"Balikkan ayah ke bunda."
"Ara!"
"Kenapa? Tante enggak bisa kan? Kalau gitu enggak usah berniat kasih aku hadiah." Ucapku tegas. Mama Intan hanya bisa diam tanpa berkata.
"Ara.. jangan buat keributan. Bunda gak suka kal--"
"Kenapa Bun? Bunda juga gak sukak kan lihat semua ini? Ini bukan keluarga Ara Bun. Ara gak mau punya keluarga seperti ini. Ini semua salah perempuan itu!"
Aku memotong ucapan bunda dan menyalahkan mama Intan karena telah membuat keluargaku hancur.
"Arabella! Kamu gak boleh bicara seperti itu!"
"Iya.. ayah juga berperan penting dalam kehancuran keluarga kita. Kalau aja ayah enggak tergoda sama perempuan itu, semuanya akan baik-baik saja."
Aku mulai meneteskan air mata ku. Aku tidak tau harus berbuat apa. Hanya satu yang aku tau. Menyalakan seseorang untuk semua kehancuran ku.
"Ara.. lo gak boleh bicara gitu sama ayah. Biar--"
"Ayah?"
Aku memotong perkataan Intan. Tersenyum miring dan menghapus air mataku dengan kasar.
"Ayah lo bilang? Dia bukan ayah Lo! Gue enggak Sudi berbagi ayah sama lo. Lo tau, semua ini karena lo dan nyokap lo itu. Kalian berdua udah berhasil buat gue dan bunda hancur. Gue enggak sudi punya saudara kayak lo! Parasit! Lo dan nyokap lo itu kayak parasit. Yang mengambil untung sebanyak-banyaknya dari keluarga gue. Parasit yang akan sel--"
PLAKK
"MAS!"
Suara nyaring itu bergema di ruangan ini. Aku dengan refleks langsung memegang pipiku. Perih. Sangat perih. Aku menatap ayah dengan pandangan tidak percaya. Dia baru saja menamparku.
"Jaga ucapan kamu Ara. Ayah gak pernah ngajarin kamu seperti itu. Ayah enggak suka kamu kurang ajar sama orang lain. Ayah en--"
"Ayah? Jangan bicara seperti itu. Anda bukan ayah saya lagi. Mulai sekarang, jangan pernah menemui saya. Jangan pernah juga menganggap saya sebagai putri anda. Putri anda hanya satu. Intan."
Setelah mengatakan itu, aku langsung pergi meninggalkan tempat itu. Aku berjalan menuju ruang tamu. Tempat Iqbal berada.
Dapat ku lihat Iqbal dan Zafarel hanya saling diam. Tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua.
"Iqbal.."
Aku memanggil Iqbal dengan suara serak ku. Tapi bukan hanya Iqbal yang menoleh. Zafarel juga menoleh ke arahku.
"Gue mau pulang."
Air mataku masih saja jatuh. Aku tidak bisa mencegah air mata sialan ini.
Dengan cepat Iqbal dan Zafarel berjalan mendekat ke arahku. Wajah mereka berdua memancarkan raut yang khawatir.
"Ra.. Lo gak papa?" Tanya Iqbal.
"Gue mau pulang, Bal. Gue gak mau disini."
"Oke kita pulang sekarang." Ucapnya dan mengandeng tanganku. Kami berdua berjalan melewati Zafarel. Tapi belum beberapa langkah aku berjalan, Zafarel langsung memegang tangan ku.
Aku pun langsung berhenti. Aku dan Iqbal menatap kepada Zafarel.
"Biar gue aja yang antar." Ucapnya.
"Gue aja. Ara kesini sama gue. Dan pulang sama gue juga." Balas Iqbal dengan penuh penekanan.
"Ara lebih baik sama gue."
Aku tersenyum tipis mendengar perkataan Zafarel. Tapi detik berikutnya aku melepaskan tangannya dari tanganku.
"Untuk sekarang, gue butuh Iqbal. Gue akan pulang sama dia. Sorry Zaf.." aku berusaha untuk tersenyum kepadanya.
"Tapi Ra.. gue khawatir sama Lo."
"Ingat Zaf.. gue bukan perempuan yang harus lo lindungi setelah nyokap lo."
Aku kembali menatap Iqbal yang sedari tadi hanya diam menatap aku dan Zafarel.
"Pulang Bal.." ucapku dan dia pun kembali membawaku keluar dari rumah itu. Aku mencoba untuk kembali melihat ke arah Zafarel. Dia hanya diam mematung melihatku pergi bersama Iqbal. Tapi aku juga melihat Intan yang berdiri sedikit jauh di belakang Zafarel. Dia hanya menatap punggung Zafarel dengan wajah sedihnya.
---
Hei Yo.. gimana part kali ini gess??
Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian..
Medan, 13 Mei 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ABZA [END]
Teen FictionArabella menatap Zafarel.. menatap teduhnya pria itu saat dia tertidur. Arabella selalu berharap dia bisa masuk kedalam mimpi pria tersebut. Dia menyentuh hidung mancung Zafarel. Mendekatkan bibirnya ke telinga Zafarel dan membisikan kalimat yang s...