gue itu. Selama dua tahun hidup gue di sekolah sekaligus asrama ini, Riki yang selalu menemani gue. Dia tampan, sabar, pengertian, dan segala hal sempurna lainnya melekat pada dirinya! Oh, mana mungkin gue ga akan membalas kata-katanya itu.
"Aku juga sayang kamu, Rik! Sayang banget malah!!!"
Walau dua tahun itu tidak bisa disebut lama, tapi dua tahun itu juga bukan waktu yang sebentar. Gue mengenal Riki dengan baik. Kesukaannya yang selalu minum kopi kental, rasa pedulinya dengan orang-orang di sekitar, dan kecintaannya kepada keluarganya!
Riki itu benar-benar sosok yang sempurna untuk dijadikan teman hidup selamanya kan? Siapapun pasti menginginkan dia! Tapi sayangnya, Riki itu pacar gue dan tidak ada satupun yang bisa merebutnya dari gue.
"Mer, besok kan libur. Ikut aku ke rumah ya. Kita ketemu orang tua aku!" kata Riki sambil membelai rambut gue.
Deg.
Ketemu orang tua Riki? Oh, bagaimana ini?!
"Tapi Rik, aku..."
"Kenapa Mer?" tanya Riki masih setia membelai rambut gue.
Gue tahu kalau Riki mengetahui kegugupan gue, tapi dia terus bersikap tenang seakan-akan gue harus bilang sendiri apa yang menjadi masalah gue.
"Aku ... aku..."
"Iya, kamu kenapa?"
"Aku takut Rik!!!" kata gue setengah merajuk.
Tentu saja gue takut. Gue tidak pernah sekalipun ketemu dengan kedua orang tua Riki. Mungkin sering mendengar ceritanya, tapi cerita dan aslinya kan tidak pernah sama! Bagaimana kalau orang tua Riki tidak suka sama gue? Jelas-jelas gue ini bukan tipe-tipe cewek yang ada di sekolah elit gue, yang totally glamour!
Gue ini Cuma anak beruntung yang diangkat sebagai keluarga Dewantara.
"Kenapa mesti takut? Aku sering ceritain kamu ke Mama kok! Malah dia yang suruh aku bawa kamu ke hadapan dia." Kata Riki yang sudah mensejajarkan matanya dengan mata gue.
Gue bisa melihat keyakinan di sana, tapi gue masih ragu. Riki memang tahu gue ini anak angkat. Riki juga tahu kalau gue ini hanya beruntung bisa bersekolah di tempat elit ini. Riki juga tahu kalau gue sering diolok-olok dan dihina sama beberapa cewek yang menyebut diri mereka high class. Tapi bagaimana dengan orang tuanya?
Tidak semua orang 'kaya' bisa melihat gue sebagai orang yang sama seperti mereka. Walau gue mendapat semua kelimpahan harta dari keluarga Dewantara selama ini, tapi gue tetap tersisihkan! Mayoritas orang-orang yang ada di sekolah ini tidak peduli masalah keluarga gue dan sering menyapa, tapi beberapa lainnya yakni kelompok minoritas dengan 'geng' yang mereka bentuk, menghina gue habis-habisan.
See? Inilah yang gue takutkan! Penolakan dan penghinaan sekaligus.
Setidaknya gue punya dua sahabat yang 'fine-fine' saja dengan keadaan gue. Renata dan Fanny. Dan ditambah Riki, pacar gue!
"Percaya deh sama aku. Jadi kamu mau kan?" tanya Riki.
Ingin rasanya gue berteriak kalau gue ga mau!
"Ayolahhh..." kata Riki memohon.
Ugh!
"Iya. Aku ikut..." kata gue lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding Story
RomanceAnother story dari "I have to be STRONG!" “Kalau gitu, lu mau nikah sama gue ga?” Gary bilang apa? Dia kan Cuma tau gue belum menikah, bukan berarti gue tidak punya pacar kan? Walau kenyataannya gue juga belum punya pacar sekarang ini. Oh, mungkin...