Kebahagiaan

889 73 2
                                    

Aku tersenyum melihat pemandangan yang ada di depanku. Melihat kebahagiaan yang sangat aku inginkan dulu. Melihat tawa dan senyum bahagia mereka, membuatku ikut bahagia.

Tapi.. bagaimanapun kebahagiaan itu bukan sepenuhnya milikku lagi. Aku harus membaginya dengan orang lain. Aku tidak pernah tau kalau aku akan membaginya. Membagi kebahagiaan ku dan Bunda.

"Makasih Ra." Aku menoleh dan mendapati Intan sudah berada di samping ku. Kami berdua tersenyum dan kembali menatap ke arah depan. Menikmati pemandangan yang indah itu.

"Lo udah bisa terima kehadiran kami. Gue enggak pernah lihat ayah sebahagia ini. Senyumannya dan tawanya.. dia enggak pernah menunjukkan nya kepada kami. Tapi.. karena lo, gue akhirnya bisa melihat semua itu."

"Gue akan memberikan semua yang gue punya untuk membuat keluarga kita utuh. Walaupun itu bisa menyakiti gue." Ini semua keputusan yang benar. Aku membuat keputusan yang benar. Walaupun itu mengorbankan perasaan ku dan bunda. Aku tau, dibalik tawa dan senyum bunda di sana, pasti ada luka yang ia simpan.

Pandanganku beralih ke arah Intan. Aku mengulurkan tanganku ke hadapannya.

"Ayo kita ke sana. Kita juga harus merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan."

Intan tersenyum dan menerima uluran tanganku. Kami berdua berlari  menuju bibir pantai. Pasir pantai membuat langkah kami sedikit berat. Tetapi itu bukan halangan bagi kami untuk menuju kebahagiaan kami di depan sana.

---

Disinilah kami sekarang, menikmati makan malam malam bersama. Tetapi aku mataku masih terus menatap wanita di samping Intan ini. Menurutku hari ini mama Intan sedikit berbeda dari biasanya. Dia sedikit pucat.

"Ara.." tatapanku masih terarah kepada mamanya Intan.

"Terimakasih ya." Senyuman lembut itu membuatku sedikit goyah.

"Apaan sih Tante. Kita kan sekarang keluarga. Tante gak sakit kan? Kok kelihatan pucat gitu?" Mendengar perkataan ku, semua orang di meja makan langsung mengarahkan pandangannya ke arah mama Intan.

"Enggak kok. Tante cuman kecapekan aja." Aku pun menganggukkan kepalaku.

"Kak Ara.. kita main ke pantai lagi yuk!" Pandangan ku teralih ke arah Farhan. Mendengar suara imutnya itu mampu membuatku tersenyum.

"Ayuk." Aku pun langsung menerima ajakannya itu. Aku langsung berdiri dan mengandeng tangannya.

"Intan, yuk! Kita main di pantai." Aku juga langsung mengajak Intan. Aku rasa ini ide yang baik. Jadi para orang tua bisa berbicara tanpa ada kami.

Kami bertiga pun langsung menuju pantai. Aku tidak tau kenapa Farhan langsung bisa dekat denganku. Dan aku juga tidak tau kenapa, aku bisa langsung sangat menyayangi anak laki-laki ini.

"Kak Ara.. ayok kita bangun istana pasir!" Aku kembali tersenyum kepadanya dan sekali lagi aku menuruti permintaannya.

Aku pun membantu Farhan untuk membangun istana pasir yang dia inginkan.

Istana pasir kami hampir saja selesai. Tapi pandanganku teralih ketika melihat Intan yang hanya duduk di pasir dan melihat ke arah kami.

"Farhan.. kakak temenin kak Intan ya. Kamu selesaikan istana nya. Oke?"

"Oke!" Jawab Farhan dengan semangat. Aku pun langsung mendekati Intan. Dan duduk di sebelahnya.

"Lo kenapa?" Tanya ku kepadanya.

"Emangnya gue kenapa?"

"Ungkapin aja Tan."

"Maksud Lo?"

Aku tersenyum kepadanya dan kembali melihat ke arah Farhan. Mengawasinya dari sini.

"Gue tau kok, Lo suka sama Zafarel. Ungkapin aja. Enggak ada salahnya kan?"

Dapat ku dengar Intan menghela napas panjang. "Dia sahabat gue Ra." Ucapnya lirih.

"Terus kenapa? Sahabat juga bisa jadi lebih dari itu."

"Dia cuman anggap gue sahabatnya. Gak lebih."

"Lo udah nyoba menyatakan perasaan Lo?" Aku menoleh kepadanya dan mendapatkan dia menggelengkan kepalanya.

"Coba Intan. Enggak ada salahnya kan? Kalau lo enggak nyoba, lo enggak akan tau jawabannya. Lagian jaman sekarang, cewek ngungkapin perasaannya udah banyak kok. Jadi jangan takut." Ucapku. Dia tersenyum kepadaku. Aku pun juga membalas senyumannya.

---

Aku menatap diriku di cermin yang ada di depanku. Wajah ini, aku tidak tau maksud dari raut wajahku sekarang. Apakah aku senang atau aku hanya berpura-pura saja. Tetapi melihat tawa dan kebahagiaan dari mereka semua yang ada di luar, membuatku merasakan kebahagiaan itu.

Aku mencoba untuk tersenyum dan meyakinkan diriku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Semuanya akan kembali seperti semula.

Setelah meyakinkan diriku, aku langsung keluar dari toilet. Aku berjalan menuju tempat tujuan ku.

Tepi langkahku berhenti ketika mendengar suara yang sangat aku kenali. Aku pun langsung mendengar pembicaraan dari dua orang itu. Aku sama sekali tidak bermaksud menguping. Hanya saja aku sedikit penasaran dengan percakapan mereka.

"Saya bahagia. Keluarga kamu sudah bisa menerima keadaan kita sekarang. Jadi kalau nanti saya sud--"

"Kamu ini bicara apa Silvi? Enggak baik bicara seperti itu."

"Mas.. kamu sudah tau kalau saya ini sudah tidak akan lama lagi di dunia ini. Cepat atau lambat saya akan meninggalkan kalian. Saya bahagia, setidaknya ada Mbak Lara yang akan jaga Farhan dan Intan. Ara juga sudah bisa menerima mereka. Jadi aku tidak terlalu khawatir nantinya. Jika aku sudah tidak ada di samping kalian lagi."

"Berhenti bicara seperti itu Silvi. Kamu tidak bisa menentukan kehidupan mu."

"Mas.. aku hanyalah kesalahan mu. Aku tau kamu masih mencintainya. Kamu tidak pernah sebahagia ini bersama kami. Nanti.. kembali lah bersama keluarga mu. Aku tidak mau bersikap egois lagi."

Mendengar percakapan itu membuatku sangat terkejut. Aku langsung pergi meninggalkan mereka dan kembali menuju ke tempat Bunda dan Intan berada.

Aku langsung duduk di samping bunda. Bunda tersenyum kepadaku dan kembali melihat ke arah Intan dan Farhan yang masih bermain di pantai.

"Bunda.." panggilku.

"Iya sayang?"

"Sepertinya.. Tante Silvi dia sepertinya.." aku tidak bisa melanjutkan nya. Mulutku terasa sangat berat untuk mengatakan itu.

"Tante Silvi kenapa?"

Aku tersenyum kepada bunda dan menggelengkan kepalaku. "Enggak papa kok.. Bunda bahagia?"

"Sangat. Bunda sangat bahagia. Dan bunda sangat bangga kepada kamu. Putri bunda sudah dewasa dan sangat baik. Terimakasih sayang. Terimakasih sudah bisa menerima semua ini. Bunda tau semua ini berat untuk kamu."

Tanpa sadar aku meneteskan air mataku. Melihat senyuman bunda membuatku ikut tersenyum. Tapi aku sangat tau, jika bunda tidak sebahagia itu.

"Ara bahagia?"

"Kalau bunda bahagia, Ara juga bahagia." Ucapku dan langsung memeluknya. Wanita yang sangat hebat bagiku.

---

Hei Yoo! Author back.. maaf ya lama update.. banyak kerjaan soalnya.. hehhehe tapi aku berharap kalian tetap tungguin AbZa sampai tamat ya..

Oh iya.. gimana part kali ini?

Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian ya...

Love you..

Medan, 5 Agustus 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang