Dia

1.1K 86 2
                                    


---

"Udah lama nunggunya?"

Aku menggelengkan kepalaku.

"Kita pergi sekarang aja. Yok!"

Zafarel jalan duluan, dia melewatiku dan kedua sahabatku.

Dapat kulihat mereka berdua melemparkan senyum menggoda kepadaku.

Aku memang tidak mengatakan kepada mereka jika Zafarel mengajakku, lagian ajakkan itu belum tentu terjadi. Jadi kalau aku sudah memberi tau mereka, tapi rencana tersebut gagal, aku akan malu nantinya.

"Sejak kapan Lo sama Zafarel menjadi kita?"

"Jangan gitu Ca.. mereka berdua mau pergi.. jangan di halangi. Nanti Zafarel bosen nunggunya.."

Mereka tertawa dengan sangat keras. Bahkan beberapa siswa dan siswi melihat kearah kami.

Aku yang sedikit kesal dengan mereka, langsung pergi mengikuti Zafarel. Jika aku terus bersama mereka, aku akan terus menjadi bulanan mereka.

Aku tidak dapat mengimbangi jalannya Zafarel. Jalan pria itu sangat cepat. Aku bahkan sedikit berlari kecil untuk mengimbangi jalannya.

"Lo jalan cepat banget sih. Pelan dong."

"Makannya jangan lelet jadi cewek."

"Gak nyambung."

Zafarel mengeluarkan kunci keretanya dari dalam saku celananya. Dia memakai helmnya.

Setalah memakai helmnya, dia menatap kearah kakiku. Aku yang menyadari itu langsung menutup pahaku mengunakan kedua tanganku.

"Ngapain Lo lihat-lihat? Gue pikir Lo cowok baik-baik ternyata sama aja."

"Lo gak bawa jaket?"

Dia tidak mengindahkan omonganku.

"Enggaklah.. lagian buat apa?"

Dapat ku lihat dia menghela nafas panjang. "Yaudah kalau gitu.. naik!"

Aku pun langsung menaiki motornya dan memegang bajunya. Aku tetap saja memancarkan senyuman. Aroma tubuhnya masih seperti semalam.

Aku sangat menikmati perjalanan ini. Tanpa aku sadari kami berada di jalan yang sepi dan aku tau ini mau kemana. Tempat sepi dan rindang itu menyapa kami berdua. Zafarel menghentikan motornya dan otomatis aku langsung turun.

"Lo ngapain ngajak gue kesini?"

Dia hanya diam, tidak menjawab pertanyaanku. Zafarel memakirkan motornya.

"Udah ikut aja."

Dia berjalan mendahuluiku. Aku pun langsung mengikuti kemana dia pergi.

Akhirnya kami sampai di tempat yang rindang. Kuburun. Ya.. aku juga sedikit kaget ketika dia mengajakku di tempat seperti ini. aku jadi berpikir jika adiikknya sudah..

"ini.. adik gue. Lo mau ketemu sama dia kan?"

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku melihat dia sudah duduk di samping kuburan adiknya.

Dia memegang batu nisan yang tertulis nama Ayudia itu. Aku hanya diam melihat yang dia lakukan. Tapi aku mulai mendekat dan duduk di sebelah Zafarel.

"Gue enggak tau kalau adik Lo udah gak ada. Maaf.."

"Santai aja Ra.. adik gue pernah bilang, dia kepingin bertemu sama orang yang suka gambar. Kayak Lo. Makannya gue ajak Lo kesini. Setidaknya dia bisa lihat, kalau ada orang yang suka gambar kayak dia."

Zafarel kembali memegang batu nisan itu.

"Zafarel?"

Aku dan Zafarel melihat ke sumber suara. Aku dapat melihat perempuan dengan paras cantik tersenyum kepada Zafarel. Dia membawa keranjang yang berisikan bunga di dalamnya.

"Intan?"

Zafarel berdiri dari duduknya. Dia juga membalas senyuman dari perempuan yang bernama Intan itu.

Aku yang melihat Zafarel berdiri, juga ikut berdiri.

"Lo udah lama disini?"

"Belum.. gue udah lama enggak ketemu sama Lo."

"Iya.. semenjak mama nikah lagi, kami pindah. Eh.. ngomong-ngomong dia siapa?"

Aku masih terus melihat interaksi mereka berdua. Tapi entah kenapa, rasaku Zafarel menyukai perempuan ini.

"Oh.. kenalin, dia Arabella. Temen sekolah gue."

Aku langsung tersenyum dan mengulurkan tanganku kepadanya.

"Arabella. Lo bisa panggil gue Ara."

Perempuan itu tersenyum dan membalas uluran tanganku.

"Intan. Nama Lo, kayak nama anak papa tiri gue."

"Mungkin nama gue pasaran kali."

Dia tertawa mendengar perkataan ku. Dia melepaskan ukuran tangannya.

"Mau makan bakso di perempatan jalan gak?"

Aku langsung melihat kepada Zafarel. Dia juga melihatku. Tapi detik berikutnya dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Boleh."

"Gue doa dan kasih bunga ini ke Ayu dulu ya."

Aku dan Zafarel menganggukkan kepala. Dia berjalan ke sisi kanan kuburan. Berjongkok dan berdoa untuk adik Zafarel.

Aku tidak tau kenapa, tapi rasanya aku menjadi orang ketiga diantara mereka. Yang lebih membuatku sakit, Zafarel tidak pernah lepas menatap kearah Intan.

Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan tersenyum miris.

---

Hmmmmm.. saya kembali lagi guysss..

Pokoknya tungguin terus cerita ini sampai tamat ya...

Jangan lupa kasih bintang dan komentar serta tambahin AbZa ke reading list kalian yaaaa...

Jangan lupa juga untuk follow aku ya..

Medan, 11 Januari 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang