lapangan

925 60 1
                                    


Aku kembali mencoba untuk konsentrasi dengan gambaran ku. Sedangkan Zafarel, dia masih asik dengan aksinya yang menggangu ku.

"Zafarel!!"

Bukannya menghentikan aksinya, dia malah masih menggangguku.

Aku langsung menghentikan gambaran ku. Aku sudah tidak bisa lagi berkonsentrasi.

Aku melirik sekeliling lapangan ini, dan tanpaku duga, Aku melihat Intan sedang melihat kearah kami.

Dia melihat dengan wajah yang sangat datar. Tetapi ketidak melihat kehadirannya aku malah tersenyum sinis.

Aku membiarkan Zafarel mengacak rambutku. Aku juga dengan sengaja menarik pelan rambut Zafarel.

"Lo kok jadi Jambak gue sih?"

"Lah? Lo yang duluan cari perkara."

Kami berdua akhirnya berhenti melakukan aksi saling menganggu itu.

Aku masih bisa melihat Intan yang masih setia berdiri di sudut lapangan dan masih melihat kearah kami.

Aku mendekat kearah Zafarel. Mendekat kearah telinga sampingnya dan membisikkan sesuatu. Tetapi jika dilihat dari arah depan, aku seperti mencium pipinya.

Aku memang sengaja melakukan itu untuk menunjukkan kepada Intan tentang kedekatan ku dan Zafarel.

"Lo suka sama Intan ya?"

Suara pelanku membuatnya sedikit tersentak. Setelah mengatakan itu aku kembali duduk tegak dan melihat keberadaan Intan yang sudah tidak berada di tempatnya tadi. Aku tanpa sadar tersenyum. Aku senang melihat Intan yang melihat kedekatan ku dan Zafarel.

"Bisa dibilang begitu."

Aku menoleh kepada Zafarel yang tersenyum kepadaku. Mendengar perkataannya sedikit membuat hatiku sakit.

"Seberapa besar?"

"Sama besarnya dengan sayang gue ke nyokap."

Aku tersenyum miris mendengar perkataannya.

"Enggak ada kesempatan buat gue berarti?"

Zafarel menatapku dalam. Tetapi tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya itu. Aku yang melihat itu tersenyum tipis dan langsung merapikan semua peralatan menggambar ku.

Setelah semua rapi, aku bangkit dan kembali tersenyum kepada Zafarel.

"Gue ke kelas duluan."

Aku langsung berjalan menjauh darinya. Aku tidak tau kenapa, kenyataan yang dia ucapkan sangat menyakitiku. Aku sudah tau hal ini akan dia katakan, tetapi mendengarnya langsung ternyata sangat menyakitkan.

---

Aku berjalan santai menuju mejaku. Dapat ku lihat Intan sudah duduk di bangkunya dan tersenyum kepadaku.

Aku meletakkan tas ku di atas meja dan menghadap ke belakang melihat Intan.

"Udah lama?"

"Belum. Lo kenapa enggak langsung ke sini?"

"Maksudnya?"

"Kenapa harus nunggu di lapangan kalau sudah sampai? Kenapa gak di kelas aja?"

"Lebih suka di sana."

"Karena ada Zafarel?"

Dia menatap serius kepadaku. Untungnya kelas ini masih aku dan Intan yang datang. Jadi perkataanya barusan tidak didengar oleh siapapun.

"Bukan. Lagian dia yang datangin gue."

"Kalian pacaran?"

Aku semakin suka akan hal ini. Dia seperti orang bodoh yang menyembunyikan perasaannya sendiri.

Terlalu bodoh karena tidak bisa melihat Zafarel yang sangat menyukainya itu.

"Emangnya kenapa? Lo suka sama dia?"

Pertanyaan ku sedikit membuatnya kelagapan. Dia langsung tidak berani menatapku. Dia melihat sekeliling kelas ini yang sama sekali tidak menarik.

"Bukan gitu.. gue cuma nanya aja. Dia kan sahabat gue, jad--"

"Seorang sahabat harus tau kan batasannya? Gue rasa seorang sahabat enggak perlu ikut campur dengan hubungan sahabatnya. Lo setuju kan?"

Aku tersenyum manis kepadanya. Sebenarnya aku tidak bermaksud menyakitinya. Tetapi, aku tidak tau kenapa perkataan itu kelaut dari mulutku.

Dia menatapku dengan pandangan kosong. Aku baru menyadari jika dia sangat manis. Wajah bulat dan lesung pipinya semakin mempermanis wajahnya. Pantas saja Zafarel menyukainya. Dan juga sikap polos dan baiknya menambah kecantikannya.

Tetapi semenjak dia datang ke sekolah ini dan menunjukkan ketertarikannya kepada Zafarel, membuatku tidak bisa menahan kecemburuanku.

"Gue setuju."

"Gue suka berteman sama lo."

Aku kembali tersenyum dan setelah itu langsung menghadap ke depan. Mengeluarkan handphone ku dan menghubungi kedua sahabatku yang sangat lama datangnya ini.

Tapi belum sempat aku menelpon mereka, dapat ku lihat mereka berjalan dengan santai ke dalam kelas.

Mereka berdua tersenyum nyengir ke padaku.

"Hai putri Ara ..."

"Apa lo? Lama banget sih datangnya.." ucapku sewot.

"Ya maaf.. eh nanti pulang sekolah kita jalan yuk!" Balas Caca berusaha untuk membujukku. Aku masih memasang wajah kesal.

"Hm..?" Yuni tersenyum dengan pupy eyes nya.

Aku sangat tidak tahan melihat hal itu. Aku langsung menghela napas panjang dan dengan berat hati, aku mengiyakan ajakan mereka.

"Yeah!!" Ucap mereka berdua bersamaan.

Caca berjalan menuju belakang kursi ku. Dia menghampiri Intan.

"Mau ikut Tan?" Ajak Caca.

Aku tidak mengerti kenapa Caca mengajak Intan. Padahal aku sangat tau, kami tidak terlalu dengannya. Terlebih lagi, Intan adalah musuhku.

"Enggak bisa.. gue sama keluarga gue, juga mau pergi. Lain kali ya?" Tutur Intan dengan senyuman yang merasa bersalah.

"Santai aja! Lain kali ya?"

Intan menganggukan kepalanya. Caca pun berjalan dan duduk di bangkunya.

"Syukur deh." Ucapku pelan, sehingga tidak ada yang mendengarnya.

---

Hai-hai teman-teman.. aku kembali lagi dengan cerita yang sama pastinya.

Jangan lupa kasih bintang, komentar dan tambahin AbZa ke reading list kalian..

Love you..

Medan, 18 February 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang