7 | Rumah

1.6K 171 1
                                    

Beberapa menit sebelum bel pulang, Yuan mendapatkan chatt dari Wira dan menanyakan Yuan pulang dengan siapa. Yuan menjawab kalau dirinya akan menaiki bus seperti tadi pagi, karena kalau ingin pulang bersama Harsa dan yang lain, Yuan merasa sungkan karena dirinya belum merasa dekat dengan mereka.

Wira pun meminta Yuan untuk menunggunya beberapa menit di sekolah karena Wira akan menjemputnya. Yuan menurut dan menunggu Wira di depan halte.

Sebenarnya Madha sempat menawarinya tumpangan, tetapi Yuan menolak karena ia masih belum siap memberitahukan temannya kalau sekarang dia tinggal bersama keluarga Kaliandra bahkan sudah resmi menjadi anggota baru di keluarga tersebut.

Setelah hampir 20 menit menunggu, akhirnya Wira sampai juga. Yuan segera masuk ke dalam mobil dan tidak lupa untuk memakai seat belt.

"Mau mampir-mampir dulu nggak?" tanya Wira.

Yuan menggelengkan kepalanya dan berkata, "Langsung pulang aja, Bang."

"Oke." Wira pun segera melajukan mobilnya meninggalkan lokasi.

Sepanjang perjalanan Wira terus membuka topik obrolan agar Yuan tidak merasa bosan. Wira cukup merasa lega karena Yuan tidak kesulitan untuk mendapatkan teman baru.

"Yuan kalau pulang sama Bang Harsa dan yang lain aja. Kalau nganter ke sekolah, Abang masih bisa. Tapi, kalau jemput belum tentu. Soalnya Abang ada kelas sampai sore, bahkan sampai maghrib biasanya." Wira mengatakan hal tersebut agar kedepannya Yuan tidak lagi menaiki angkutan umum jika dirinya tidak dapat menjemput Yuan.

Buat apa menaiki angkutan umum, toh adik sambungnya itu satu sekolah dengan abang sambungnya yang lain.

Yuan tidak bereaksi apapun mengenai ucapan Wira. Ia hanya diam karena bingung harus menjawab bagaimana. Yuan sendiri ragu kalau mau jujur.

Wira melirik sekilas ke arah Yuan yang hanya diam menatap ke arah depan.

"Yuan dengerin Abang nggak?" tanya Wira memastikan.

"Denger. Tapi aku takut kalau mau bareng sama Bang Harsa. Bang Harsa sama yang lain kelihatan kurang welcome sama aku. Nggak kayak Abang." Pada akhirnya Yuan mengungkapkan uneg-unegnya kepada Wira.

Wira menghela nafas mendengar pengakuan Yuan. Memang masih terlihat dengan jelas kalau saudaranya yang lain, terutama si kembar bungsu dan Johar masih belum menerima kehadiran Yuan.

Tadi pagi saat Wira menghubungi Harsa untuk menjemput Yuan di depan gerbang, sebenarnya Harsa menolak dan tidak mau menjemput Yuan. Ia juga berkata kepada Wira kalau itu adalah konsekuensi kalau telat. Bahkan Harsa berkata untuk membiarkan Yuan pulang saja.

Padahal sebelum mama mereka menikah dengan Yusma, Wira sudah memberikan wejangan kepada semua adiknya. Kalau memang masih belum bisa menerima kehadiran papa atau saudara sambung mereka, setidaknya bersikap baik ke mereka.

Kalau dengan Yusma kelihatannya mereka sudah terlihat biasa karena mungkin beberapa kali mereka bertemu dengan Yusma. Namun, dengan Yuan masih sulit untuk menerima keberadaannya.

Kegiatan yang dilakukan setelah pulang dari sekolah pastinya adalah mandi. Karena Yuan sedang tidak malas, jadi dirinya memutuskan untuk langsung membersihkan diri tanpa menunda nanti-nanti.

Setelah membersihkan diri, Yuan sama sekali tidak keluar dari kamar. Dirinya baru menghirup udara di luar kamar saat Wira memanggilnya untuk turun makan malam.

Suasana di meja makan hening, tidak ada obrolan sama sekali. Hanya terdengar alat makan yang saling beradu. Yuan merasakan canggung yang luar biasa di meja makan tersebut. Rasanya Yuan sangat ingin kembali ke kamarnya.

Untuk memastikan sesuatu, Yuan memutuskan untuk pura-pura pergi ke kamar mandi. Setelah kepergiannya, ternyata benar, salah satu abang sambungnya yaitu Harsa segera membuka obrolan.

"Gue lihat-lihat, Abang kayaknya udah sayang banget sama anak baru itu," ucap Harsa yang ia tujukan kepada Wira.

Wira kemudian membalas, "Kan udah jadi adik kita—"

"Adik lo," sanggahnya cepat.

Harsa pun meletakkan alat makannya dan sepenuhnya mengarahkan arah pandangnya ke arah abang sulungnya tersebut.

Wira yang melihatnya juga ikut meletakkan alat makannya. Kebetulan sekali posisi duduk mereka saling berhadapan.

"Kok lo bisa sih secepat itu menerima keberadaan dia?"

"Nggak ada alasan untuk benci sama Yuan, Sa. Dia bukan anak dari laki-laki selingkuhan, kita juga sebelumnya nggak pernah punya masalah sama Yuan. Dia anak baik, dari orang tua dengan latar belakang yang baik, dan lo tahu itu," ujar Wira.

Harsa terdiam untuk beberapa saat mendengar penuturan Wira—yang kalau didengar-dengar memang tidak ada yang salah. Namun, karena Harsa membuat gap dengan Yuan, hal tersebut lah yang membuatnya sedikit tidak terima saat melihat Wira yang terlihat peduli dengan Yuan.

"Jangan membentengi diri lo, Harsa. Begitupun dengan kalian." Kali ini Wira melihat ke arah semua adik-adiknya.

"Sebenarnya gue juga sulit untuk menerima Yuan. Tapi gue yakin, hal yang bikin gue sulit untuk menerima Yuan karena gue belum kenal sama dia aja. Saat pertama kali ketemu Yuan, gue nggak membentengi diri dari Yuan. Dia juga berusaha untuk ngajak kita ngobrol kan?"

Mereka semua hanya diam mendengar dan enggan bereaksi mengenai ucapan abang tertua mereka.

"Seharusnya kalian lebih merespon dengan baik pada malam itu— dan itu seharusnya bisa menjadi malam kita saling mengenal satu sama lain dengan Yuan," pungkasnya.

Susana makan malam mendadak menjadi lebih sunyi karena pembahasan yang cukup serius.

"Sekarang kalian keluarin semua uneg-uneg kalian mengenai Yuan. Gue pengen denger," ucap Wira.

Namun dari mereka berdelapan sama sekali tidak ada yang membuka suara. Karena Wira yakin, cuma satu alasan mereka kenapa belum bisa menerima keberadaan Yuan.

"Nggak ada yang mau ngomong?" tanya Wira yang hanya dibalas dengan keheningan dari mereka.

Wira kemudian menghela nafas, "Gue yakin alasannya pasti cuma satu. Yaitu kalian malas untuk mengenal Yuan. Padahal itu salah satu kunci agar kita bisa saling menerima satu sama lain," tutur Wira.

"Menurut lo, apa Yuan udah bisa nerima kita?" tanya Willy yang akhirnya mewakili pertanyaan saudaranya yang lain.

Wira menegakkan badannya dan menatap kembarannya yang duduk di samping Harsa.

"Gue sempat deep talk sama Papa— dan gue bisa menyimpulkan kalau Papa sayangnya sayang banget sama Yuan. Dia bahkan butuh berbulan-bulan untuk berani jujur ke anaknya kalau beliau punya hubungan spesial sama wanita lain. Gue sangat yakin, kalau Yuan nggak setuju, nggak mungkin Mama nikah sama ayahnya Yuan," ungkapnya.

Tebakan abang sulung mereka sangat tepat sampai membuat mereka hanya

"Dan aku juga nggak mungkin mau satu rumah sama kalian kalau pernikahan tersebut tetap terjadi,"

Mereka semua yang berada di ruang makan terkejut mendengar Yuan yang entah sejak kapan sudah berada di ruang makan.

"Bang Wira benar, Ayah ku rela melepaskan wanita yang dia cintai daripada mendapat kebencian dari anaknya sendiri. Jika sekarang Ayah ku juga udah jadi Papa kalian, itu artinya ada persetujuan dari aku atas pernikahan mereka.

"Mama kalian wanita yang baik. Mama kalian berhasil ngambil hati aku. Mangkanya aku nggak ragu menerima mama kalian sebagai istri ayah aku dan sebagai ibu untuk aku— dan aku juga nggak ragu menerima kalian sebagai saudara aku," pungkasnya.

GASLIGHTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang