Jadian

992 84 3
                                    

Aku melihat jam tangan yang melingkar di tangan kiri ku. Senyuman tipis terukir di bibirku. Masih ada waktu untukku pergi ke danau. Aku sudah lama tidak pergi ke sana. Tetapi aku harus menghubungi Iqbal. Aku sangat tidak suka jika pergi sendirian ke sana.

Aku langsung mengeluarkan handphone ku dan menghubungi sahabat terbaikku. Aku tidak perlu menunggu lama. Deringan kedua, dia langsung mengangkat panggilanku.

"Halo. Bal gue kepe--"

"Gue jemput sekarang."

"Oke."

Aku tidak tau harus senang atau sedih. Aku pikir dia masih marah kepadaku. Tapi jika dia marah, dia tidak mungkin mau ku ajak keluar kan?

Aku pun langsung bersiap-siap. Dan menunggu kedatangan Iqbal.

---

Disinilah aku sekarang. Bersama Iqbal yang sedang memakirkan motornya.
Tapi sepertinya ada orang lain di sini. Dan aku sangat mengenal motor itu. Itu motor Zafarel. Aku sangat yakin akan hal itu. Pertanyaan ku, dia ngapain di sini. Tapi aku berusaha untuk tidak membicarakan tentang Zafarel kepada Iqbal. Nanti akan menjadi masalah baru.

Dan juga, mood Iqbal hari ini sepertinya sedikit buruk. Dia sedari tadi hanya diam dan tidak berbicara apapun kepadaku.

"Udah siap?" Tanyaku kepadanya. Dia pun membalas hanya dengan anggukan kepala saja.

"Yuk!" Aku pun langsung menggandeng tangannya. Aku mencoba untuk mengubah moodnya itu.

Kami berdua berjalan menuju tempat favorit kami. Tapi langkah ku berhenti ketika mendengar suara itu. Aku sangat mengenal suara itu. Itu suara Intan dan Zafarel. Aku berhenti.

"Zaf.. gue mau bicara sesuatu sama Lo. Gue tau gue enggak seharusnya mengatakan ini. Tapi ada seseorang yang bicara sama gue. Dia bilang gue harus coba untuk mengatakannya." Intan menatap wajah Zafarel yang menatap balik ke arahnya.

"Bilang aja Tan.. gak papa kok. Lo mau bicarain  apa?"

"Gue.. gue enggak mau sahabatan lagi sama Lo." Tutur Intan kepada Zafarel.

"Maksud Lo? Emangnya kenapa? Gue bukan sahabat yang baik buat Lo? Gue salah apa sampai lo enggak mah sahabatan sama gue lagi?"

Intan menggelengkan kepalanya. "Lo gak salah apapun. Lo juga baik sama gue. Hanya saja.. perasaan gue udah berubah Zaf. Gue gak tau harus bilang dari mana. Tapi intinya gue enggak mau hubungan kita ini hanya sebatas persahabatan. Gue mau lebih. Gue mau jadi cewek Lo. Gue.. gue cinta sama Lo Zaf. Dari dulu."

Mendengar perkataan Intan aku langsung menutup mulutku. Aku tidak percaya dia mengatakan perasaannya kepada Zafarel. Memang betul aku yang menyuruhnya untuk mencoba. Tapi.. aku sekarang sangat bangga kepadanya. Dia mampu menyampaikan perasannya kepada Zafarel.

"Gue juga cinta sama Lo Tan.."

"Zaf Lo.."

"Tapi dulu. Gue dulu mencintai Lo. Sangat. Tapi setelah gue bertemu dengan seseorang yang bisa membuat gue tertawa dan tersenyum, semuanya berubah. Gue udah enggak ada perasaan apapun lagi sama Lo. Perasaan gue sama Lo hanya sebatas persahabatan. Enggak lebih. Maaf Intan."

"Enggak papa. Gue ngerti. Rasanya hati gue ini plong. Gue udah bisa menyampaikan perasaan gue sama Lo aja gue udah senang. Makasih Zaf. Makasih masih nganggap  gue sahabat lo. "

Sekarang aku merasa kasihan kepada Intan. Kenapa Zafarel menolaknya. Mendengar semua pembicaraan itu aku langsung menarik tangan Iqbal menjauh.

Iqbal yang melihat apa yang kulakukan hanya mengikuti ku. Setelah ku rasa cukup jauh dari mereka, aku pun langsung melepas tangan ku dari Iqbal dan duduk di atas rerumputan.

"Kenapa kita enggak sama mereka aja?" Tanya Iqbal kepadaku.

"Biarin aja mereka menyelesaikan masalah mereka. Takutnya ganggu." Balas ku.

"Pasti lo senang."

"Maksud Lo?"

"Zafarel menolak Intan. Lo senang kan?"

Aku menghela napas panjang mendengar perkataan sinis Iqbal. Aku tau dia masih kesal kepada ku.

"Bal... Menurut Lo tindakan Intan tadi gimana?" Ucapku. Aku langsung mengubah topik pembahasan kami.

"Tindakan yang mana? Mengatakan perasaannya itu?" Aku menganggukkan kepalaku. Tanda mengiyakan.

"Bagus. Enggak ada salahnya kan cewek mengatakan perasaannya duluan." Ucapnya.

Mendengar perkataannya membuat ku tersenyum. Dia tidak menatap ku. Tatapannya hanya ke depan. Menatap hamparan danau yang tenang itu.

"Bal... Gue cinta sama Lo." Ucapku.

Detik berikutnya dia langsung menoleh ke arah ku. Aku masih tersenyum kepadanya. Tapi wajahnya sekarang. Dia sangat terkejut. Aku sangat ingin menertawakan wajahnya sekarang. Tapi ini bukan waktu yang pas.

"Lo.. bercanda?"

"Gue serius. Gue cinta sama Lo. Gue enggak mau kehilangan Lo. Gue mau Lo ngerasain sakit hati yang nanti gue dapatkan jika ada yang nyakitin gue lagi. Gue mau berbagi suka dan duka gue sama Lo. Gue enggak mau jadi sahabat lo doang. Gue mau lebih."

Tapi reaksi yang Iqbal tunjukkan membuat senyuman ku langsung menghilang.

"Kenapa? Lo enggak suka lagi sama gue? Ada perempuan lain yang udah bikin lo tertawa sama tersenyum?" Aku sedikit sedih. Aku tau ini pasti akan terjadi. Dia pasti akan berpindah ke lain hati. Aku sudah terlambat.

"Gak papa kok Bal. Gue tau pasti lo udah bi--"

Cup

Aku melebarkan kedua bola mataku. Aku syok menerima ciuman singkat dari Iqbal. Dia tersenyum. Senyuman yang sangat manis menurut ku.

"Gue selalu nungguin Lo Ra. Dan gue pikir gue menang kali ini. Kesabaran gue membuahkan hasil."

Mendengar perkataannya membuat ku tersenyum.

"Lo bikin gue khawatir. Gue pikir Lo udah berhenti suka sama gue."

"Enggak akan. Gue akan selalu suka, sayang dan cinta sama Lo. Maaf.."

Aku mengernyitkan dahi ku. Untuk apa dia meminta maaf kepadaku.

"Maaf karena tadi gue nyium lo. Harusnya gue minta ijin dulu."

Aku kembali tersenyum. Kenapa bisa Iqbal selembut ini.  Aku sangat tidak bisa menahannya. Dengan cepat aku langsung mendekat ke arahnya dan mencium bibirnya.

Cup.

Aku tersenyum malu kepadanya. Tetapi dia malah tampak sangat bahagia.

"Maaf.. harusnya gue tadi minta ijin dulu sama Lo." Ucapku kepadanya.
Mendengar perkataan ku dia tertawa. Aku pun ikut tertawa.

Iqbal langsung menepuk pundaknya. Aku yang mengeri itu langsung bersandar di pundaknya dan menatap hamparan danau yang ada di depanku.

"Gue cinta sama Lo!" Ucapku dan Iqbal secara bersamaan. Aku dan Iqbal langsung saling menatap. Detik berikutnya kami kembali tertawa bersama.

---

Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian..

Medan, 15 Agustus 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang