Tuduhan

1.1K 72 1
                                    


"Sini tas lo!" Perintah Rara kepadaku.

Aku dengan berat hati memberikan tasku untuk diperiksa olehnya. Setelah mereka tidak menemukan apapun, mereka langsung beralih kepada Intan.

Intan dengan senang hati memberikan tasnya untuk diperiksa.

Rara dan teman sebangkunya memeriksa tasnya dan seperti dugaan ku, mereka menemukan handphone itu di dalam tas Intan.

"Ini apa?!" Rara menatap tajam Intan.

"Gu.. gue.. gue enggak tau apa-apa. Gue juga enggak nyuri handphone lo. Gue berani sumpah." Tutur Intan dengan gugup.

"Ini buktinya apa?! Lo pikir gue yang letakkan ini ke tas lo?" Teriak Rara di depan wajah Intan.

Intan sudah mulai menunduk. Tanpa sadar air matanya mulai menetes. Semua siswa dan siswi mulai mendekat ke arah Rara dan Intan.

Aku hanya duduk. Aku tidak berani masuk dalam pertengkaran itu. Karena aku tau siap yang menciptakan permainan ini.

Tettt..

Bel istirahat sudah berbunyi. Tetapi bukannya selesai, pertengkaran itu malah semakin menjadi. Bahkan beberapa murid lain, masuk dan ingin melihat permasalahan yang terjadi. Tidak terkecuali Zafarel.

"Gue enggak nyuri."

"Selama ini, enggak ada yang kehilangan disini. Tapi setelah lo datang, semuanya berubah. Lo ini pencuri yang nyamar jadi cewek polos!" Ucap Rara dan sedikit mendorong bahu Intan.

Aku dapat melihat Yuni dan Caca tersenyum tipis. Tapi mereka tidak ikut campur sama sepertiku.

"Apaan sih lo Ra! Jangan dorong Intan gitu dong. Dia kan udah bilang kalau bukan dia yang ngambil!" Zafarel mulai berbicara.

"Bukan dia kata lo? Jadi ini apa?" Rara mengangkat tinggi dompet yang dia temukan di dalam tas Intan.

"Mungkin aja dia di fitnah. Gak ada yang tau kan?" Tekan Zafarel.

"Wah.. Lo ini memang sahabat yang setia ya. Bahkan saat dia ngelakuin hal yang salah, lo masih aja belain sahabat lo ini. Dasar!" Rara menatap tajam Zafarel dan dia kembali ke tempat duduknya.

"Dasar pencuri!" Ucap beberapa orang kepada Intan.

Mereka semua kembali keluar dari kelas dan melanjutkan aktivitas mereka.

"Zaf.. gue gak nyuri. Gue beneran enggak ambil dompet itu." Intan menyakinkan Zafarel.

"Gue percaya sama lo." Zafarel tersenyum kepada Intan. Mencoba untuk menenangkan wanita itu.

Aku yang melihat itu sangat tidak tahan. Dengan segera aku langsung berdiri.

"Kantin yok!" Ajakku.

Aku langsung keluar dari kelas diikuti Caca dan Yuni.

Aku kembali menoleh kebelakang dan mendapati Zafarel menatap ku dengan pandangan mencurigai.

---

Aku sedang menuggu seseorang yang katanya akan menjemputmu. Tetapi sudah hampir sepuluh menit aku duduk disini, dia masih belum datang. Semua murid sudah mulai berpulangan.

Tapi aku masih dengan setia menunggunya.

"Ara..." Panggil seseorang.

Aku menoleh dan mendapati Zafarel berjalan ke arahku.

"Kenapa?" Ucapku ketika dia sudah berada di depanku.

"Kenapa lo ngelakuin itu?"

Aku mengernyitkan dahi ku. Tidak mengerti maksud dari Zafarel.

"Lo yang buat semua itu kan?"

Aku tercengang. Sekarang aku tau maksud dari Zafarel. Tentu aja dia menanyakan tentang Intan.

"Maksud lo, gue yang naruk dompet itu di tas Intan? Lo nuduh gue?" Ucapku.

"Gue nanya. Bukan nuduh lo." Balasnya.

Aku tersenyum miring mendengar perkataan nya.

"Secara gak langsung, lo itu nuduh gue!" Aku mulai menaikkan suaraku.

Beberapa murid bahkan melirik ke arah kami berdua.

"Bukan gitu maksud gue.."

"Lo kenapa bisa bilang gini? Emangnya gue segitu rendahnya ya Zaf di mata lo?" Ucapku sarkasme.

"Bukan gitu Ara.. gue pikir karena gue bilang perasaan gue tentang Intan kemarin lo ja--"

"Denger ya Zafarel, gue enggak akan ngelakuin hal murahan kayak gitu, hanya karena elo. Gue enggak sebodoh itu." Ucapku tegas.

Aku sangat kesal dengan perkataan Zafarel. Bagiamana bisa dia berpikiran seperti itu.

"Maaf gue enggak bermaksud." Tutur Zafarel.

"Seharusnya lo mikir dulu baru ngomong ke gue. Sakit Zaf.."

Dapat ku lihat Zafarel memasang wajah bersalahnya. Dan tanpa sadar aku tersenyum. Entah kenapa, aku tidak bisa melihat wajah bersalahnya itu.

Dia menundukkan kepalanya beberapa saat. Kemudian dia kembali menatap ke arahku dan memegang tanganku hangat.

"Gue benar-benar nyesal Ra.. maaf." Ucapnya paruh.

"Ara!!"

Aku menoleh kepada seseorang yang memanggilku. Senyum manis terukir di bibirku.

Dia berjalan mendekat ke arah kami berdua.

"Nunggu lama ya?" Tanyanya.

"Enggak kok.." balasku.

"Siapa?" Aku kembali menoleh ke Zafarel. Dia menatap pria di depanku dengan pandangan penuh tanya.

"Dia Iqbal."

---

Hai-hai teman-teman.. gimana part kali ini??

Jangan lupa untuk kasih bintang, komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian..

Dan juga jangan lupa pollow aku ya.. supaya kalian bisa baca cerita-cerita aku yang lainnya..

Love you..

Medan, 6 Maret 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang