"Ara?"Mendengar panggilan itu, kami langsung melepaskan pelukan kami dan melihat seseorang yang memanggilku tadi.
Aku sedikit terkejut mendapati Zafarel dan Intan yang berada di sini.
"Lo nangis?" Tanya Zafarel.
Aku yang baru sadar, langsung menghapus air mataku dengan kasar.
"Enggak. Gue gak nangis. Kalian ngapain disini?"
"Ini, Zafarel tadi ngajak gue. Katanya ada tempat yang sangat bagus. Dan bener aja. Gue langsung suka sama tempat ini. Zaf sering-sering ngajak gue ke sini ya!"
Zafarel hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Aku yang mendengar itu sedikit sakit. Apalagi melihat Intan sekarang. Dia adalah anak dari wanita yang menjadi alasan kehancuran keluargaku.
Ingin sekali aku berteriak dan melampiaskan semua kekecewaan dan amarahku kepadanya.
"Kalau gitu kami duluan."
Tapi hanya kalimat itu yang keluar dari mulutku.
Aku langsung menarik tangan Iqbal dan pergi dari tempat itu.
---
Kami akhirnya memilih cafe sebagai tempat untuk berbicara. Dan karena cafe ini sepi makannya aku mau duduk disini.
Kami berdua juga sudah memesan minum dan beberapa makanan ringan. Dan kami masih belum memulai percakapan.
"Lo kenapa?"
Seperti biasa, Iqbal lah yang akan memulai percakapan diantara kami.
"Gue ketemu ayah."
Dapat ku lihat keterkejutan Iqbal. Aku hanya bisa tersenyum melihat ekspresi wajahnya.
"Ayah lo bicarain apa?"
"Seperti biasa. Minta maaf, mau memperbaiki semuanya dan semua omongan kosong yang biasa gue denger. Gue capek Bal.. gue capek gini terus. Gue capek terus pura-pura enggak ada masalah di hidup gue. Gue juga enggak bisa lihat bunda menderita."
Iqbal meraih tanganku. Menggenggam erat tangan mungilku dan tersenyum kepadaku.
"Lo bisa Ara. Sebentar lagi, semua akan baik-baik aja."
"Gue juga berharap begitu."
"Sekarang, lo harus senyum. Senyum selebar mungkin."
Iqbal menarik pelan kedua pipi ku dengan kedua tangannya. Dengan senyuman lebar di bibirnya membuatku ikut tersenyum.
"Gini dong. Kalau gini baru Ara yang gue kenal."
Aku masih tersenyum melihat betapa semangatnya dia menghiburku. Tapi sepintas aku kembali mengingat kejadian di danau tadi.
"Ngomong-ngomong pas di danau dan lo meluk gue, gue ngerasain jantung lo berdebar cepat banget. Kenapa?"
Senyuman yang tadi dia pancarkan perlahan menghilang. Dia langsung menatapku serius.
"Karena gue di peluk sama orang yang gue suka. Lo juga pasti gitu kalau di peluk sama orang yang lo suka."
"Apaan sih lo! Gak usah bahas yang aneh-aneh Bal."
"Gue serius Ra. Gue suka sama lo. Dan akan gue usahakan, gue akan nunggu sampai lo suka sama gue. Itu misi gue."
Dia kembali tersenyum dan meminum minumannya. Sedangkan aku hanya menatapnya tidak percaya. Kalau saja aku bisa seberani Iqbal untuk memberitahukan perasaanku sama Zafarel, mungkin semuanya gak akan serumit ini.
---
Aku baru saja selesai berbicara dengan Iqbal. Dan sekarang aku sangat lelah. Ingin sekali aku langsung pulang dan terlelap sebentar saja untuk menghilangkan semua pikiran di kepala ku.
Tetapi semua itu harus sedikit aku tunda. Satu pesan masuk membuatku kembali harus bertemu dengan seseorang.
"Ra.. gue antar pulang ya?" Tawar Iqbal kepadaku.
Aku sangat ingin menerima ajakan itu. Tetapi pesan dari Zafarel yang ingin bertemu denganku membuatku harus menolah tawaran baik Iqbal.
"Lo duluan aja. Gue mau ketemuan sama teman gue."
"Cewek atau cowok?"
Aku menatapnya dan tersenyum kecil.
"Cowok."
Dapat ku lihat dia menghela napas panjang.
"Ya udah gue duluan. Jangan terlalu dekat Ra. Ingat misi gue itu." Ucapnya dan bergegas pergi meninggalkan aku di cafe.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Iqbal itu. Tidak tau harus berkata apa.
---
Jangan lupa kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian yaa..
Medan, 18 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ABZA [END]
Teen FictionArabella menatap Zafarel.. menatap teduhnya pria itu saat dia tertidur. Arabella selalu berharap dia bisa masuk kedalam mimpi pria tersebut. Dia menyentuh hidung mancung Zafarel. Mendekatkan bibirnya ke telinga Zafarel dan membisikan kalimat yang s...