Aku berjalan lemah menuju lapangan. Tempat biasa aku melukis. Saat ini aku sangat ingin menenangkan diriku dengan melukis sesuatu. Setelah duduk di bangku, aku langsung mengeluarkan pensil dan buku kecilku.Aku mulai menggambar garis-garis yang akan menjadi gambar yang bagus. Tanpa sadar aku hanyut dalam duniaku sendiri. Menikmati goresan pensil yang ku buat.
"Ara.."
Aku langsung menghentikan gerakan tanganku dan melihat siapa yang memanggilku. Zafarel. Setelah tau siapa yang memanggil namaku, aku kembali melanjutkan gambaran ku tanpa memberi respon apapun kepadanya.
"Lo baik-baik aja kan?"
Aku menghela napas panjang mendengar pertanyaannya itu. Dengan kesal aku langsung menutup buku ku dan menyimpan semua peralatan ku ke dalam tas.
Aku langsung berdiri di hadapannya. Dan menatapnya tepat di mata coklatnya itu.
"Kenapa? Lo kasihan sama gue?" Tanyaku.
"Bukan gitu maksud gue.."
Aku tau dia tidak seperti itu. Tapi saat ini, suasana hatiku sedang tidak baik. Apalagi setelah mengetahui jika dia menyukai seseorang yang menghancurkan kehidupan ku.
"Udah lah lupain aja. Gue ke kelas duluan." Ucapku dan berjalan melewatinya. Masih beberapa langkah aku berjalan, Zafarel membuat langkahku terhenti.
"Gue benar-benar khawatir sama Lo Ra. Semalam waktu lo nangis, gue sangat ingin menghapus air mata lo itu. Tapi gue gak bisa."
"Jangan buat keadaan makin sulit Zaf.. perkataan lo barusan buat gue merasa ada peluang untuk dapatin Lo. Tapi kenyataannya enggak. Lo enggak akan ngasih sedikit pun peluang untuk gue dapatin lo. Karena lo udah memberikan semua peluang itu untuk Intan."
Aku menghadap ke arahnya dan menatap wajahnya.
"Jadi gue mohon.. berhenti buat gue berharap. Gue juga udah enggak akan lagi berusaha dapetin lo. Karena gue gak mau menjadi gadis bodoh yang mengharapkan pria yang enggak akan menjadi miliknya."
Zafarel hanya diam mematung. Dia tidak mengeluarkan satu katapun.
"Dan soal air mata gue, lo gak berkewajiban untuk menghapus air mata gue. Karena gue punya Iqbal yang akan selalu menghapus air mata gue." Ucapku dan langsung berjalan menuju kelas. Aku berjalan dengan langkah cepat, meninggalkan Zafarel yang masih mematung di belakangku.
---
Aku berjalan menuju kelas dengan kepala menunduk. Setelah memasuki kelas, dapat ku lihat beberapa murid sudah datang. Termasuk kedua sahabat ku. Aku berjalan mendekati meja Caca yang bersebrangan dengan mejaku."Ara.. kok lo pucat sih? Lo sakit?" Tanya Yuni kepadaku. Aku hanya menggelengkan kepala.
"Ca.. gue ganti tempat duduk ya sama Lo."
"Ada masalah apa sih?" Tanya Caca kepadaku.
"Kalau lo gak mau gak papa. Gu--"
"Yaudah. Tapi kalau lo udah bisa cerita ke kita, lo harus cerita." Caca berdiri dan mengambil tasnya.
Dia membawa tasnya ke mejaku. Dan aku langsung menduduki bangku itu.
Aku hanya bisa tersenyum dan duduk di tempat Caca. Aku menoleh kepadanya dan mengucapkan terimakasih.
"Ra.. kita ini sahabat lo. Kalau lo ada masalah, cerita sama kita. Kita bisa kok, dengerin cerita lo." Aku tersenyum kepada Yuni. Aku merasa beruntung memiliki sahabat seperti mereka.
"Gue pasti cerita. Kalau gue udah siap cerita." Mereka berdua menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepadaku.
Tidak berapa lama kemudian, Intan datang dan melihatku dengan wajah bingungnya. Aku hanya bisa mengalihkan pandanganku darinya. Untuk sekarang, aku sama sekali tidak ingin berdekatan dengannya.
"Ara.. lo kenapa pindah?" Tanyanya.
"Bukan urusan lo kan?" Ucapku sewot. Dia menghela napas panjang.
"Iya gue tau, tapi kan eng--"
"Bisa gak sih, lo enggak ngerusak mood gue hari ini aja?" Aku menatapnya tajam.
"Udah lah Intan.. urusin aja urusan lo." Sahut Caca dan membuat Intan terdiam. Dia pun berjalan menuju tempat duduknya.
Tetapi tidak lama setelah itu, Rara masuk ke dalam kelas. Tetapi pandangannya ketika menatapku sangat berbeda. Setelah ia melihat ku, dia langsung menatap ke arah Intan. Aku tidak tau arti dari pandangan Rara.
---
Bel istirahat baru saja berbunyi. Semua murid di kelasku sudah mulai memasukkan buku mereka yang sudah di pelajari.
Beberapa murid juga sudah berjalan menuju pintu. Meraka pasti ingin jajan atau mungkin melakukan hak lainnya.
Tetapi sebelum ada yang ingin keluar, Rara langsung menutup pintu kelas.
"Kenapa lo?" Tanya salah Yayan kepada Rara.
"Ada yang mau gue bilang. Tunggu bentar ya!" Dia tersenyum dan berjalan menuju ke tengah papan depan kelas. Dan menjadi pusat perhatian satu kelas tentunya.
Dia tersenyum, dan menatapku. Aku tidak tau kenapa dia menatapku dengan pandangan itu.
"Tadi gue jumpa sama ayah Arabella." Ucapnya sedikit berteriak.
"Terus apa hubungannya sama kita?"
"Gue mau jajan oi!"
"Cacing gue udah minta makan nih."
"Pacar gue dah nungguin, Rara!!"
Semua murid pada memprotes kepada Rara. Tetapi Rara masih tersenyum dan menatap ke arahku.
Sekarang aku tau. Aku tau apa yang akan dia umumkan. Aku tidak mungkin menghentikannya sekarang. Aku sangat takut akan terbongkar. Bagaimana bisa aku menerima semua ini. Semua murid akan tau tentang ayah.
"Tapi ayah Ara tadi nganterin Intan. Dan Intan manggil ayah Ara dengan sebutan..." Dia menjeda perkataannya sebentar.
"Ayah."
---
Hai-hai aku kembali lageeee.. gimana part kali ini? Menegangkan bukan???
Jadi jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian yaa...
Love you..
Medan, 17 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ABZA [END]
Teen FictionArabella menatap Zafarel.. menatap teduhnya pria itu saat dia tertidur. Arabella selalu berharap dia bisa masuk kedalam mimpi pria tersebut. Dia menyentuh hidung mancung Zafarel. Mendekatkan bibirnya ke telinga Zafarel dan membisikan kalimat yang s...