Danau

1K 82 1
                                    


"Dia Iqbal." Ucapku.

Aku tersenyum dan mengenalkan Iqbal kepadanya.

"Iqbal."

Iqbal mengulurkan tangannya di hadapan Zafarel.

"Zafarel." Balas Zafarel tanpa membalas uluran tangan Iqbal.

Aku menatap mereka berdua bergantian. Tidak tau kenapa Zafarel tidak mau membalas uluran tangan itu.

Padahal aku sangat tau jika Zafarel sangatlah Friendly. Tapi yang ku lihat sekarang, sedikit berbeda.

Iqbal dengan perlahan menarik kembali tangannya dari hadapan Zafarel.

"Kita pergi sekarang yuk Ra." Ajak Iqbal.

Aku yang masih terpukau dengan sikap Zafarel langsung tersenyum kepada Iqbal. Menganggukkan kepalaku.

"Oke. Gue duluan ya Zaf." Pamit ku.

Tanpa ku sadari, Iqbal menggandeng tanganku tepat di depan Zafarel. Itu bukan hal yang spesial. Aku memang biasa melakukan itu dengan Iqbal.

Dapat ku liat Zafarel menatap datar ke arahku dan Iqbal.

---

"Dia yang lo ceritain itu?" Tanya Iqbal.

Aku menoleh ke arahnya dan menganggukkan kepalaku. Mengiyakan pertanyaannya.

"Gimana menurut lo?" Tanyaku kepadanya.

"Not bad. Tapi terlalu angkuh."

Aku tertawa mendengar perkataan Iqbal.

"Dia gak gitu kok.. mungkin karena baru jumpa sama lo aja kali." Balasku

Aku kembali melempar batu ke danau yang ada di depanku. Masih dengan senyuman, aku menyenderkan kepalaku ke pundak Iqbal.

"Kenapa enggak sama gue aja sih Ra? Lo tau kan, perasaan gue ke lo itu gimana?" Tutur Iqbal dengan suara yang sangat yakin.

Aku masih tersenyum. Memejamkan kedua mataku, menikmati semilir angin yang menerpa seluruh tubuhku. Terlebih lagi bahu Iqbal yang sangat nyaman ini.

"Gue tau kok Bal.. tapi gue hanya belum yakin."

"Gue bisa yakinin lo." Tekannya.

"Gue tau. Lo itu bisa ngelakuin apapun untuk gue. Tapi gue enggak bisa lakuin apapun untuk lo Bal. Gue takut, gue nanti akan menyusahkan lo. Gue enggak mau jadi benalu."

"Lo akan ngelakuin apapun untuk gue, kalau lo bisa Ra. Lo harus nyoba. Enggak ada yang enggak bisa kalau Lo berusaha. Jangan buat ini semakin sulit. Gue juga bisa lelah nantinya." Paparnya kepadaku.

Aku mendengar perkataan Iqbal dengan miris. Aku enggak bisa kehilangannya. Tapi aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun kepadanya, selain perasaan sebagai sahabat. Tidak lebih.

"Lo mau ninggalin gue Bal? Lo mau ninggalin gue sendiri kayak apa yang dilakukan Ayah?"

Tanpa sadar air mataku jatuh. Aku tidak bisa mendengar jika Iqbal akan pergi ninggalin aku. Cukup ayah yang pergi.

"Bukan gitu maksud gue Ra.. please jangan nangis.." ucap Iqbal mencoba menenangkan ku.

Iqbal dengan lembut menghapus air mataku yang jatuh di pipi. Senyum tipis dia berikan kepadaku.

---

"Makasih Bal.. Lo bisa gue andelin." Ucapku.

"Santai aja. Iqbal gitu loh!"

Dia tersenyum dan membanggakan dirinya.

"Kalau gitu gue duluan ya."

Aku menganggukkan kepalaku dan tersenyum kepadanya.

"Hati-hati di jalan." Ucapku.

Dia tersenyum dan menghidupkan motornya. Setelah itu, dia langsung pergi dari perkarangan rumahku. Aku masih setia melihat ke arahnya. Padahal dia sudah tidak terlihat lagi.

Aku kembali tersenyum. Setelah itu aku berbalik dan hendak membuka pintu pagar. Tetapi belum sempat aku masuk, aku mendengar suara motor yang sangat ku kenali.

Aku langsung melihat dan benar saja. Zafarel sudah berada di hadapanku sekarang.

Dia membuka helmnya dan menatap ke arahku.

"Ngapain ke sini?" Tanyaku.

"Gak papa. Dia pacar lo?"

Aku mengernyitkan dahi ku.

"Dia.. Iqbal maksud lo?" Tanyaku memastikan.

Dia menganggukkan kepalanya. Aku tersenyum miring kepadanya.

"Emangnya kenapa kalau dia pacar gue?"

---

Love you guys..

Medan, 14 Maret 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang