pelukkan

1K 84 2
                                    

Aku hanya diam.  Tidak berani untuk membuka suaraku. Sedari tadi, Iqbal hanya diam dan wajahnya memancarkan pandangan yang sangat marah. Aku sangat takut untuk membuka suaraku.

Setelah kejadian di pantai tadi, tidak ada yang membuka suara diantara kami berempat. Semuanya hanya diam. Dan aku tau kenapa itu terjadi.

Aku sangat bodoh bisa terjatuh oleh pesona Zafarel. Sampai aku lupa kalau Intan dan Iqbal ada bersama kami.

Dan sekarang, aku harus menghadapai dua orang yang berbeda. Aku tidak tau gimana besok aku akan bertemu dengan Intan. Aku sangat yakin jika dia akan sangat marah kepadaku.

"Bal.. lo marah?" Tanyaku dengan sangat hati-hati. Dia hanya melirikku sebentar. Setelah itu dia memandang ke arah lain.

"Gue minta maaf.." ucapku lagi.

"Dia udah nyium lo berapa kali?" Aku tersentak mendengar pertanyaan konyolnya. Amarahku langsung meningkat ketika mendengar pernyataannya itu.

"Gue murahan banget ya di mata lo?"

"Gue tadinya enggak berpikir gitu. Tapi setelah gue lihat apa yang terjadi di depan mata gue, semuanya berubah. Gue sekarang sadar satu hal Ra. Untuk mendapatkan seseorang yang lo inginkan, Lo bisa  menjadi orang yang  murahan."

Ucapnya membuatku tersentak. Kenapa bisa Iqbal berkata seperti itu. Dia masih menatapku dengan marah. Detik berikutnya dia langsung berdiri dari kursinya dan berjalan melewati ku.

"Lo mau ninggalin gue, Bal?" Aku langsung berbalik dan menatap punggungnya. Tapi dia sama sekali tidak menoleh ke arahku. Dia kembali berjalan keluar dari cafe ini.

Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Aku tau jika dia sangat marah dan kecewa kepadaku. Aku kembali menatap ke makanan dan minuman yang sudah ia pesan dan belum sama sekali dia sentuh.

Aku tau aku salah. Tapi kali ini, Iqbal sangat keterlaluan. Tidak seharusnya di meninggalkan ku seperti ini. Terlebih lagi, perkataannya tadi membuatku semakin sakit hati.

Aku langsung memanggil salah satu pelayan untuk membayar makanan yang sudah kami pesan.

"Mbak!"

Pelayan itu pun datang mendekatiku.

"Minta bill nya ya mbak." Ucapku lagi.

"Semuanya udah di bayar mbak." Balasnya. Aku mengernyitkan dahi ku. Siapa yang membayarnya?

"Siapa yang bayar mbak?"

"Pacarnya tadi."

Aku langsung teringat kepada Iqbal. Tentu saja. Dia tidak mungkin menyuruh perempuan untuk membayar.

"Yaudah... Makasih ya mbak." Setelah mengucapakan terimakasih aku langsung keluar dari cafe itu.

Aku menatap langit yang sudah sangat gelap. Angin malam menerpa seluruh tubuhku. Sekarang aku tidak tau harus pulang dengan apa. Tapi aku langsung berpikir untuk minta jemput oleh bunda. Jadi aku langsung mengeluarkan handphone ku dari dalam tas.

"Naik!"

Aku sedikit terkejut mendengar suara itu. Aku pun langsung menoleh dan mendapati Iqbal yang sudah berada di atas motor nya. Wajah datarnya membuatku sedikit takut untuk naik ke motonya.

Tapi detik kemudian aku kembali meletakkan handphone ku ke dalam tas dan baik ke atas motonya.

"Pegangan!"

Aku kembali menuruti perkataannya. Aku pun memegang ujung jaketnya dengan kuat.

Dia mulai menjalankan motonya. Tapi kali ini, dia membawanya dengan sedikit kencang dari biasanya. Aku yang menyadari hal itu pun langsung memeluknya. Dan aku pun menyenderkan kepalaku ke punggungnya.

"Jangan ngebut Bal.. gue takut." Ucapku membisik kepadanya. Aku bahkan tidak tau apakah dia mendengar ucapan ku atau tidak.

Tapi tidak ku sangka, setelah aku mengucapkan kalimat itu, dia langsung memelankan motornya. 

Aku tersenyum ketika dia menuruti permintaan ku. Pelukan ku semakin erat seketika itu juga.

---

Anyonggggg.. aku kembali lagee..
Udah lama gak update. Jadi gimana part kali ini ges?

Jangan lupa untuk kasih bintang komentar dan juga tambahin AbZa ke reading list kalian ya..

See you..

Medan,12 Juli 2020

ABZA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang