Kami tertawa mendengar candaan Caca. Dia sangat bisa membuat orang tertawa dengan keras. Kami bertiga sudah berada di salah satu mall yang sangat terkenal di kotaku. Kami juga sudah membeli beberapa pakaian, sepatu yang sangat kami sukai.Kami bertiga akan makan di salah satu restoran favorit kami.
"Situ!" Tunjuk Yuni ke meja yang kosong dan juga strategis. Kami dapat melihat orang berlalu lalang dan juga terdapat stop kontak.
Kami pun berjalan menuju tempat itu. Kami juga langsung memesan beberapa makanan dan minuman.
Tidak lama kemudian, pesanan kami tiba. Kami dengan santai menyantap semua itu. Menikmati kebersamaan kami bertiga.
"Lo ngapain ngajak Intan sih? Lo kan tau gue sama dia itu musuhan."
Aku mengeluarkan isi hatiku yang dari tadi aku simpan.
Caca tertawa mendengar perkataanku.
"Ara... Kalau dia musuh lo, Lo harus membuat dia dekat dengan lo. Setidaknya lo tau gimana musuh lo itu. Makannya gue ajak dia. Biar kita tau sifat dia gimana." Tutur Caca.
"Tap--"
"Itu bokap lo kan Ra?"
Yuni memotong perkataanku dan menunjuk seseorang yang berjalan menuju salah satu restoran yang ada di depan restoran yang kami kunjungi.
Aku sangat terkejut melihat papa yang berjalan dengan senyuman yang tidak pernah dia tunjukkan kepadaku dan mama.
Dan juga aku sangat terkejut melihat perempuan yang ada di sebelah ayah.
"Itu Intan kan?" Ucap Caca.
Tanpa sadar air mataku jatuh. Mereka berempat seperti keluarga yang sangat bahagia. Terlebih lagi Intan yang selalu berada di samping papa dan tertawa. Tempat itu, seharusnya aku yang berada di situ. Dan perempuan yang ada di depan ayah, seharusnya bunda lah yang ada disitu. Seharusnya hanya kami bertiga.
Semuanya hancur. Perasaanku sekarang. Mendengar fakta dari Zafarel dan juga melihat semua pemandangan yang ada di depanku semakin membuatku hancur.
Aku sama sekali tidak bisa melihat semua ini. Kenapa bisa dia melakukan semua ini kepadaku.
"Ra.. Ara.. lo gak papa kan?" Yuni memegang kedua bahuku.
"Gue mau pulang sekarang."
---
Aku tidak bisa lagi menahan semua ini. Aku membuka dengan kasar pintu rumah. Mengedarkan pandanganku ke seluruh bagian. Napas ku sudah sangat memburu.
"Bun.. Bunda!!"
Aku berteriak memanggil Bunda. Tidak lama kemudian, bunda datang dengan terburu-buru. Dia memasang wajah khawatir nya.
"Kenapa sayang?" Ucap bunda dan mendekat kepadaku.
"Aku enggak mau tau Bun.. aku mau bunda cerai sama ayah." Ucapku tegas.
"Kamu kenapa? Kok pulang-pulang langsung bilang gini? Ada masalah apa sayang?" Bunda berusaha untuk menenangkan ku.
"Bun.. cukup. Jangan buat kita semakin hancur. Aku enggak mau Ayah nyakitin bunda lagi.. lebih baik kita pergi dari kehidupannya Bun.."
Aku meneteskan air mataku. Tidak bisa menahan semua kenyataan ini.
"Arabella.. dengerin bunda.. semua ini bunda lakukan untuk kita. Jadi apapun yang akan bunda lakukan dan apapun keputusan bunda, bunda tau yang mana yang terbaik." Tutur bunda seraya menghapus air mataku.
"Bun.. please."
"Ara... Kamu belum cukup dewasa untuk memahami semua ini. Lebih baik kamu tenangin diri dulu. Bunda mau masak untuk kita." Bunda mengelus rambutku.
Bunda tersenyum dan kembali berjalan menuju kearah dapur. Pergi meninggalkan ku yang masih sangat terpukul.
Aku tidak tau lagi jalan pikiran bunda. Dan aku kira, aku sudah cukup dewasa untuk memahami semua situasi yang sedang kami alami ini.
Aku juga akan mematikan, bunda akan segera menceraikan ayah. Apapun caranya.
---
Hai-hai teman-teman.. aku kembali lagi dengan cerita yang sama pastinya..
Jadi jangan lupa untuk kasih bintang, komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian yaa..
Love you guys..
Medan,24 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ABZA [END]
Teen FictionArabella menatap Zafarel.. menatap teduhnya pria itu saat dia tertidur. Arabella selalu berharap dia bisa masuk kedalam mimpi pria tersebut. Dia menyentuh hidung mancung Zafarel. Mendekatkan bibirnya ke telinga Zafarel dan membisikan kalimat yang s...