menerima

1.1K 94 5
                                    

Aku berjalan dengan perasaan yang sedikit ringan. Perasaan ini aku dapat dari Iqbal. Mendengar perkataan Iqbal semalam membuatku menyadari semuanya. Dia benar aku terlalu menyalahkan semuanya. Padahal semua ini bukan salah siapapun. Aku juga tidak bisa menyalahkan takdir.

Jadi mulai hari ini, aku memutuskan untuk menerima semuanya. Karena semuanya sudah terjadi. Dan aku harus membiarkannya mengalir.

Tapi langkahku berhenti ketika melihat Intan dan ayah. Intan baru saja menyalim ayah dan pergi memasuki sekolah.

Berbeda. Aku baru menyadarinya sekarang. Ayah tidak pernah membiarkanku pergi tanpa menjahili terlebih dahulu. Tapi yang kulihat, hanya ada kecanggungan diantara mereka.

Aku merasa bersalah sekarang. Aku terlalu iri dengan Intan sampai aku tidak menyadari kalau posisiku di mata ayah masih belum terganti.

Aku berjalan mendekat ke arah ayah. Dia mulai berjalan dan ingin memasuki mobil. Aku yang melihat itu langsung memanggilnya.

"Ayah!" Teriakku.

Dia berhenti. Dia melihatku dan terdiam. Aku yang melihat itu hanya tersenyum dan berlari ke arahnya.

Setelah sampai di depannya aku masih tersenyum dan napas ku terengah-engah karena lari pagi.

"Ara.. kamu. Kamu tadi mang--"

"Ayah.. kenapa enggak pernah ke rumah sih? Ara kan kangen sama Ayah." Aku tersenyum dan langsung memeluknya.

Dia masih terdiam. Tetapi dia membalas pelukanku dengan hangat.

"Ayah juga kangen sama kamu." Aku tersenyum mendengar perkataan itu. Aku melepaskan pelukan kami dan tersenyum kepadanya.

"Ayah.. maafin Ara ya? Ara terlalu bodoh dan labil. Ara masih putri Ayah kan? Ayah masih sayang kan sama Ara?"

"Tentu aja. Kamu masih putri Ayah dan akan selalu jadi Putri ayah. Kamu putri ayah satu-satunya sayang. Dan ayah sangat sayang sama kamu."

Senyumanku perlahan pudar. Aku sedikit memanyungkan bibirku.

"Ayah.. Intan kan putri ayah juga. Gimana sih?"

Dia tersenyum menatapku. Dan menganggukkan kepalanya.

"Iya ayah salah. Putri ayah sekarang udah dua." Aku dan ayah tertawa bersama. Tawa ini, tawa yang sangat aku rindukan. Dan sekarang aku kembali merasakan tawa ini bersama ayah.

---

Aku berjalan ke dalam kelas dan melihat segerombolan siswi sedang berada di bangku Intan. Dan aku dapat melihat Intan hanya diam tidak berkutik.

Aku berjalan mendekat ke arah mereka.

"Kenapa?" Tanyaku kepada mereka.

"Gak papa. Kami cuma lagi nasehati, supaya enggak ngambil milik orang lain!" Seru Rara dengan penekanan di setiap katanya.

Aku melirik Intan yang masih diam menunduk. Ada sedikit goresan kecil di hatiku melihatnya seperti itu.

"Bubar!" Perintahku kepada mereka. Mereka langsung melihatku dengan pandangan terkejut.

"Lo kenapa?" Tanya Rara.

"Emangnya gue kenapa?"

"Kemarin, pas gue mempermalukan dia di depan semua murid, Lo biasa aja. Sekarang, Lo mencoba untuk bela dia?" Rara tersenyum sinis kepada ku. Tapi aku menyadari itu. Kemarin itu memanglah kesalahanku yang tidak membela intan.

"Itu kesalahan gue yang membiarkan lo, menghina dan mempermalukan Intan di depan semua murid!"

"Arabella, lo kena--"  aku langsung memotong perkataan Rara.

"Gue baru sadar satu hal." Aku berjalan mendekat ke arah Rara. Dia sedikit takut menghadapku.

"Kalaupun gue dan Intan saudaraan, kenapa lo yang jadi heboh? Soal Intan itu masalah gue. Gue yang harusnya mempermalukan dia ataupun menghina dia. Lo sama sekali enggak berhak ikut campur dalam masalah gue! Jadi berhenti ganguin Intan!"

Rara hanya diam. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Bubar!" Aku kembali memperintahkan mereka untuk tidak mengerumuni meja Intan.

Rara pun berjalan pergi, di susul oleh murid lainnya yang kembali ke meja mereka masing-masing.

Aku menoleh kearah Intan yang memandangku sedikit bingung. Aku hanya tersenyum tipis kepadanya. Aku berjalan ke meja awal ku, yang tadinya di tempati Caca.

"Ca.. gue balik ke sini." Caca hanya tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. Dia bangkit dari kuris dan mengambil tasnya. Kembali pindah ke tempat semula.

Aku pun langsung duduk di kursi ku. Akhirnya aku mengembalikkan semuanya ke tempat sebelumnya. Aku yakin, Intan tidak akan lagi di ganggu oleh siapapun. Dan kalaupun itu terjadi, aku akan langsung menghadap orang yang menggangu Intan. Karena... dia saudaraku.

---

Hei Yoo.. author comeback gess.. udh pada nungguin dong ya.. hehhe

Gimana part kali ini ges?? Kalian setuju dengan sikap yang diambil Arabella?

Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian yaa..

Love you..

Medan, 31 Mei 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang