Saudara

1.3K 68 0
                                    

"Sabar yang Tan.." ucapku.

Hanya kalimat itu yang bisa aku katakan kepadanya. Aku tidak bisa berkata apapun. Rasanya semua seperti mimpi bagiku. Tuhan menjawab doa ku. Tetapi bukan seperti ini kemauan ku.

"Al.. gue udah gak punya siapa-siapa lagi. Gue sendiri."

Mendengar perkataannya, aku langsung melepaskan pelukan kami dan menatap nya.

"Lo punya gue Tan. Punya ayah punya bunda dan lo punya Farhan. Lo enggak sendiri. Ada kita. Kita bisa jadi keluarga kan? Kita enggak akan biarin Lo sendiri." Aku mencoba untuk menguatkannya.

"Lo bener. Gue punya kalian." Ucap Intan dia tersenyum tipis kepada ku. Aku tau jika senyuman itu ia paksakan agar aku merasa dia baik-baik saja. Tapi aku dapat merasakan perasaan nya. Kehilangan seseorang yang kita sayangi bukan hak yang mudah.

---

Ruangan ini sangat sepi. Tidak ada yang mengeluarkan suara nya. Intan, Farhan dan ayah sudah berada di rumah bunda. Ayah memutuskan untuk tinggal di sini dan membawa Intan dan Farhan. Aku sama sekali tidak keberatan akan hal itu. Tetapi semuanya sepertinya masih belum terbiasa.

"Oh iya.. Ara sama Intan nanti mau ngelanjutin ke univ mana?" Tanya Bunda kepada kami.

"Ara mungkin akan di sini aja Bun. Ara gak mau ninggalin Bunda." Ucap ku dan tersenyum kepada Bunda.

"Kalau Intan?"

"Aku belum tau Tante." Jawab Intan.

"Intan.. kamu bisa kok manggil Tante dengan sebutan Bunda juga. Biar sama semuanya. Ara, Farhan dan kamu bisa manggil Bunda. Kalian kan sekarang anak bunda juga." Ucap Bunda dengan lembut dan tersenyum kepada Intan.

"Intan masih belum siap untuk itu, sayang." Sambung ayah.

Bunda menoleh ke arah ayah dan tersenyum. "Aku ngerti mas."

Aku yang melihat itu tersenyum. Akhirnya bunda dan ayah kembali bersama. Aku bisa melihat semua itu. Sama seperti dulu.

Aku menoleh ke arah Intan. Dia menatap ayah dan bunda dengan pandangan yang sulit diartikan. Aku tidak tau arti pandangan itu.

"Intan.. keluar bentar yuk." Ajak ku kepadanya.

Intan pun menganggukkan kepalanya.  Menyetujui ajakan ku. Aku pun berjalan menuju halaman luar diikuti oleh Intan yang berada di belakang ku.

Setelah berada di halaman, aku langsung menghadap ke arah Intan. Tersenyum tipis kepada perempuan yang ada dihadapan ku ini.

"Lo.. mau lanjut ke univ mana Tan?" Tanya ku kepada nya. Aku tau sebenarnya dia sudah memikirkan tentang masalah ini dari awal. Intan tidak mungkin tidak memikirkan tentang masa depan nya.

"Lagi gue pikirin." Balas nya.

"Lo bisa jujur sama gue. Kalau lo masih belum bisa bilang ke ayah dan bunda. Gue akan menyampaikan nya."

"Ra.. gue uda--"

"Intan.. kita saudara kan? Lo tau gue dulu benci banget sama Lo dan nyokap lo. Tapi setelah gue ikhlas dengan semua itu, gue mencoba untuk menerimanya. Gue mencoba untuk menerima kalau ayah udah punya wanita lain dan sudah punya Lo dan Farhan. Dan sekarang gue udah bisa menerima itu. Tapi.. setelah nyokap lo pergi, kenapa gue rasa lo enggak bisa menerima kenyataan dan semuanya? Lo yang dulu yakinin gue untuk menerima dan lo dulu senang kan kalau kita ini saudara? Tapi kenapa sekarang, gue rasa lo udah berubah? Tan.. gue memang berharap ayah kembali sama gue dan bunda. Gue sangat berharap akan hal itu. Tapi bukan seperti ini harapan gue. Gue enggak mau ada yang pergi dan saling menyakiti. Gue enggak mau. Jadi.. lo masih enggak bisa menerima nya? Gue akan bantu lo untuk menerima semuanya. Menerima Bunda, gue dan kepergian nyokap lo."

Air mata ku perlahan mulai jatuh. Mengalir dan membasahi pipi ku. Aku tau Intan belum bisa menerima semua ini. Apalagi semua ini terjadi dengan sangat tiba-tiba.

"Gue.. gue enggak tau harus gimana Ra.. gue takut.. gue takut ayah akan pergi dari gue. Gue takut gue akan dikucilkan oleh keluarga ini. Gue udah gak punya siapa-siapa lagi. Mama udah gak ada. Gue cuman punya ayah dan Farhan sekarang." Ucap Intan. Dia menundukkan kepalanya. Tetapi aku dapat mendengar isakan tangis nya.

"Kalau gue yang berada di posisi lo, apakah lo akan mengucilkan gue?" Tanya ku kepada nya.

Intan langsung mendongakkan kepalanya dan menatap ku.

"Gue gak mungkin ngelukain itu. Lo kan saudara gue."

Aku yang mendengar itu langsung berjalan mendekati nya dan langsung mendekap Intan. Memeluk Intan dengan erat.

"Lo bener. Intan.. sekarang kita keluarga. Bunda dan ayah udah punya tiga anak. Gue, lo dan Farhan. Lo harus ingat itu. Dan jangan pernah lo berpikir kalau lo akan dikucilkan. Itu tidak akan pernah terjadi. Gue jamin itu." Ucap ku kepadanya.

Intan langsung membalas pelukan ku.   Aku memang akan menjamin semua itu. Karena sekarang aku sudah mempunyai dua saudara. Dan aku akan menjadi saudara yang baik untuk mereka.

---

Medan, 7 Oktober 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang